Parapuan.co - 1 Februari 2022 besok akan diperingati sebagai Tahun Baru Imlek atau sering disebut juga Tahun Baru Cina.
Tahun Baru Cina ini juga turut dirayakan oleh masyarakat di Indonesia, terutama bagi para keturunan Tionghoa.
Di Indonesia, Tahun Baru Imlek pun dirayakan dengan berbagai kegiatan yang khas dan meriah.
Salah satunya adalah adanya pertunjukkan barongsai yang ramai dilakukan menjelang hingga sesudah Tahun Baru Cina ini.
Barongsai sendiri merupakan tarian tradisional Cina yang dilakukan dengan menggunakan sarung yang menyerupai singa.
Mengutip dari Kompas.com, barongsai diketahui sudah ada sejak ribuan tahun.
Catatan pertama dari tarian ini disebut bisa ditelusuri pada Dinasti Chin sekitar abad ketiga sebelum Masehi.
Kesenian Barongsai mulai populer pada zaman dinasti Selatan-Utara (Nan Bei) pada 420-589 Masehi. Saat itu, pasukan Raja Song Wen kewalahan menghadapi serangan pasukan gajah Fan Yang dari negeri Lin Yi.
Seorang panglima perang bernama Zhong Que membuat tiruan boneka singa untuk mengusir pasukan Raja Fan itu. Ternyata, upaya itu sukses hingga akhirnya barongsai melegenda.
Baca Juga: Sambut Tahun Baru Imlek, Yuk Ketahui Seni Bela Diri Asal China
Makna Barongsai
Dalam ilmu Feng Shui, barongsai memiliki beberapa arti yang dapat membuat tempat menjadi lebih baik, yaitu:
- Menghilangkan energi negatif: suara yang nyaring dari drum dan gembrengan akan menyucikan atau membersihkan sebuah daerah/tempat yang chi/energi negatif dan jelek, menjadi energi yang baru dan bagus.
- Mengusir roh halus yang tidak baik: kekuatan dari tarian dan keberadaan dari barongsai akan cukup untuk mengusir roh jahat keluar dari lokasi dan memastikan usaha yang dikerjakan akan lebih sukses.
- Membawa keberuntungan: sebagai simbol kekuatan dan membawa keberuntungan dengan keberadaan barongsai.
Tarian Singa tidak hanya dipandang sebagai pertunjukan kekuatan dan seni yang terampil tetapi juga sebagai disiplin pikiran dan tubuh.
Secara eksternal, Tarian Singa adalah latihan tubuh penuh untuk meningkatkan kesehatan dan membutuhkan keterampilan dan ketangkasan.
Gerakan dalam tarian ini juga merupakan pengembangan kekuatan batin dan disiplin diri untuk menerima tantangan hidup dengan keanggunan.
Transmisi tarian singa adalah penyampaian tradisi, garis keturunan, keterampilan dan hubungan.
Dibutuhkan rasa hormat, kesetiaan dan rasa hormat kepada Sifu, pemimpin kelompok, sesama siswa dan bahkan pada kepala singa.
Baca Juga: 5 Makanan Manis Ini Wajib Ada di Tahun Baru Imlek, Apa Saja?
Mengapa Barongsai Selalu Ada saat Imlek?
Seperti dilansir dari China Highlights via Kompas.com, menurut kepercayaan tradisional Tiongkok, singa menandakan keberanian, kekuatan, kebijaksanaan dan keunggulan.
Dalam kebudayaan Cina, barongsai dilakukan di festival-festival atau acara-acara besar untuk membawa keberuntungan dan mengusir roh-roh jahat.
Tarian Barongsai dilakukan untuk mengusir hantu dan roh jahat.
Pasalnya, orang Tiongkok meyakini monster, hantu, roh jahat dan raksasa seperti Nian takut akan suara keras.
Barongsai adalah salah satu tradisi terpenting saat Tahun Baru Cina.
Untuk membawa kemakmuran dan keberuntungan pada tahun yang akan datang.
Sekaligus sebagai cara untuk menciptakan suasana meriah dan membawa kebahagiaan.
Bagi masyarakat Tionghoa, pertunjukan Barongsai ketika Imlek merupakan tradisi untuk mengusir bala dan aura bersifat negatif pada saat Tahun Baru.
Baca Juga: Ini 6 Makanan Khas Tahun Baru Imlek Beserta Makna Dibaliknya
Dengan begitu, diharapkan semakin banyak rejeki datang dan keberhasilan yang bisa diraih pada waktu mendatang.
Di Indonesia, atraksi barongsai diketahui mulai terlihat di Jakarta pada 1850, yang ditampilkan sebagai pertunjukan rakyat.
Bahkan, pertunjukan barongsai sempat dianggap sebagai simbol persatuan dan akulturasi budaya.
Di mana, kala itu pertunjukan barongsai acapkali menjadi momen untuk menampilkan seni budaya lokal Tanjidor dan Gambang Kromong.
Namun, saat era orde baru, perayaan Tahun Baru Imlek dan pertunjukan barongsai sempat dilarang selama kurang lebih 32 tahun.
Barongsai kembali bisa dipertontonkan ketika Reformasi bergulir pada 1998-1999.
Presiden Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan nama Gus Dur mencabut Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 mengenai larangan Tionghoa untuk menggelar seluruh kegiatan.
Kondisi ini membuka kembali keran pertunjukan Barongsai di pesta-pesta rakyat baik dalam rangka hiburan ataupun saat perayaan hari raya tertentu.
Suasana persatuan dan interaksi masyarakat saat menyaksikan Barongsai di pesta-pesta rakyat yang hilang puluhan tahun akhirnya kembali.
Baca Juga: Menjelang Imlek, Yuk Cari Tahu Pecinan Bersejarah di Indonesia
(*)