Mengenal Guilty Pleasure, Rasa Bersalah Melakukan Kesenangan, Baikkah Dilakukan?

Anna Maria Anggita - Minggu, 24 Oktober 2021
apa itu guilty pleasure?
apa itu guilty pleasure? tt.loopnews.com

Parapuan.co - Apakah Kawan Puan pernah atau sering mendengar kata guilty pleasure?

Secara umum, guilty pleasure yakni sesuatu hal yang dianggap menyenangkan, tetapi di sisi lain menimbulkan perasaan bersalah.

Dilansir dari Psychology Iresearchnet, guilty pleasure ialah kegiatan yang memberikan efek positif dalam jangka pendek bagi seseorang, tetapi memiliki konsekuensi negatif dalam jangka panjang.

Sebagai contoh, ketika Kawan Puan mengonsumsi makanan yang enak tapi santapan tersebut  tidak sehat bagi tubuh.

Contoh lainnya yakni kamu senang pergi berjalan-jalan dengan teman, tetapi waktu yang kamu gunakan untuk bepergian tersebut mengganggu pekerjaan di kantor.

Dengan adanya perbedaan contoh tersebut, perlu dipahami pula bahwa guilty pleasure setiap orang itu tidaklah sama.

Baca Juga: Mengenal Tokofobia, Ketakutan Ekstrem Perempuan akan Hamil dan Melahirkan

Pasalnya, guilty pleasure bergantung pada kepercayaan masing-masing orang terhadap batasan dan prinsip yang mereka buat sendiri.

Misalnya, seseorang yang memiliki darah tinggi mungkin akan merasa bahwa makan daging adalah sebuah guilty pleasure.

Bisa begitu karena ia menganggap bahwa memakan daging akan membuat kambuh darah tingginya, sehingga harus dihindari.

Namun, hal tersebut tak berlaku bagi seseorang dengan riwayat darah rendah yang menganggap boleh saja makan daging selama tidak berlebihan.

Dengan melihat contoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa guilty pleasure adalah suatu perilaku atau kegiatan yang menimbulkan perasaan bersalah dan juga senang di waktu bersamaan.

Mengutip dari Fast Company, Susan Kresnica dan timnya yang juga merupakan antropolog budaya mengungkapkan fakta tentang guilty pleasure yang selama ini dipelajarinya.

Menurut Susan, guilty pleasure secara kasar terbagi dalam dua kategori yakni hal-hal yang dimasukkan ke dalam tubuh (terutama makanan dan minuman) dan hal-hal yang dimasukkan ke dalam pikiran (terutama hiburan dan media sosial).

Baca Juga: Waspada! Ini Dampak Jangka Panjang Bullying pada Korban dan Pelaku

Lantas, mengapa bisa perasaan buruk padahal sedang menikmati suatu?

Masih dari sumber yang sama, sebagian rasa bersalah itu muncul dari persepsi penilaian, baik itu yang dialami secara terbuka dari orang lain atau diinternalisasi dalam diri.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Susan, dirinya mendapati 74 persen responden yang mengaku "merasa dihakimi" karena terlibat dalam guilty pleasure favorit mereka.

Di mana responden surveinya menggambarkan seakan-akan ada perasaan malas, lemah, dan egois ketika suatu keinginan diikuti.

Menurut responden survei, menuruti keinginan, kemungkinan mencerminkan gagasan budaya yang terinternalisasi secara mendalam tentang moralitas kerja, produktivitas, pengendalian diri, dan tidak mementingkan diri sendiri. 

Lalu, sebenarnya boleh tidak sih melakukan hal yang sifatnya guilty pleasure?

Berdasarkan informasi dari Kentucky Counseling Center, jika Kawan Puan berfokus hanya pada rasa bersalah, maka itu menyesatkan.

Akan tetapi, apabila Kawan Puan menemukan kegembiraan pada kegiatan yang kamu jalani, maka lakukanlah kegiatan tersebut.

Contoh mudahnya, jika terlalu menikmati acara TV mungkin memang tidak membuatmu pintar, tapi jelas aktivitas tersebut membuatmu tertawa terbahak-bahak.

Baca Juga: Pengidap Kanker Payudara Perlu Bantuan Psikologis, Mengapa Demikian?

Tak bisa dimungkiri, guilty pleasure membawa emosi positif kepada seseorang, mengurangi stres, dan meningkatkan kesehatan mental serta kesejahteraanmu, lho, Kawan Puan. (*)

Sumber: Fast Company,Psychology Iresearchnet,Kentucky Counseling Center
Penulis:
Editor: Aghnia Hilya Nizarisda

Benarkah Tertawa Baik untuk Menjaga Kesehatan Mental? Ini Penjelasannya