Lebih jauh, Karki juga meninggalkan jejak penting dalam perjuangan kesetaraan gender di Nepal. Putusannya yang mengizinkan perempuan untuk mewariskan kewarganegaraan kepada anak-anaknya menjadi tonggak hukum yang mematahkan dominasi patriarki di ranah hukum kewarganegaraan.
Didorong Generasi Z
Penunjukan Sushila Karki sebagai pemimpin interim bukan datang dari partai politik, melainkan dari Gerakan Generasi Z. Para pemuda yang memimpin gelombang protes menolak korupsi, krisis ekonomi, dan pembatasan kebebasan digital. Meski sempat mempertimbangkan Wali Kota Kathmandu Balen Shah, mereka akhirnya menjatuhkan pilihan kepada Karki karena reputasinya yang bersih dan konsisten melawan praktik kotor politik.
Dalam pertemuan virtual, nama Sushila Karki difinalisasi sebagai calon pemimpin transisi, dan ia dikabarkan menyatakan kesediaannya melalui sambungan telepon. Selanjutnya, perwakilan Gen Z dijadwalkan bertemu Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal Ashok Raj Sigdel, untuk merundingkan pembentukan pemerintahan sementara di bawah kepemimpinannya.
Antara Dukungan dan Kritik
Meskipun dihormati karena integritasnya, Karki bukan tanpa kontroversi. Selama menjabat Ketua Mahkamah Agung, ia pernah mendorong pengangkatan hakim dengan afiliasi politik, dengan alasan “mereka harus menanggalkan sepatu politik ketika duduk di kursi hakim.” Kebijakan itu menuai kritik, namun Karki kemudian membongkar praktik lobi sejumlah menteri yang berusaha menitipkan kerabat mereka ke kursi peradilan.
Pada 2017, pemerintah yang dipimpin Pushpa Kamal Dahal (Prachanda) bahkan berusaha memakzulkannya, yang justru memicu demonstrasi jalanan besar-besaran. Kegagalan pemakzulan itu semakin memperkuat citra Karki sebagai figur independen yang tak mudah diintervensi elite politik.
Menuju Sejarah Baru
Jika mandat kepemimpinan ini resmi diberikan, Sushila Karki akan mencetak sejarah baru sebagai perdana menteri perempuan pertama Nepal, melengkapi rekornya sebagai perempuan pertama yang memimpin Mahkamah Agung. Posisinya kini kerap dibandingkan dengan Muhammad Yunus di Bangladesh, peraih Nobel yang juga diminta memimpin pemerintahan transisi setelah kudeta politik yang dipicu gerakan mahasiswa.
Di usia 72 tahun, Karki kembali berdiri di garis depan, bukan di ruang sidang, melainkan di panggung politik yang penuh gejolak. Dengan rekam jejak panjang melawan korupsi dan komitmennya pada keadilan, rakyat Nepal kini menaruh harapan besar pada sosok yang pernah berkata bahwa perempuan kompeten harus berada di posisi kepemimpinan demi emansipasi kaumnya.
Baca Juga: Kian Memanas, Ini Fakta Tentang Aksi Demo yang Terjadi di Nepal
(*)