Koleksi 4 Museum di 4 Negara, Hasil Karya Para Seniman Ini Bisa Disaksikan di Sini

Maharani Kusuma Daruwati - Kamis, 5 Agustus 2021
Ho Tzu Nyen - The Critical Dictionary of Southeast Asia- F for Fold, Artist's book (2021)
Ho Tzu Nyen - The Critical Dictionary of Southeast Asia- F for Fold, Artist's book (2021) Goethe-Institut

Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak, Jakarta, Galeri Nasional Indonesia (28 Januari – 28 Februari 2022 – TBC)

Sekitar masa Konferensi Asia-Afrika (Bandung, 1955), pameran berorientasi geopolitik mulai merebak di seluruh dunia.

Di antaranya tercatat Sao Paulo Biennale (perdana 1951), Alexandria Biennale (perdana 1955), dan Biennial of Graphic Arts (Ljubljana, perdana 1955).

Satu dasawarsa kemudian ASEAN dibentuk. Memasuki tahun 1981, pameran keliling di antara negara-negara anggota ASEAN mulai berlangsung.

Pada masa itu juga terjadi lonjakan pameran internasional yang tidak berkiblat ke Barat seperti Fukuoka Asian Art Triennale (perdana 1979), Asian Art Biennale (Bangladesh, perdana 1981), Australia and the Regions Exchange (perdana 1983), dan Havana Biennale (perdana 1984). Lingkup Gerakan Nonblok (didirikan 1961) mungkin terlampau luas untuk upaya seperti itu, atau kita bisa berasumsi bahwa Sao Paulo Biennale mencakup “kawasan” tersebut, mengingat pendekatan awal yang digunakan untuk menemukan seniman dan mengirim karya adalah kerja sama antarpemerintah.

Baca Juga: Tak Kalah dari Raja Ampat, 5 Pantai di Sumatera Utara Ini Juga Punya Daya Tarik Istimewa

Apa yang dapat kita pelajari dari berbagai pertukaran tersebut?

Apakah pertukaran-pertukaran itu semata gerak-gerik simbolik? Seperti apa hubungan para seniman?

Betulkah terjadi pertukaran di antara para perorangan seniman ini? Pameran ini dikurasi oleh Grace Samboh, bersama Anna-Catharina Gebbers, Gridthiya Gaweewong dan June Yap.

“Galeri Nasional Indonesia (Galnas) menjadi rumah untuk lebih dari 1898 karya seni modern dan kontemporer. Pada umumnya, Galnas mewadahi pameran eksternal dan menjalankan program-program yang diprakarsai oleh Direktorat Seni dan Budaya. Baru dalam tujuh tahun terakhir Galnas mulai memasang koleksinya dalam galeri permanen. Minat saya sebagai kurator sederhana saja. Saya ingin memanfaatkan infrastruktur yang sudah ada. Saya ingin melihat bagaimana negara menyapa masyarakat serta pekerja seni sembari menghidupkan koleksi mereka melalui ajang pameran, seminar dan peragaan koleksi,“ terang Grace Samboh, peneliti dan kurator.

Untuk kabar terkini mengenai pameran dan program publik dalam rangka Collecting Entanglements and Embodied Histories, silakan kunjungi collectingentanglements.net.

(*)

 

Jejak Peninggalan Kartini di Rembang dan Jepara yang Jadi Destinasi Wisata