Anneila Firza Kadriyanti

Pengamat komunikasi politik gender; founder dan pegiat literasi digital Mari Melek Media; feminist blogger.

Sambut Pemilu 2024 dengan Melawan Sistem Proporsional Tertutup

Anneila Firza Kadriyanti Selasa, 3 Januari 2023
Menuju Pemilu 2024, saatnya melawan sistem proporsional tertutup yang merugikan bagi perempuan.
Menuju Pemilu 2024, saatnya melawan sistem proporsional tertutup yang merugikan bagi perempuan. CreativeDesignArt

Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.

Dalam sistem proporsional ini, para calon anggota legislatif (caleg) harus saling berkompetisi dengan caleg yang bukan hanya dari partai berbeda, melainkan dari partai yang sama.

Demi menjadi caleg terdepan yang memiliki tingkat elektabilitas dan popularitas tertinggi dibanding caleg lainnya, sejumlah politik transaksional seperti money politics pun menjadi tak terhindarkan.

Meski begitu, sistem proporsional terbuka merupakan opsi terbaik pada penyelenggaraan pemilu di sebuah negara yang multikultural seperti Indonesia.

Proporsional terbuka memberikan peluang kepada beragam pihak, golongan masyarakat dan kepentingan, hingga kelompok minoritas, untuk ikut berpartisipasi dan berpotensi terpilih mewakili golongannya.

Untuk meningkatkan representasi perempuan di bidang politik, sistem proporsional terbuka jauh lebih menguntungkan bagi perempuan, terutama jika mereka sebelumnya tidak memiliki afiliasi dengan parpol.

Popularitas dan elektabilitas perempuan pada sekelompok masyarakat tertentu setidaknya telah menjadi modal politik yang cukup untuk membuat partai melirik dan meminang sebagai salah satu caleg potensial.

Apalagi kepentingan politik perempuan tidak bisa hanya diwakilkan oleh satu varian politik.

Pengalaman perempuan yang unik dan berbeda-beda membutuhkan begitu banyak perempuan dari beragam kalangan seperti profesional, ibu rumah tangga, akademisi, aktivis, pemuka agama, hingga beragam suku untuk duduk dan menjadi perwakilan di dewan legislatif dan kepemimpinan eksekutif.

Baca Juga: Pentingnya Partisipasi Kaum Muda Perempuan dalam Politik di Masa Depan

Karenanya, sistem proporsional terbuka adalah metode terbaik saat ini yang dapat mengakomodasi representasi perempuan agar bisa memenuhi minimum kuota 30% seperti yang diamanatkan undang-undang.

Meskipun tentunya untuk mencapai sistem politik yang bebas bias gender dan memenuhi kesetaraan antara laki-laki dan perempuan membutuhkan waktu yang panjang, bahkan mungkin mengubah undang-undang yang telah ada.

Sampai pada Pemilu 2024 yang sudah mepet ini, bertahan pada penggunaan sistem proporsional terbuka adalah yang terbaik.

Baca Juga: Pemilu 2024 dan Identitas Politik Perempuan yang Kerap Termarjinalkan

Perlawanan Politik Perempuan di Sektor Non-Formal

Berpolitik tak serta merta dimaknai lewat definisi sempit aktivitas politik formal yang sekedar menjadi bagian dari institusi resmi pemerintahan, baik itu menjadi anggota dewan atau kepala daerah/presiden.

Berpolitik adalah juga kegiatan politik non-formal yang dilakukan lewat beragam cara dan platform. Salah satunya adalah dengan bersuara, berkampanye, dan menggalang dukungan hingga viral di ruang virtual.

Melayangkan petisi cancel culture terhadap figur publik yang melakukan kejahatan seksual, memviralkan tagar tertentu sebagai perlawanan ketidakadilan (seperti viralnya #MeToo yang kini menjadi gerakan politik feminisme global), atau bahkan membuat konten-konten inspiratif di TikTok ataupun Instagram Reels tentang body positivity, juga adalah aktivitas politik perempuan.

@cerita_parapuan Wah gak gitu, men! Bener kan? #womensupportingwomen #womenpower ♬ Be With You Remix - sayakhoko

Yang penting telah disepakati bahwa tidak ada cara yang lebih baik dalam memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender selain lewat peningkatan partisipasi dan keterlibatan politik perempuan, baik melalui jalur politik formal maupun non-formal.

Namun memang tak dapat dipungkiri jika politik formal adalah shortcut dan jalan ninja paling ampuh untuk mempercepat terjadinya kesetaraan gender.

Karena hanya pemerintah yang mampu menghasilkan undang-undang dan kebijakan publik yang berpihak pada kepentingan perempuan dan kesetaraan gender.

Maka dari itu, Kawan Puan harus melawan siapa pun dan apapun yang berupaya mencegah keterlibatan dan partisipasi perempuan dalam politik formal.

Jika sistem politik kita tetap mempertahankan tradisi patriarki yang oligarkis, tidak akan ada masa depan bagi kesetaraan gender yang berpihak pada kepentingan perempuan.

Lawan ketidakadilan gender!
Berani bersuara, walau hanya lewat TikTok! (*)