Anneila Firza Kadriyanti

Pengamat komunikasi politik gender; founder dan pegiat literasi digital Mari Melek Media; feminist blogger.

Pemilu 2024 dan Identitas Politik Perempuan yang Kerap Termarjinalkan

Anneila Firza Kadriyanti Kamis, 27 Oktober 2022
Perempuan memilih menuju Pemilu 2024: Akan seperti apa peran dan keterwakilan perempuan di dunia politik?
Perempuan memilih menuju Pemilu 2024: Akan seperti apa peran dan keterwakilan perempuan di dunia politik? smartboy10

Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.

Menciptakan Ekosistem dalam Mendukung Kaum Marjinal

Sangat penting bagi kelompok identitas minoritas tertentu untuk melawan dogma-dogma konservatif.

Pencapaian tertinggi kelompok minoritas dalam jabatan publik harus dirayakan sebagai simbol bahwa mereka yang termarjinalkan pun punya hak untuk muncul dan didengar.

Negara-negara Barat yang selama ini menjadi role model dari praktik demokrasi telah menunjukkan pentingnya politik identitas sebagai bentuk melawan kehendak mayoritas yang membungkam keterlibatan kaum marjinal untuk berpartisipasi di ruang politik.

Di negeri Paman Sam, tahun 2009-2017 dipimpin oleh Barrack Obama yang menjadi Presiden Amerika Serikat pertama dari keturunan Afrika-Amerika.

Pada tahun 2021, Kamala Harris dilantik sebagai wakil presiden perempuan multietnis pertama.

Yang teranyar, Rishi Sunak terpilih sebagai Perdana Menteri Inggris pertama di tahun 2022 yang merupakan keturunan imigran India serta beragama Hindu.

Obama, Harris, dan Sunak merupakan representasi dari keberhasilan kelompok marjinal dalam menduduki jabatan publik.

Namun keberhasilan ini tidak akan terwujud jika tidak didukung oleh ekosistem yang memungkinkan mereka untuk dapat terlibat aktif di ruang publik.

Baca Juga: 7 Pilihan Jurusan Kuliah jika Tertarik dengan Politik, Salah Satunya Sosiologi