Jadi Tempat Uji Coba Vaksin TBC, Inilah Potret Kasus Tuberkulosis di Indonesia

Tim Parapuan - Selasa, 13 Mei 2025
Batuk tak kunjung sembuh gejawal awal TBC
Batuk tak kunjung sembuh gejawal awal TBC Freepik

Parapuan.co - Indonesia resmi menjadi salah satu lokasi uji klinis vaksin TBC M72/AS01E yang disponsori oleh Bill & Melinda Gates Foundation. Vaksin ini digadang-gadang akan menjadi harapan baru dalam memerangi penyakit TBC yang selama ini masih belum memiliki vaksin efektif selain BCG (Bacillus Calmette-Guérin), yang sudah digunakan sejak bayi.

Melansir dari Kompas.com, uji klinis ini mencakup sekitar 20.000 partisipan di seluruh dunia, dengan 10 persen di antaranya berasal dari Indonesia. Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, menyatakan bahwa jika terbukti efektif, vaksin ini akan diberikan gratis kepada masyarakat Indonesia dan menjadi bagian dari program vaksinasi nasional.

Di Indonesia sendiri, kasus TBC saat ini menempati peringkat kedua dengan jumlah kasus TBC terbanyak di dunia, setelah India. Berdasarkan data dari tbindonesia.or.id, diperkirakan ada lebih dari 1 juta kasus TBC di Indonesia pada 2025. Jumlah kematian akibat TBC pun mencapai sekitar 125.000 orang per tahun.

Menurut data Global Tuberculosis Report 2024 dari WHO, laki-laki cenderung memiliki angka infeksi TBC yang lebih tinggi secara global. Namun, perempuan lebih sering mengalami hambatan dalam mendapatkan diagnosis dan pengobatan tepat waktu, terutama karena norma sosial, ketimpangan ekonomi, dan akses informasi yang terbatas.

Di Indonesia, minimnya data spesifik berdasarkan gender menunjukkan perlunya sistem pencatatan dan pelaporan yang lebih sensitif terhadap isu perempuan. Banyak perempuan, terutama ibu rumah tangga, memiliki keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan.

Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti minimnya pengetahuan, ketergantungan ekonomi, hingga norma budaya yang menempatkan kesehatan keluarga di atas kesehatan pribadi. Akibatnya, gejala TBC sering diabaikan atau terlambat ditangani.

Selain itu, perempuan dengan TBC kerap menghadapi stigma sosial yang lebih besar dibanding laki-laki. Mereka dianggap lemah, tidak layak menjadi ibu, bahkan bisa mengalami penolakan dalam keluarga atau lingkungan kerja. Stigma ini memperburuk kondisi mental dan fisik perempuan penderita TBC.

Lalu apa sebenarnya TBC itu?

Tuberkulosis adalah infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menyebar melalui udara. Penularan terjadi ketika seseorang yang memiliki TBC aktif pada paru-parunya batuk, bersin, berbicara, atau bernyanyi, dan orang lain menghirup droplet yang mengandung bakteri tersebut. 

Baca Juga: Upaya Serius Indonesia Atasi TBC dengan Memaksimalkan Deteksi, Pengobatan, dan Uji Vaksin

Namun, tidak semua orang yang terinfeksi akan langsung jatuh sakit. Ada dua kondisi TBC, yaitu infeksi laten dan TBC aktif.

Pada infeksi laten, bakteri berada dalam tubuh tetapi tidak aktif dan tidak menular. Ketika sistem kekebalan tubuh melemah, misalnya karena kehamilan, gizi buruk, atau penyakit lain, TBC laten bisa berkembang menjadi aktif.

Gejala TBC aktif meliputi batuk berdahak lebih dari tiga minggu, batuk darah, demam berkepanjangan, berkeringat di malam hari, kelelahan ekstrem, dan penurunan berat badan drastis. TBC terutama menyerang paru-paru, tetapi bisa juga menyerang organ lain seperti tulang, kelenjar getah bening, sistem saraf, dan organ reproduksi.

Bagi perempuan, infeksi TBC pada organ reproduksi bisa menyebabkan komplikasi serius seperti infertilitas, gangguan menstruasi, dan kesulitan hamil. Jika TBC terjadi saat hamil, risiko komplikasi selama kehamilan dan pada bayi bisa meningkat. Oleh karena itu, deteksi dini sangat penting bagi perempuan usia produktif.

Tantangan lain dalam penanganan TBC adalah pengobatan yang panjang dan ketat. Terapi TBC standar memerlukan konsumsi obat setiap hari selama minimal enam bulan. Bila tidak dijalani dengan disiplin, bisa terjadi TBC resistan obat (TBC RO) yang jauh lebih sulit diobati dan membutuhkan waktu hingga dua tahun.

Kabar tentang uji klinis vaksin baru M72/AS01E yang disponsori oleh Bill & Melinda Gates Foundation tentu menjadi harapan. Namun bagi publik, khususnya perempuan, perlu mendapat jaminan transparansi dan perlindungan selama proses ini berlangsung.

Mereka bukan sekadar partisipan dalam proyek global, melainkan warga negara yang berhak atas informasi, persetujuan sadar, dan perlakuan yang adil. Harapan terhadap vaksin ini sebaiknya diimbangi dengan penguatan sistem kesehatan publik dan partisipasi aktif dari komunitas perempuan agar mereka tidak sekadar menjadi objek kebijakan, tetapi juga subjek perubahan.

Selain vaksin, penting juga mendorong keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan kesehatan di tingkat keluarga dan komunitas. Dengan pengetahuan dan dukungan yang tepat, perempuan dapat menjadi agen perubahan dalam pencegahan dan pengendalian TBC.

Baca Juga: Deteksi Dini Kanker Serviks, TBC, dan Stunting Jadi Langkah Penting Indonesia Sehat 2045

(*)

Celine Night

Sumber: Kompas.com,Berbagai sumber
Penulis:
Editor: Citra Narada Putri