Sisi Gelap Kisah Cinderella di The Ugly Stepsister, Saat Fisik Jadi Standar Nilai Perempuan

Arintha Widya - Selasa, 20 Mei 2025
Sisi gelap dongeng Cinderella di The Ugly Stepsister, saat kecantikan fisik jadi standar nilai perempuan.
Sisi gelap dongeng Cinderella di The Ugly Stepsister, saat kecantikan fisik jadi standar nilai perempuan. Prime Video

Parapuan.co - Kawan Puan, bagaimana jika tokoh utama dalam dongeng klasik Cinderella bukanlah Cinderella itu sendiri, melainkan saudari tirinya? The Ugly Stepsister, film garapan Emilie Blichfeldt menyajikan sudut pandang baru dari dongeng klasik Cinderella.

Alih-alih mengisahkan si gadis cantik berhati baik, Emilie Blichfeldt memilih untuk menyelami kehidupan sang saudara tiri yang selama ini digambarkan jahat dan tidak menarik. Hasilnya adalah sebuah kisah gelap yang mencampurkan keindahan dan kengerian dalam satu sajian visual penuh luka, darah, dan obsesi terhadap standar kecantikan.

Meski masih setia dengan garis besar cerita aslinya, film ini mendekonstruksi harapan-harapan manis yang biasa melekat dalam dongeng. Kecantikan tidak lagi menjadi berkat, tetapi kutukan yang mendorong karakter utama menuju penderitaan fisik dan psikologis yang brutal.

Membalik Perspektif, Mengubah Rasa

Sinopsis film The Ugly Stepsister sebagaimana dikutip dari Dread Central, tetap berakar pada formula klasik dongeng Cinderella, di mana ada seorang janda dengan dua anak perempuan menikah dengan duda yang memiliki seorang anak perempuan.

Setelah sang ayah wafat, si anak tiri, Agnes (diperankan Thea-Sofie Loch Næss), yang kemudian disebut Cinderella, diperlakukan sebagai pembantu di rumah sendiri. Ketika kerajaan mengumumkan pesta dansa untuk mencari calon istri bagi pangeran, sang ibu tiri berambisi agar putrinya, Elvira (diperankan Lea Myren), terpilih.

Namun, berbeda dari kisah Cinderella pada umumnya, penonton justru diajak mengikuti penderitaan Elvira—bukan sang gadis baik hati Agnes. Elvira digambarkan sebagai sosok yang terobsesi untuk menjadi cantik demi memenangkan hati sang pangeran (Isac Calmroth), tetapi ia justru menjadi korban paling menderita, bahkan lebih parah dari Cinderella sendiri.

Dalam film The Ugly Stepsister, simpati penonton justru diarahkan pada tokoh yang sebelumnya dianggap antagonis. Elvira, yang sejak awal memiliki harapan naif tentang kehidupan kerajaan, mulai menjalani berbagai "transformasi" menyakitkan atas dorongan ibunya (diperankan Ane Dahl Torp) demi memenuhi standar kecantikan bangsawan.

Dari Cantik Menjadi Mengerikan

Baca Juga: Sebelum Menoton, Intip 3 Fakta Menarik Drakor Cinderella at 2AM

Transformasi Elvira bukanlah sekadar make-over biasa. Ini adalah perjalanan menyakitkan yang membawa unsur horor tubuh (body horror) ke tingkat ekstrem. Penonton dipaksa menyaksikan bagaimana kawat gigi dicabut dengan kasar, hidung dipatahkan dan diluruskan, hingga bulu mata palsu dijahit ke kelopak matanya yang berdarah.

Dalam usaha menurunkan berat badan secara instan, Elvira bahkan sengaja menelan cacing pita agar tubuh binatang itu bisa "makan untuknya". Rasa lapar konstan yang diiringi suara perutnya yang bergemuruh menciptakan atmosfer yang tidak nyaman sepanjang film.

Puncak kengerian datang ketika Elvira mencoba memotong jari kakinya sendiri demi bisa masuk ke sepatu kaca. Dalam adegan yang diadaptasi langsung dari versi Brothers Grimm, sang ibu—setelah menyadari bahwa itu kaki yang salah—bahkan tega memotong jari kakinya satu per satu.

Berbeda dari cerita Brothers Grimm yang paling kelam, film ini tidak mengakhiri nasib Elvira dengan hukuman kekal. Ia justru diselamatkan oleh kakaknya, Alma, yang muak dengan tekanan dan penderitaan yang diwariskan keluarga. Mereka berdua kabur dengan menunggang kuda, menutup kisah ini dengan kelegaan getir.

Dua Dunia antara Dongeng dan Horor

The Ugly Stepsister menunjukkan bahwa dongeng dan horor ternyata memiliki akar yang sama dalam sejarah narasi. Keduanya memiliki elemen sihir, tokoh arketipe seperti ibu tiri jahat dan penyihir, serta tidak segan menampilkan kekejaman, penyiksaan, hingga pembunuhan. Dalam Cinderella versi terdahulu, misalnya, ada mutilasi, burung pematuk mata, dan pengabaian anak oleh orang tua kandung.

Meski kini dongeng banyak diasosiasikan sebagai kisah untuk anak-anak, sebenarnya mereka berasal dari tradisi lisan yang ditujukan untuk seluruh komunitas, tidak terkecuali orang dewasa. Karena itulah, cerita-cerita awal sering kali memiliki nuansa gelap dan tidak segan memperlihatkan sisi kelam kemanusiaan.

Disney mungkin telah memoles dongeng menjadi hiburan yang aman dan menyenangkan. Namun, adaptasi seperti The Ugly Stepsister adalah pengingat bahwa kisah-kisah ini dulunya mengandung pelajaran yang tajam dan bahkan menakutkan.

Kembali ke Akar Dongeng yang Sebenarnya

Baca Juga: Live Action Snow White Segera Tayang, Hadirkan Gal Gadot hingga Bintang Broadway

Sejak abad ke-19, banyak dongeng yang sengaja dimodifikasi agar lebih ramah untuk anak-anak. Misalnya, dalam versi Disney, kematian ayah Cinderella menjadi cara praktis untuk menghindari pertanyaan: mengapa ayahnya membiarkan anak kandungnya diperlakukan begitu buruk?

Namun, seperti yang ditunjukkan The Ugly Stepsister, kembali ke versi yang lebih kelam justru memungkinkan kita melihat moral dan konflik cerita dengan cara yang lebih jujur dan kompleks. Film ini bukan hanya adaptasi dongeng yang dibuat seram, tapi juga pengakuan bahwa horor selalu ada dalam kisah-kisah rakyat yang telah diwariskan selama berabad-abad.

Dalam dunia di mana kecantikan kerap dijadikan standar nilai perempuan, The Ugly Stepsister mempertanyakan tentang seberapa jauh seseorang akan melukai dirinya sendiri demi dianggap layak dicintai? Dan apakah akhir bahagia benar-benar bisa diraih dari luka yang begitu dalam?

Film The Ugly Stepsister bisa Kawan Puan saksikan di layanan streaming Prime Video. Jika kamu penasaran, intip trailer-nya terlebih dulu di bawah ini:

 (*)

Penulis:
Editor: Arintha Widya