3 Cara Perempuan Menghadapi Perceraian dengan Tegar dan Kuat

By Saras Bening Sumunar, Jumat, 11 Juli 2025

Cara perempuan menghadapi perceraian dengan tangguh.

Parapuan.co Perceraian adalah fase hidup yang tidak pernah direncanakan dalam setiap pernikahan, namun bisa saja menjadi kenyataan dan harus dihadapi. Ketika perempuan mengalami perceraian, beban emosional, sosial, bahkan finansial seringkali terasa berlipat ganda.

Bukan hanya soal perpisahan dari pasangan hidup, tetapi juga berhadapan dengan stigma masyarakat, tanggung jawab sebagai ibu, hingga keharusan untuk membangun kembali identitas dan arah hidup yang mungkin sempat terkubur dalam peran sebagai istri.

Di tengah badai emosional yang menghantam dari berbagai arah, perempuan sering kali dihadapkan pada tuntutan untuk tetap terlihat tegar, bertahan demi anak-anak, dan menjaga kehormatan keluarga, seolah-olah tidak diberi ruang untuk bersedih secara utuh.

Tak sedikit perempuan merasa hancur, hilang arah, dan kehilangan rasa percaya diri setelah perceraian, apalagi jika prosesnya menyisakan luka batin mendalam seperti pengkhianatan, kekerasan rumah tangga, atau manipulasi emosional.

Meski begitu, penting dipahami bahwa perceraian bukan akhir dari segalanya. Justru, bagi banyak perempuan, perceraian bisa menjadi awal dari kehidupan yang lebih jujur, bebas, dan penuh makna.

Agar kamu bisa melewati fase ini dengan bijak dan utuh, berikut PARAPUAN merangkum tentang cara perempuan menghadapi perceraian, mulai dari aspek emosional, hukum, hingga membangun kembali hidup pasca perceraian.

1. Mengelola Emosi dengan Jujur dan Sehat

Langkah pertama yang harus kamu lakukan adalah mengakui bahwa kamu sedang terluka. Jangan memaksa diri untuk segera kuat atau terlihat baik-baik saja. Emosi seperti marah, kecewa, takut, dan sedih adalah reaksi normal yang manusiawi dalam menghadapi perceraian.

Berikan ruang bagi dirimu untuk merasakan seluruh emosi tersebut secara sadar, tanpa menekannya. Menulis jurnal, berbicara dengan teman dekat yang suportif, atau menjalani terapi dengan psikolog profesional bisa membantu memahami apa perasaan sebenarnya dan bagaimana cara menyembuhkannya secara sehat.

 Baca Juga: Perempuan Harus Aware, Inilah 4 Faktor yang Kerap Menjadi Alasan Perceraian

Ingatlah bahwa mengelola emosi bukan berarti menyingkirkan perasaan negatif, melainkan mengolahnya agar tidak menguasai hidupmu. Ketika kamu belajar untuk berdamai dengan luka, kamu akan lebih mampu melangkah maju dengan penuh kesadaran.

Zina Arinze yang sudah pernah mengalami percerian mengatakan bahwa ia merasakan berbagai emosi yang begitu membingungkan. "Saya mengalamai berbagai macam emosi yang membingungkan, terkadang semuanya sekaligus," katanya dikutip dari Good Housekeeping.

2. Melindungi Anak Secara Emosional

Jika kamu memiliki anak, salah satu tantangan terbesar adalah menjaga kondisi psikologis mereka agar tidak terlalu terdampak oleh konflik orang tua. Meski kamu dan mantan pasangan sudah tidak bisa bersama, anak tetap membutuhkan figur ayah dan ibu yang stabil secara emosional.

Usahakan untuk tidak menjadikan anak sebagai pelampiasan emosi atau alat tawar dalam proses hukum. Jelaskan kepada mereka dengan bahasa yang sesuai usia bahwa perceraian bukanlah kesalahan mereka, dan kamu tetap mencintai mereka sepenuhnya.

Konseling keluarga atau terapi anak bisa menjadi solusi jika kamu merasa kesulitan menjelaskan perubahan ini. Ketika anak merasa aman dan dicintai, proses adaptasi akan berjalan lebih baik bagi semua pihak.

3. Merancang Kehidupan Baru

Setelah perceraian disahkan, kamu mungkin akan merasa hampa, bingung harus mulai dari mana, dan mempertanyakan nilai dirimu sendiri. Di titik inilah kamu perlu membangun kembali pondasi hidupmu dengan versi yang lebih kuat, sadar, dan merdeka.

Cobalah untuk membuat rencana jangka pendek dan panjang, baik dari sisi finansial, karier, maupun pengembangan diri. Apakah kamu ingin kembali bekerja, melanjutkan kuliah, memulai bisnis, atau sekadar meluangkan waktu untuk mengenali dirimu sendiri lebih dalam?

Perceraian memberi kesempatan bagi kamu untuk menyusun ulang prioritas hidup tanpa harus menyesuaikan dengan ekspektasi pasangan. Manfaatkan kesempatan ini untuk bertumbuh secara personal, memperluas relasi sosial secara sehat, dan menciptakan hidup yang kamu inginkan, bukan hidup yang dikompromikan.

Baca Juga: Waspada 7 Red Flag Pernikahan yang Bisa Berujung pada Perceraian

(*)