Parapuan.co - Di tengah derasnya arus digitalisasi, generasi muda Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menjaga persatuan bangsa. Kemajuan teknologi yang membawa peluang besar untuk saling terhubung juga menghadirkan ancaman berupa penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan penetrasi budaya asing yang bisa memicu perpecahan.
Salah satu fenomena nyata adalah maraknya hoaks di media sosial. Artikel berita dengan judul bombastis dan narasi menyesatkan sering kali viral dan memengaruhi opini publik. Kondisi ini menuntut masyarakat, terutama generasi muda sebagai pengguna aktif media sosial, untuk semakin cerdas dalam memilah informasi.
Literasi Digital dan Nilai Pancasila
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) dan Siberkreasi pada 2021 lalu menggelar webinar #MakinCakapDigital bertajuk "Kreatif Lestarikan Nilai–Nilai Pancasila di Ruang Digital".
Melansir laman Badan Pembinaan Ideologi Pancasila atau BPIP, acara tersebut menekankan pentingnya literasi digital dalam membentengi masyarakat dari pengaruh negatif dunia maya. Dalam kesempatan itu, praktisi pendidikan dan budaya, Eddi Karsito, menekankan pentingnya empati dan tenggang rasa.
"Hati nurani adalah moralitas yang sangat hakiki. Indonesia sebagai negara multikultural dengan berbagai macam agama, suku bangsa, dan bahasa, harus kembali menerapkan toleransi sesuai semangat Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika," demikian ujarnya.
Eddi kala itu juga menambahkan, cara kreatif diperlukan untuk menyampaikan nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda di ruang digital, misalnya dengan memperkuat kearifan lokal dan budaya gotong royong.
Hal senada diungkapkan Karina Basrewan, Puteri Indonesia Jakarta 6 2018, yang menekankan tanggung jawab kreator konten dalam menyebarkan informasi.
"Mengedukasi orang lain terkait literasi digital sangatlah penting. Secara tidak langsung, hal ini dapat membantu mereka untuk semakin paham bagaimana berkomunikasi dan menambang informasi yang benar di dunia maya," jelasnya.
Baca Juga: Bagai Pisau Bermata Dua, Ini Pentingnya Peran Ibu Membimbing Anak di Era Digital
Tantangan dan Strategi di Era Digital
Selain literasi digital, tantangan lain adalah masuknya budaya asing yang sering kali tidak sesuai dengan nilai bangsa. Yudha Wirawanda menekankan pentingnya filter budaya dalam bermedia sosial.
"Dengan cara itu, pengaruh negatif dari luar bisa disaring. Konten-konten yang mengandung nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika harus terus diproduksi dan dikemas semenarik mungkin sehingga bisa menarik perhatian orang banyak," kata Yudha mengutip BPIP.
Strategi lain untuk memperkokoh persatuan nasional di era digital adalah memanfaatkan teknologi untuk kampanye kebangsaan, memperkenalkan budaya lokal lewat platform digital, serta mengembangkan komunitas digital antar daerah. Dengan begitu, persatuan tidak hanya terjaga di dunia nyata, tetapi juga di ruang virtual.
Peran Generasi Muda sebagai Agen Perubahan
Sebagai kelompok yang paling aktif di dunia maya, generasi muda memegang peran sentral. Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko PMK, Agus Sartono, menekankan pentingnya membangun kepedulian sosial sejak dini.
"Saya kira yang harus menjadi kesadaran bersama pada setiap orang tua untuk membangun kesadaran sosial terhadap anak sejak dini dimulai dari lingkungan keluarga, sehingga nantinya anak tidak menjadi orang yang individualistis," paparnya sebagaimana dilansir dari laman Kemenko PMK.
Agus menambahkan bahwa penguatan literasi digital, baik dari sisi teknis maupun etika berbudaya di dunia digital, sangat penting agar generasi muda tahan menghadapi bombardir informasi negatif.
"Kemudian, yang harus dilakukan secara bersama-sama khususnya para generasi muda ini yaitu melalui penguatan literasi digital baik dari sisi teknis maupun dalam etika berbudaya di dunia digital," imbuhnya.
Baca Juga: Seruan Direktur Eksekutif SAFEnet untuk Generasi Muda di Era Digital
Ia juga menegaskan perlunya regulasi yang mendukung penguatan literasi digital untuk mencegah perilaku berisiko akibat penggunaan teknologi. "Supaya para pemuda ini nantinya dapat membangun Negara Indonesia menjadi lebih baik kedepannya," pungkas Agus.
Menjaga Persatuan di Tengah Fragmentasi Digital
Era digital memang membawa fragmentasi: orang bisa terjebak dalam ruang gema (echo chamber) dan hanya berinteraksi dengan yang sependapat. Namun, dengan memanfaatkan media sosial sebagai sarana kampanye persatuan, memperkuat pendidikan karakter berbasis digital, serta mengajak pemuda aktif dalam dialog positif, peluang memperkokoh kebersamaan tetap terbuka lebar.
Persatuan di era digital bukanlah hal yang mustahil. Ia membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat sipil, dan terutama generasi muda yang menjadi garda terdepan di dunia maya.
Dengan literasi digital yang kuat, kesadaran nilai kebangsaan, serta kreativitas dalam berkarya, generasi muda dapat menjadikan era digital bukan sebagai ancaman, melainkan sebagai sarana mempererat persatuan bangsa.
(*)