Ternyata, Tak Semua Brand Label 'Green Fashion' Mempraktikkan Mode Berkelanjutan

Citra Narada Putri - Selasa, 13 Juli 2021
Masih ada brand yang melabeli diri sebagai green fashion benar-benar menerapkan produksi yang berkelanjutan.
Masih ada brand yang melabeli diri sebagai green fashion benar-benar menerapkan produksi yang berkelanjutan. Getty Images/iStockphoto

Parapuan.co – Perubahan perilaku konsumen yang belakangan sangat peduli dengan lingkungan, membuat para pelaku industri mode melabeli brand mereka sebagai pendukung eco-fashion.

Pasalnya memang, limbah dari industri fashion adalah salah satu yang terbesar. Bahkan menurut Council for Textile Recycling, setiap tahunnya Amerika Serikat menghasilkan limbah pakaian sebanyak 11 milyar kilogram.

Hal ini pun mendorong para produsen untuk membuat produk-produk yang terbuat dari bahan daur ulang, menggunakan material yang ramah lingkungan hingga pewarna alami.

Namun ternyata, tak semua klaim yang dilakukan oleh brand mode pada produk-produk eco-fashion tersebut benar adanya.

Menurut laporan Changing Markets Foundation, setidaknya 59 persen klaim oleh merek fashion Eropa dan Inggris tersebut menyesatkan.

Baca Juga: Pentingnya Pemberdayaan Petani Ulat Sutra Eri untuk Penuhi Kebutuhan Industri Mode Berkelanjutan

Memang, kebanyakan dari brand-brand tersebut berjanji untuk mengurangi jejak karbon sebagai bentuk kontribusi pada penyelamatan lingkungan.

Kendati demikian, sayangnya, sebagian besar dari brand-brand fashion tersebut masih bergantung pada serat sintetis berbasis bahan bakar fosil.

“Brand (fashion) dengan cepat memanfaatkan perhatian konsumen dengan menggunakan konsep ‘keberlanjutan’ sebagai taktik pemasaran,” tutur Urska Trunk, campaign manager di Changing Markets Foundation.

“Sebagian besar klaim semacam itu semuanya (hanya) gaya dan tanpa substansi,” tambahnya.

Penggunaan serat sintetis masih jadi masalah besar bagi ritel pakaian karena memang bahan ini masih mengandalkan bahan bakar fosil seperti minyak dan gas untuk produksinya.

Bahkan melansir dari Green Queen, ironisnya penggunaan minyak untuk memproduksi serat sintetis ini melebihi konsumsi minyak tahunan di Spanyol.

Adapun salah satu contoh serat sintetis adalah virgin polyester, yang mana kini tak lagi digunakan oleh para pelaku industri fashion yang serius dengan konsep eco-fashion.

Namun, masih menurut laporan Changing Markets Foundation, masih ada bahan sintetis lain yang kurang terkenal, tapi masih digunakan oleh sejumlah brand.

Tak hanya masih menggunakan serat sintetis yang tak ramah lingkungan, ternyata beberapa dari brand fashion juga tak transparan dalam menunjukkan informasi yang kredibel tentang bagaimana strategi mereka dalam mengurangi jejak karbon dalam produksi pakaian.

Misalnya, beberapa produk menyematkan label ‘responsible’ atau dalam arti diproduksi secara bertanggung jawab.

Namun label tersebut tidak menyertai informasi tambahan berapa banyak bahan yang didaur ulang, sehingga sebuah produk pantas disebut ‘responsible’.

“Meskipun brand mendorong untuk membeli (produk fashion) lebih sedikit dan bergabung dalam perang melawan fast fashion yang tidak bertanggung jawab, namun tak ada komitmen untuk menjauh dari (bahan) sintetis sama sekali,” ujar para peneliti Changing Markets Foundation.

Baca Juga: Toko Online Ini Jual Murah Kain Sisa Louis Vuitton dan Dior

Dari sini pun kita belajar bahwa ternyata masih ada brand yang masih tak cukup transparan dengan klaim mendukung mode berkelanjutan.

Maka dari itu penting untuk kita lebih teliti dan peka dalam memilih produk pakaian yang akan dibeli.

Misalnya dengan memerhatikan material-material yang digunakan, apakah masih menggunakan serat-serat sintetis atau tidak.

Ini adalah Langkah terkecil yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan lingkungan dan mendukung mode berkelanjutan. (*)

BERITA TERPOPULER FASHION & BEAUTY: Jam Tangan Kim Soo Hyun hingga Hair Care Aespa