Pandangan Hukum Soal Pemaksaan Kontrasepsi pada Britney Spears, Legal atau Tidak?

Aulia Firafiroh - Sabtu, 26 Juni 2021
Free Britney
Free Britney

Parapuan.co - Pada Rabu (23/6/2021) lalu, Britney Spears menceritakan perlakuan sang ayah dalam pidato 20 menitnya di Pengadilan Tinggi Los Angeles.

Pelantun lagu "Toxic" tersebut menuntut agar konservatori dirinya yang diberikan pada sang ayah dihentikan.

Hal yang menjadi sorotan atas kasus konservatori Britney Spears ialah hak-hak reproduksinya diatur oleh pihak wali.

Britney Spears mengaku tidak bisa melepas alat kontrasepsi IUD yang terpasang di rahimnya.

Baca juga: Britney Spears Terlibat Kasus Konservatori dengan Ayah, Apa Itu?

Jamie Spears yang merupakan ayah Britney Spears sekaligus ketua tim manajemen, konservator atau wali dirinya secara legal, melarangnya melepaskan alat kontrasepsi IUD karena tidak ingin ia hamil lagi.

Dilansir dari New York Times, apa yang dialami Britney Spears telah memancing beberapa ahli hukum angkat bicara mengenai konservatori, salah satunya Ruth Dawson.

Peneliti Associate Kebijakan Utama di Institut Guttmacher ini mengatakan bahwa pemaksaan pemakaian alat kotrasepsi diluar kehendaknya merupakan pelanggaran hak asasi manusia.

“Memaksa seseorang untuk menggunakan alat kontrasepsi di luar kehendak mereka adalah pelanggaran hak asasi manusia dan otonomi tubuh, sama seperti memaksa seseorang untuk hamil atau tetap hamil di luar kehendak mereka,” ujar Ruth Dawson.

 

Pemaksaan kontrasepsi dalam konservatori jarang direstui oleh pengadilan.

Namun momok ini muncul, berawal dari sterilisasi paksa yang menjadi sejarah suram Amerika Serikat.

Praktik sterilisasi paksa yang sudah dilakukan jaman dulu ini ditujukan kepada perempuan miskin, perempuan kulit berwarna, dan narapidana.

Bahkan pada awal abad ke 20, praktik ini disetujui oleh negara dan disahkan oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat.

Baca juga: ]Kesaksian Britney Spears Dipaksa Pakai Kontrasepsi dan Dilarang Punya Anak

Meski peraturan sudah berganti pada tahun 1940-an dan banyak yang setuju bahwa praktik sterilisasi paksa adalah tindakan tidak manusiawi, namun praktik tersebut masih saja ditoleransi secara diam-diam.

Lalu pada tahun 1970-an, sebagian besar suara di pemerintahan sepakat bahwa legalisasi sterilisasi paksa harus dicabut, namun sampai saat ini histerektomi paksa dan ligasi tuba kepada para perempuan di pusat penahanan imigran masih terus dilakukan.

Baru pada tahun 2014, pemerintah lokal California melarang praktik sterilisasi paksa terhadap narapidana perempuan.

Sejarah kelam Amerika Serikat mengenai pemaksaan sterilisasi, masih digunakan dalam peraturan konservatori dalam bentuk pemaksaan pemakaian kontrasepsi.

 

Kasus konservatori penyanyi 39 tahun ini, menjadi sorotan publik. Pasalnya, tidak hanya dipaksa untuk memakai kontrasepsi dan dilarang punya anak, ia juga mengaku diperbudak oleh ayahnya sendiri.

Berdasarkan hukum di Amerika Serikat, seorang konservator memiliki kendali sementara atas keuangan hingga perawatan medis orang yang dianggap tidak mampu merawat dirinya.

13 tahun lalu saat konservatori Britney Spears diberikan kepada ayahnya, pembelaan Britney Spears tidak disetujui karena dianggap memiliki masalah kesehatan mental.

Menurut rumor yang beredar, Jamie Spears khawatir putrinya tidak bisa mengelola keuangannya dan berselisih dengan kekasih Britney Spears, Sam Asghari.

Baca juga: Framing Britney Spears dan Begitu Mudahnya Kita Menghakimi Orang Lain

Mengenai hal tersebut, salah satu pakar hukum juga bicara mengenai keputusan Jamie Spears yang memaksa putrinya untuk memakai kontrasepsi.

“Obatnya bukan untuk mengatakan bahwa mereka tidak dapat bereproduksi,” kata Sylvia Law, seorang sarjana hukum kesehatan di New York University School of Law dikutip dari New York Times.

Selain itu, Hakim William O. Douglas dalam penelitiannnya juga mengatakan bahwa keputusan perempuan untuk hamil, melahirkan, atau tidak adalah hal yang mendasar.

“Eksperimen apa pun yang dilakukan negara untuk mencederai hak perempuan tidak dapat diampuni. Jika itu terjadi, hak perempuan selamanya dirampas dari kebebasan dasar," tulis William dalam penelitiannya. (*)

 

Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh