3 Tantangan Besar yang Rentan Dihadapi Perempuan di Sektor Pendidikan

By Saras Bening Sumunar, Selasa, 6 Mei 2025

Tantangan perempuan di sektor pendidikan.

Parapuan.co - Dalam era modern saat ini, pendidikan seharusnya menjadi ruang inklusif yang mendukung kesetaraan gender dan memberikan akses yang adil bagi semua orang untuk berkembang, tanpa memandang latar belakang, status sosial, atau jenis kelamin. Namun, kenyataannya masih jauh dari harapan.

Meski perempuan telah menunjukkan kontribusi luar biasa dalam sektor pendidikan baik sebagai pelajar, pengajar, maupun pemimpin institusi, mereka masih dihadapkan pada berbagai hambatan sistemik dan sosial yang kerap kali tidak terlihat di permukaan.

Tantangan-tantangan ini sering kali bukan hanya bersifat individual, melainkan merupakan bagian dari struktur yang sudah mengakar dalam sistem pendidikan di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Perempuan yang memilih berkecimpung di dunia pendidikan sering kali harus menghadapi ekspektasi ganda, yaitu sebagai tenaga pendidik profesional sekaligus pengelola urusan domestik.

Selain itu, masih ada bias-bias gender dalam proses perekrutan, promosi jabatan, hingga akses terhadap pelatihan atau pendidikan lanjutan. Ironisnya, sektor pendidikan yang seharusnya menjadi pelopor dalam menyuarakan nilai-nilai kesetaraan, justru masih menyimpan banyak ketimpangan berbasis gender yang sering kali tersembunyi.

Berikut PARAPUAN merangkum berbagai tantangan perempuan dalam sektor pendidikan yang masih banyak terjadi.

1. Stigma Perempuan Tidak Layak Mendapatkan Pendidikan Tinggi

Di beberapa daerah, khususnya wilayah-wilayah terpencil masih banyak stigma tentang perempuan yang tidak berhak mendapatkan akses pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Perempuan 'seakan' hanya diwajibkan untuk segera menikah dan mengurus rumah tangga.

Misalnya saja di India, merujuk dari laman India Todaykesenjangan gender dalam akses pendidikan masih begitu terasa. Bahkan dalam Laporan Kesenjangan Gender Global oleh Forum Ekonomi Dunia tahun 2024, India berada di peringkat 129 dari 146 negara. Peringkat tersebut mencerminkan penurunan signifikan dalam kesetaraan gender khususnya pendidikan.

Laporan tersebut menyoroti bahwa posisi India semakin merosot karena memburuknya kondisi pencapaian pendidikan di kalangan perempuan dan anak perempuan.

Baca Juga: Peran Perempuan dalam Pendidikan, Fondasi Masa Depan Inklusif dan Berdaya

Diskriminasi seperti ini menciptakan ruang yang tidak adil, di mana perempuan tidak memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh, diakui, dan dihargai atas kontribusinya.

2. Minimnya Representasi Perempuan di Posisi Kepemimpinan Pendidikan

Sementara menurut laman LinkedIn, meskipun banyak perempuan bekerja di sektor pendidikan, hanya sedikit dari mereka yang berhasil menempati posisi kepemimpinan seperti kepala sekolah, dekan, atau rektor. Hal ini terjadi karena berbagai faktor, mulai dari bias gender dalam proses promosi hingga keterbatasan akses terhadap pelatihan kepemimpinan yang strategis.

Representasi yang tidak seimbang ini menciptakan ketimpangan dalam pengambilan keputusan, karena perspektif perempuan kurang terakomodasi dalam merancang kebijakan pendidikan.

3. Kekerasan dan Pelecehan di Lingkungan Pendidikan

Sayangnya, kekerasan berbasis gender masih menjadi isu serius di lingkungan pendidikan. Banyak perempuan yang menjadi korban pelecehan verbal, fisik, atau seksual, baik oleh kolega maupun atasan, namun tidak melaporkannya karena takut stigma atau ancaman terhadap karier mereka.

Ketidakamanan ini menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat dan menghambat perempuan untuk berkembang secara optimal. Salah satu kasus yang belakangan tengah disorot adalah kekerasan seksual yang melibatkan pemimpin pondok pesantren (ponpes) di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

AF, melakukan kekerasan seksual pada puluhan santriwatinya. Dengan modus 'mensucikan rahim', pelaku secara tega melancarkan aksinya pada korban saat malam hari. Kasus ini terkuak setelah korban menyaksikan series Bidaah yang juga menyoroti aksi kekerasan seksual di dalam sektor pendidikan khususnya pesantren.

Menghadapi tantangan-tantangan tersebut tidak hanya menjadi tanggung jawab individu perempuan, tetapi merupakan tanggung jawab kolektif dari seluruh ekosistem pendidikan, mulai dari pembuat kebijakan, pimpinan institusi, rekan kerja, hingga masyarakat luas.

Perubahan budaya kerja yang lebih adil gender, penyediaan fasilitas pendukung yang ramah perempuan, dan edukasi berkelanjutan mengenai kesetaraan harus terus digalakkan demi menciptakan ruang pendidikan yang sehat, inklusif, dan memberdayakan untuk semua.

Baca Juga: Mengenal 4 Tokoh Perempuan Inspiratif di Dunia Pendidikan Memperingati Hardiknas

(*)