Zairiah Lubis 'Nenek Guru' Jadi Perempuan Difabel yang Mengajar TK selama 22 Tahun

Rizka Rachmania - Selasa, 5 Oktober 2021
Zairiah Lubis, perempuan difabel yang menjadi guru TK selama 22 tahun sedang mengajar muridnya, Selasa (5/10/2021).
Zairiah Lubis, perempuan difabel yang menjadi guru TK selama 22 tahun sedang mengajar muridnya, Selasa (5/10/2021). Tri Purna Jaya/Kompas.com

Parapuan.co - Seorang perempuan difabel bernama Zairiah Lubis menceritakan kisahnya menjadi guru TK selama 22 tahun.

Meski memiliki keterbatasan fisik, namun hal tersebut tidak menghalangi perempuan itu untuk mengajar anak-anak TK.

Zairiah yang kini berusia 55 tahun itu selama puluhan tahun mendedikasikan dirinya sebagai pengajar anak usia dini di wilayah Kecamatan Panjang, Lampung.

Kecintaan perempuan itu terhadap dunia pendidikan anak membuat sosoknya sangat diingat dan membekas dalam ingatan muridnya.

Perempuan kelahiran Sumatra Utara itu pun kini bahkan punya panggilan kesayangan baru, yakni nenek guru.

Baca Juga: Kisah Qomarul Lailah, Guru SD yang Jadi Wasit Bulu Tangkis di Olimpiade 2020

Hal itu tak terlepas dari usianya yang kini sudah tak lagi muda.

"Sekarang jadi nenek guru, bukan ibu guru lagi," kata Zairiah melansir dari Kompas.com, saat ditemui usia dirinya mengajar, Selasa (5/10/2021).

Ternyata, ada kisah menarik di balik panggilan nenek guru yang disematkan pada Zairiah itu lho, Kawan Puan.

Hal itu bermula ketika ada murid Zairiah dulu yang mengantarkan anaknya ke tempat Zairiah mengajar.

Jadi, murid lama Zairiah itu kini sudah punya anak dan anaknya itu akan disekolahkan di tempat Zairiah mengajar, TK Nursa, Kecamatan Panjang.

 

Ketika itu, Zairiah tidak mengenali sang murid yang mengantarkan anaknya.

Zairiah hanya berpikir kalau itu adalah orang tua siswa yang memang sedang mengantarkan anaknya ke sekolah.

Tapi siapa sangka orang tua anak itu dulunya adalah murid dia.

"Dia bilang, 'Bu, masih kenal sama saya enggak? Saya dulu diajar sama Ibu di sini'," ujar Zairiah.

"Oalah ternyata mantan murid saya, anaknya saya juga yang ngajar sekarang," kata Zairiah lebih lanjut.

Kejadian itu sangat wajar terjadi sebab Zairiah sendiri sudah mengajar selama 22 tahun.

Baca Juga: Inspiratif! Mahasiswi Undip Raih 3 Medali Emas di PON XX Papua

Maka tak heran kalau ada muridnya dulu yang kini sudah memiliki anak dan menjadi murid Zairiah juga.

"Jadi sekarang bukan ibu guru lagi, tapi jadi nenek guru," ucap Zairiah sambil tertawa kecil.

Selama 22 tahun kehidupannya, Zairiah habiskan untuk mengajar anak-anak usia dini di tepi pantai di Kampung Karang Maritim, Kelurahan Panjang Selatan.

Saat ini, lengan kiri Zairiah sudah tidak bisa berfungsi dengan baik.

Meski begitu, kondisi tersebut bukan halangan bagi Zairiah untuk mengajar.

Ia terus mengajar dan membentuk karakter anak-anak.

"Usia dini adalah masa emas bagi anak-anak. Di sini, anak harus dibentuk dahulu karakternya," kata Zairiah menjelaskan.

Zairiah pun sempat mengatakan kalau ia khawatir dengan anak didiknya selama masa PPKM dan sekolah dilakukan jarak jauh.

"Tidak semua orang tua murid memiliki ponsel agar anaknya bisa belajar daring," kata Zairiah.

Lingkungan sekitar TK Nursa pun banyak dihuni oleh masyarakat kelas bawah yang rata-rata bekerja sebagai nelayan maupun pedagang ikan.

Maka dari itulah, Zairiah dan guru lainnya berinisiatif mendatangi para murid.

Mereka mengajar di rumah murid tersebut dengan protokol kesehatan ketat selama dua kali dalam sepekan.

Satu kali pertemuan diikuti oleh tiga sampai dengan empat anak dengan pembagian mencapai tiga kali sesi.

Baca Juga: Bangga, Dua Mahasiswi UGM Wakili Indonesia di Kompetisi ASEAN DSE 2021

"Capek sih, capek harus jalan ke rumah murid. Tapi bagaimana ya, memang begini siasatnya agar anak-anak bisa tetap belajar, karena rata-rata masyarakat kelas bawah," kata Zairiah.

Memperingati Hari Guru Sedunia tanggal 5 Oktober, Zairiah adalah salah satu sosok perempuan yang menjadi realitas dari kerelaan guru dalam mendidikan calon penerus bangsa.

Bagi Zairiah, keterbatasan yang dialaminya maupun yang dialami siswanya tidak boleh menjadi alasan anak-anak tidak mendapatkan pendidikan.

"Yang penting, anak-anak bisa terus belajar, karena ini penting bagi masa depan mereka," tegasnya. (*)

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Rizka Rachmania