E-booklet Anti Workplace Bullying, Panduan Mengenali dan Mengatasi Bullying di Lingkungan Kerja

Maharani Kusuma Daruwati - Jumat, 18 November 2022
E-booklet Anti Workplace Bullying
E-booklet Anti Workplace Bullying Dok. Unilever

“Sejalan dengan strategi ‘The Unilever Compass’, Unilever Indonesia ingin terus berkontribusi dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan inklusif, termasuk dengan menerapkan prinsip zero tolerance untuk bullying di tempat kerja," ujar Kristy Nelwan, Head of Communication PT Unilever Indonesia, Tbk, dalam IG Live Unilever Indonesia, Kamis (17/11/2022). 

"Berpegang pada kode etik bernama Respect, Dignity & Fair Treatment (RDFT), kami menindak tegas perilaku menyinggung, mengintimidasi, atau menghina, termasuk segala bentuk pelecehan atau bullying atas dasar perbedaan ras, usia, peran, gender, agama, kondisi fisik, kelas sosial, hingga pandangan politik sekalipun," imbuhnya.

Hari Toleransi Internasional 2022 menjadi momen yang tepat untuk membangkitkan kesadaran semua pihak untuk menciptakan dunia yang lebih toleran, termasuk mengenai masalah workplace bullying ke masyarakat yang lebih luas,” lanjut Kristy.

Tindak lanjut dan aksi untuk menghentikan budaya yang sangat toxic ini menjadi semakin penting karena lapangan kerja akan didominasi oleh milenial dan Gen-Z sebagai populasi terbesar di Indonesia, dimana mereka punya kriteria tersendiri dalam memilih tempat kerja.

“The Deloitte Global 2022 Gen-Z and Millennial Survey yang melibatkan 14.808 Gen-Z dan 8.412 milenial yang tersebar di 46 negara memperlihatkan bahwa 46% milenial dan Gen-Z di posisi senior memilih untuk menolak pekerjaan di lingkungan yang bertentangan dengan kode etik yang mereka pegang.

Selain itu, Gen-Z dan milenial adalah generasi yang sangat mementingkan mental health di tempat kerja.

Survei “Millennials and Generation Z – Making Mental Health at Work a Priority” oleh Deloitte terhadap 23.000 milenial and Gen-Z di 45 negara menunjukkan hampir setengah dari milenial dan 54% Gen-Z melaporkan diskriminasi di tempat kerja karena alasan ras, suku dan gender, dimana hal ini sangat mempengaruhi kecemasan dan mental health mereka saat bekerja.

“Oleh karena itu, menyediakan lingkungan kerja dengan budaya yang positif termasuk bebas bullying dan diskriminasi adalah hal yang perlu diprioritaskan demi terwujudnya angkatan kerja masa depan yang lebih toleran dan inklusif,” tegas Kristy.

Baca Juga: Dimaksudkan sebagai Lelucon, Benarkah Prank adalah Bentuk Bullying?