5 Pola Asuh Masa Lalu yang Tidak Relevan untuk Diterapkan pada Anak

Ericha Fernanda - Selasa, 5 Oktober 2021
Pola asuh kuno yang perlu dihindari
Pola asuh kuno yang perlu dihindari staticnak1983

Parapuan.co - Seiring perkembangan zaman, pola asuh umum selalu berkembang dan diperbaharui dari generasi ke generasi.

Selain itu, perbedaan latar belakang orang tua dan pengetahuan dalam pola asuh anak turut memengaruhi bagaimana membesarkan anak dengan baik.

Memang tidak ada orang tua yang sempurna, dalam pengasuhan pun orang tua juga belajar tentang kehidupan dari anak.

Pengasuhan adalah arena belajar bersama, di mana orang tua dan anak menjalin kesepahaman dengan pengasuhan apa yang sedang diterapkan.

Baca Juga: Jangan Abaikan, Ini 4 Cara Mengetahui Anak Sedang Berjuang dengan Kesehatan Mentalnya

Melansir Bright Side, berikut pola asuh masa lalu yang tidak relevan untuk diterapkan pada anak.

1. Meneriaki anak untuk menunjukkan otoritas

Berteriak pada anak atau hukuman verbal kerap dilakukan orang tua agar anak mendengarkan dan menurutinya.

Ini bukanlah cara efektif untuk mendidik anak-anak, bahkan bisa menimbulkan trauma atau inner child (luka batin masa kecil).

Disiplin jenis ini hanya akan memperbesar jurang pemisah antara anak-anak dan orang tua.

Menunjukkan otoritas atau kekuasaan pada anak sangat tidak disarankan, sebab bisa mengakibatkan mental anak yang khawatir, obsesif, dan cemas.

2. Menganggap anak sebagai teman

Orang tua yang otoriter tidak memberikan hasil yang baik, begitu juga pola asuh permisif yang membuat anak-anak tidak menghormati aturan.

Orang tua harus dianggap sebagai “model panutan” bagi anak-anak mereka, meskipun banyak sekali kekurangan yang dimiliki.

Jadi, penting untuk membesarkan anak-anak sedemikian rupa sehingga mereka belajar untuk mengikuti aturan, baik aturan di rumah ataupun masyarakat.

Serta, menanamkan nilai-nilai dalam diri mereka yang membantunya hidup di masyarakat.

Baca Juga: Tak Perlu Marah, Ini 5 Tips Mengajarkan Anak agar Mau Mendengarkan Orang Tua 

3. Membandingkan antarsaudara kandung

Sering kali, orang tua percaya bahwa anak yang disiplin dengan nilai bagus lebih mungkin berhasil di masa depan.

Oleh sebab itu, orang tua menjadi lebih memperhatikan anak yang menunjukkan kualitas-kualitas ini dan menunjukkannya pada anak yang lain.

Keadaan ini hanya akan mendorong persaingan dan perbedaan saudara kandung, yang mengarah pada perkembangan masalah perilaku dan konflik keluarga di kemudian hari.

Jadi penting untuk dimengerti, jika anak memiliki karakteristik masing-masing yang tidak disamakan.

Misalnya, si kakak memiliki bakat matematika luar biasa, sedangkan adiknya memiliki bakat bermusik.

Ini bukan berarti si adik tidak cerdas dalam pelajaran akademik, mereka memiliki kecerdasan musikal untuk gaya belajarnya.

4. Obsesi pada kesuksesan

Ada orang tua yang terobsesi mendorong anaknya agar sukses, yang mengartikan bahwa orang tuanya juga sukses dalam pengasuhan.

Contohnya, mengikutsertakan anak-anak dalam banyak kegiatan ekstrakurikuler yang memungkinkan mereka mengasah keterampilannya.

Namun, obsesi memiliki anak sukses yang hanya menuai prestasi dalam segala hal hanya berkontribusi menciptakan anak-anak yang tidak bahagia.

Pada akhirnya mereka hanya memenuhi harapan orang tuanya tanpa memuaskan keinginannya sendiri.

Baca Juga: 5 Cara Penting Membesarkan Anak Laki-Laki yang Menghargai Perempuan

5. Bersembunyi saat sedih

Orang tua sering kali mencoba menggambarkan citra kesempurnaan dan menghindari menunjukkan diri mereka sedang sedih.

Namun, penting bagi anak-anak untuk mengetahui bahwa orang dewasa juga memiliki saat-saat apatis atau kesedihan.

Perasaan tak bisa diremehkan, tetapi harus disalurkan agar anak tidak menyembunyikannya ketika mereka mengalami krisis pada saat-saat tertentu dalam hidupnya.

(*)

Sumber: Bright Side
Penulis:
Editor: Maharani Kusuma Daruwati