Perempuan Takut Hamil dan Melahirkan, Apakah Ini Hal yang Normal?

Saras Bening Sumunar - Selasa, 29 April 2025
Perempuan takut hamil dan melahirkan, apakah normal?
Perempuan takut hamil dan melahirkan, apakah normal? iStockPhoto

Parapuan.co - Media sosial TikTok dihebohkan dengan aksi seorang dokter kandungan yakni dr. Nur Lailatul F, SpOG yang membagikan video di mana salah seorang pasiennya tampak kecewa dengan kehamilannya. Dalam video tersebut, terdengar suara seorang istri merasa kecewa karena kecolongan hamil bahkan mengatakan "saya belum siap" dari sang pasien.

Video tersebut akhirnya viral hingga memicu banyak komentar warganet. Ada yang menyayangkan perkataan si pasien namun ada juga yang justru memberikan support. Misalnya saja pemilik akun TikTok @XanaStore yang menyebut, "Mungkin ibunya ada trauma sendiri. Tolong jangan di judge mungkin ibunya cuma butuh support,".

Begitu juga dengan pemilik akun @JaheMerah yang juga memberikan komentar serupa. "Jangan judge ibunya, ibunya hanya belum siap dan merasa tidak ada dukungan dari suami, dia hanya butuh didukung dirangkul dan diyakini..bukan dihujat," tulisnya.

Pengalaman serupa juga pernah dialami oleh rekan penulis yang tidak siap menjalani kehamilan dan persalinan. Ketakutan ini bukan hanya soal kesiapan keuangan, melainkan juga kondisi mental sang ibu.

Ditambah lagi, masih banyaknya 'streotip' bahwa kehamilan dan persalinan sering dianggap sebagai proses yang sudah semestinya dilalui setiap perempuan. Stereotip ini menciptakan asumsi bahwa semua perempuan harus mampu hamil, melahirkan, dan menjadi ibu tanpa banyak tantangan.

Namun, pada kenyataannya, kehamilan dan persalinan jauh lebih kompleks baik secara fisik, emosional, sosial, maupun psikologis. Kehamilan dan persalinan juga memerlukan kesiapan diri dan dukungan dari orang-orang terdekat seperti suami.

Menghadapi kehamilan dan persalinan adalah pengalaman yang sangat emosional, menegangkan, sekaligus penuh harapan bagi banyak perempuan di seluruh dunia. Namun di balik keindahan proses menciptakan kehidupan baru, tersimpan pula ketakutan-ketakutan yang sering kali tidak terungkapkan dengan lantang.

Situasi ini membuat banyak perempuan merasa tidak siap secara fisik maupun mental, sehingga dukungan penuh dari pasangan laki-lakinya menjadi kunci penting untuk menciptakan perjalanan kehamilan dan persalinan yang lebih nyaman, aman, dan bermakna.

Sementara merujuk dari laman Frontierssebuah penelitian berjudul "Worldwide prevalence of tocophobia in pregnant women: systematic review and meta-analysis" menemukan bahwa ada faktor-faktor yang membuat perempuan takut menghadapi kehamilan dan persalinan. Adapun faktor-faktor yang dimaksud yakni:

  • Kecemasan dalam menghadapi kehamilan dan persalinan.
  • Memiliki pengalaman persalinan traumatis.
  • Pernah mengalami keguguran di kehamilan sebelumnya.
  • Kurangnya dukungan sosial dari lingkungan sekitar.
  • Memiliki hubungan yang buruk dengan pasangan sehingga tidak mendapatkan dukungan emosional.

Baca Juga: Suplemen Saja Tak Cukup, Dokter Jelaskan Mengapa Susu Hamil Tetap Esensial

Bukan itu saja, penelitian ini juga menemukan bahwa gangguan stres pascatrauma (PTSD) juga membuat perempuan takut menjalani proses kehamilan dan persalinan. Untuk diketahui bahwa PTSD pascapersalinan bisa membawa risiko yang cukup buruk bukan hanya pada kesejahteraan psikologis ibu, tetapi juga perkembangan sosialemosional kognitif anak. Perempuan dengan kondisi ekonomi rendah lebih berisiko mengalami PTSD karena keterbatasan perawatan kesehatan.

Lebih jauh lagi, kurangnya dukungan sosial emosional saat hamil, melahirkan dan pascapersalinan juga menjadi alasan lain mengapa perempuan takut menghadapi situasi ini. Penulis masih sering mendapati banyak perempuan merasa ketakutan mereka semakin diperparah oleh kurangnya dukungan dari pasangan, keluarga, atau lingkungan sekitar.

Ketika perempuan merasa sendirian dalam menghadapi ketidakpastian kehamilan dan persalinan, rasa takut dan ketidaksiapan itu menjadi lebih berat untuk ditanggung. Mendapatkan jaringan dukungan emosional sangat penting untuk keberlangsungan perempuan melewati masa-masa sulit selama kehamilan.

Lantas, bagaimana seharusnya peran laki-laki dalam mendukung perempuan saat hamil dan melahirkan? Meskipun sudah banyak 'bapak siaga' yang siap memberikan dukungan pada istrinya yang hamil dan melahirkan, namun penulis masih mendapati bahwa ada juga laki-laki yang belum melakukan hal serupa.

Hal terjadi karena selain anggapan hamil dan melahirkan adalah hal yang wajib dilalui perempuan sendirian, edukasi tentang peran suami dan ayah pada kehidupan anak masing sangat minim. Menurut penulis, laki-laki perlu hadir bukan hanya secara fisik, melainkan juga secara emosional. Yaitu dengan menjadi tempat aman bagi perempuan untuk mengekspresikan ketakutan, kecemasan, dan keraguan mereka tanpa takut dihakimi atau diremehkan, mendengarkan dengan penuh perhatian, memvalidasi perasaan pasangan, dan memberikan kalimat-kalimat penuh empati. Misalnya seperti "Kamu berhak merasa takut, aku di sini untukmu," dapat membuat perempuan merasa jauh lebih kuat menghadapi tantangan ini.

Bukan hanya itu, laki-laki seharusnya tidak hanya berfungsi sebagai pengantar saat kontrol kehamilan, tetapi juga aktif memahami informasi tentang perkembangan kehamilan, prosedur persalinan, serta kemungkinan intervensi medis, sehingga perempuan merasa bahwa ia tidak sendirian dalam perjalanan ini.

Suami yang teredukasi dengan baik dapat menjadi advokat terbaik perempuan ketika berhadapan dengan keputusan medis yang sulit. Sementara menurut laman Parents, suami juga bisa mengikuti kelas persalinan bersama dengan istri untuk membantu dalam mempersiapkan persalinan yang sukses. Mempelajari tentang fase-fase persalinan dan apa yang terjadi pada tubuh istri diharapkan dapat membantu membuat pengalaman tersebut menjadi lebih nyaman.

Baca Juga: Mengenal Baby Blues, Keadaan Emosional dan Psikologis Ibu Setelah Melahirkan

Cathleen Maiolates, seorang perawat menyebutkan bahwa perempuan menjadi panik selama persalinan dan seseorang yang bisa menenangkan adalah pasangannya. "Orang terbaik untuk membantu mereka (ibu melahirkan) adalah pasangan. Kamu (pasangan) mengenal mereka lebih baik dari pada orang lain," ujarnya.

Apakah ketakutan karena kehamilan dan persalinan adalah hal yang normal bagi perempuan?

Menurut penulis, merasa takut terhadap kehamilan dan persalinan adalah hal yang sangat umum dialami perempuan. Ketakutan ini dapat muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari ketakutan terhadap rasa sakit saat melahirkan, ketakutan terhadap komplikasi medis, hingga ketakutan bahwa kamu tidak akan mampu menjadi ibu yang baik setelah bayi lahir.

Secara biologis, tubuh kamu secara alami berusaha mempersiapkan diri terhadap segala kemungkinan yang bisa mengancam keselamatan diri dan bayi. Inilah sebabnya, hormon stres seperti kortisol bisa meningkat, membuat kamu lebih waspada terhadap segala risiko.

Sementara menurut laman Pregnancy, Birth and Baby, bila ketakutan ini tetap dalam kadar wajar dan tidak menghalangi kamu dalam mengambil keputusan atau menikmati masa kehamilan, maka ketakutan ini termasuk normal dan sehat.

Merasa takut terhadap kehamilan dan persalinan adalah bagian normal dari perjalanan menjadi seorang ibu. Tubuh dan pikiran kamu sedang memproses banyak perubahan besar, sehingga wajar bila ada ketidakpastian dan kekhawatiran yang muncul.

Untuk menghadapinya, diperlukan peran aktif pasangan pada pendampingan bukan malah bersikap acuh tak acuh atau hanya 'sebatas' menemani saat kontrol saja.

Baca Juga: Pekerja Perempuan yang Cuti Hamil-Melahirkan saat Puasa Tetap Dapat THR

(*)

Sumber: Parents
Penulis:
Editor: Citra Narada Putri