Parapuan.co - Kawan Puan, kamu perlu tahu kalau kemerdekaan Republik Indonesia tidak terlepas dari peran perempuan.
Sama seperti laki-laki, sejumlah nama pahlawan nasional perempuan Indonesia juga layak untuk kamu ketahui.
Tak hanya namanya, perjuangannya dalam berkontribusi memerangi penjajah layak pula untuk diacungi jempol.
Selain Cut Nyak Dien, R.A. Kartini, Cut Meutia, dan beberapa nama lain yang berjuang dengan caranya masing-masing, ada sosok Siti Manggopoh.
Siti Manggopoh merupakan pahlawan perempuan asal Sumatera yang dijuluki sebagai Singa Betina.
Seperti apa perjuangannya sampai mendapat julukan tersebut? Simak kisahnya seperti dikutip dari laman Kemendikbud berikut ini!
Profil Siti Manggopoh
Siti Manggopoh atau yang mempunyai nama asli Mande Siti adalah perempuan kelahiran Manggopoh, Lubuk Basung, Agam, Sumatera Barat.
Mande Siti lahir pada 1 Mei 1880 di Manggopoh, Hindia Belanda dan meninggal tanggal 22 Agustus 1965.
Baca Juga: Kisah Cut Meutia, Pahlawan Perempuan yang Ahli Strategi Perang
Ia meninggal dunia di umur 85 tahun saat menetap di Gasan Gadang, Batang Gasan, Padang Pariaman.
Kemudian, ia dimakamkan di tanah kelahirannya di kawasan Taman Makam Pahlawan Siti Manggopoh.
Perempuan hebat ini menikah dengan pemuda bernama Rasyid, dan keduanya berperang bersama melawan tentara kolonial.
Perjuangan Sang Singa Betina
Siti Manggopoh melakukan perlawanan terhadap kebijakan ekonomi Belanda melalui pajang uang atau disebut dengan belasting.
Peraturan tersebut dianggap bertentangan dengan adat Minangkabau mengingat tanah adalah milik pribumi atau rakyat Minang sendiri.
Terlebih lagi, penerapan pajak belasting sangat mencekik karena ada pajak tanah, rumah adat, tembakau, hingga barang rumah tangga.
Akhirnya pada tahun 1908, Siti dan sang suami melawan dan berhasil menewaskan puluhan tentara kolonial.
Baca Juga: Kisah Nyi Ageng Serang, Penasihat dan Panglima Perang Diponegoro
Belanda bahkan kewalahan dengan aksi Siti Manggopoh hingga meminta bantuan tentara dari daerah lain.
Namun meski kolonial punya bala bantuan, Siti mampu mengatur siasat dan dapat mengalahkan 53 serdadu penjaga benteng Belanda.
Akibat aksinya, Siti pernah menjadi buron dan beberapa kali ditangkap tentara kolonial.
Bahkan, lantaran sudah mempunyai anak, ia sampai mengajak putrinya yang masih bayi di tengah perlawanannya.
Putrinya bernama Dalima pernah dibawa untuk bersembunyi ke hutan selama 17 hari.
Sang putri kecil juga pernah ikut dipenjara bersamanya selama 16 bulan di Pariaman, dan 12 bulan di Padang.
Akan tetapi mempertimbangkan sang anak yang masih kecil, tentara kolonial memutuskan untuk membebaskan Siti.
Hanya saja, pihak Belanda tidak melepaskan sang suami dan membuangnya ke Manado.
Perjuangan Siti bersama suami melawan Belanda selagi membesarkan anak perempuannya patut dijadikan inspirasi, nih, Kawan Puan.
Baca Juga: Perjalanan Fatmawati Soekarno dalam Kemerdekaan Republik Indonesia
(*)