Anneila Firza Kadriyanti

Pengamat komunikasi politik gender; founder dan pegiat literasi digital Mari Melek Media; feminist blogger.

Memimpikan Perlawanan Anarkisme Perempuan Demi Keadilan dalam Politik

Anneila Firza Kadriyanti Senin, 11 Maret 2024
Memimpikan spirit anarkisme dalam perempuan agar tambah ilmu, saling mendukung, sehingga berani melawan ketidakadilan politik.
Memimpikan spirit anarkisme dalam perempuan agar tambah ilmu, saling mendukung, sehingga berani melawan ketidakadilan politik. dore art

Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.

Efeknya, dari 24 partai peserta pemilu, hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang memenuhi persyaratan administrasi sesuai amanat UU Pemilu dengan menempatkan 30% caleg perempuan di seluruh 84 dapil.

Sementara partai-partai lainnya malah ada yang tidak memenuhi kuota minimal 30% caleg perempuan di lebih dari 20 dapil.

Harusnya!
Partai-partai yang tidak berhasil memenuhi minimal kuota 30% caleg perempuan di sekian banyak dapil tersebut dianulir dan tidak berhak ikut pemilu. Sebab telah melanggar undang-undang.

Nyatanya, tak satupun dari partai pelanggar undang-undang itu yang ditegur untuk merevisi daftar calegnya agar memenuhi kewajiban minimal 30% representasi perempuan di setiap dapil. Partai-partai tersebut bahkan tidak dilarang ikut pemilu.

Malangnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pun berkelakuan mencla-mencle dengan hanya menetapkan KPU telah melanggar administrasi karena membiarkan 23 partai tidak memenuhi persyaratan kuota minimum 30% caleg perempuan di setiap dapil.

Namun tindakan lebih lanjut untuk melarang partai-partai pelanggar UU Pemilu tersebut untuk ikut pemilu legislatif, tanpa merevisi ketetapan minimal 30% caleg perempuan, tidak pernah dilakukan.

Memalukan!

Hambatan Kultural Cegah Perempuan Menduduki Kursi di Senayan

Dalam konteks situasi global yang sedang tak menentu, baik dari segi finansial yang diprediksi akan mengalami resesi, situasi konflik peperangan yang belum selesai antara Rusia-Ukraina, dan kini ditambah pula dengan genosida rakyat Palestina yang memicu pemboikotan sejumlah brand pro-Zionis, kepemimpinan yang tegas dan berwibawa sangat dibutuhkan untuk mempertahankan stabilitas di dalam negeri.

Baca Juga: Pemilu 2024 dan Identitas Politik Perempuan yang Kerap Termarjinalkan