Ternyata Ini Penyebab Kekerasan pada Perempuan dan Anak Penyandang Disabilitas

Putri Mayla - Sabtu, 4 Desember 2021
Beberapa penyebab kekerasan pada perempuan dan anak perempuan dengan disabilitas.
Beberapa penyebab kekerasan pada perempuan dan anak perempuan dengan disabilitas. PeopleImages

Parapuan.co - Kekerasan pada perempuan penyandang disabilitas masih sering kita temui hingga saat ini.

Hal ini seperti yang diungkapkan menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).

Menurut Komnas Perempuan via Kompas.tv, salah satu kekerasan yang dialami perempuan disabilitas yakni kekerasan seksual.

Lebih lanjut Komnas Perempuan menjelaskan bahwa perempuan dan anak perempuan disabilitas memiliki kerentanan berlapis.

"Kerentanan ini kerap bertumpuk dengan kerentanan-kerentanan lainnya, terutama pendidikan yang rendah, kemiskinan, layanan kesehatan yang buruk, dan stigma negatif dari masyarakat," demikian Komnas Perempuan mengungkapkan dalam keterangan tertulisnya, Jumat (3/12/2021).

Baca Juga: Kekerasan pada Perempuan KBGO dapat Diakibatkan Pinjaman Online

Kekerasan pada perempuan dan anak perempuan disabilitas kerap kali tidak langsung diketahui pihak keluarga penyintas.

Kekerasan diketahui setelah korban mengeluh kesakitan pada perut atau tubuh yang menunjukkan perubahan yang mengindikasikan kehamilan.

"Temuan juga menunjukkan bahwa usia terbanyak korban antara 8-19 tahun, dimana mereka berada pada masa pendidikan dasar dan menengah," ungkap Komnas Perempuan.

Selain itu, Komnas Perempuan juga menyebutkan bahwa perempuan disabilitas rentan menjadi korban kekerasan seksual karena mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi (kespro).

Hal ini perlu menjadi perhatian semua pihak, bahwa kejahatan pada perempuan dapat terjadi pada siapa saja termasuk pada perempuan dan anak penyandang disabilitas.

 

Masih berkaitan dengan kekerasan pada perempuan, keluarga atau orang tua anak perempuan penyandang disabilitas umumnya kurang memahami bagaimana mengasuh mereka.

Masih mengutip dari Kompas.tv, pada saat bersaman, keluarga atau orang tua anak perempuan dengan disabilitas juga tidak memahami bagaimana mendidik mereka.

Adapun salah satu faktornya yakni karena latar belakang pendidikan yang rendah serta faktor ekonomi.

Selain itu, keberadaan lembaga pendidikan yang inklusif, khususnya di wilayah pedesaan dinilai masih sangat terbatas.

"Hal tersebut menyebabkan banyak perempuan dan anak perempuan dengan disabilitas sulit mengakses lembaga pendidikan inklusif yang lokasinya jauh dari rumah," tegasnya.

Baca Juga: Kekerasan pada Perempuan KBGO dapat Diakibatkan Pinjaman Online

Lebih lanjut lagi, ketersediaan teknologi informasi dan komunikasi termasuk jaringan internet semakin luas, namun Komnas Perempuan menyebut penggunaannya belum ramah disabilitas, terutama di masa pandemi Covid-19.

Terlebih lagi, informasi terkait kesehatan reproduksi yang mudah diakses oleh penyandang disabilitas, terutama pada tingkat desa, hingga kini juga belum tersedia.

Padahal, salah satu hak penyandang disabilitas dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas pasal 5 nomor 1T, yaitu ia berhak berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi.

"Kondisi ini diperburuk dengan biaya internet yang tidak dapat dijangkau oleh semua penyandang disabilitas," ujar Komnas Perempuan.

Selain hal-hal yang berkaitan dengan kejahatan pada perempuan disabilitas, informasi mengenai kesehatan reproduksi juga penting.

Melansir Stopvaw, UN merekomendasikan langkah-langkah berikut harus diambil selama pandemi COVID-19 terkait kekerasan pada perempuan dan anak penyandang disabilitas, yaitu:

- Berkonsultasi dengan penyandang disabilitas dan organisasi perwakilan mereka, khususnya dengan organisasi perempuan dan anak perempuan penyandang disabilitas, terkait dengan langkah-langkah penahanan dan mitigasi COVID-19 untuk memastikan ini inklusif disabilitas, sensitif gender, dan dapat diakses.

- Memastikan perawatan kesehatan yang inklusif, peka gender, dapat diakses, dan tidak diskriminatif untuk meminimalkan kematian penyandang disabilitas dan kondisi kesehatan yang mendasarinya.

- Menjamin kesehatan, keselamatan, martabat, dan kemandirian individu dalam masyarakat dan kelanjutan dukungan dan layanan perawatan kesehatan bagi penyandang disabilitas dan keluarganya untuk kehidupan yang mandiri.

- Memberikan solusi untuk pekerjaan jarak jauh dan pendidikan yang inklusif disabilitas dan peka gender, seperti akomodasi yang wajar di rumah dan akses ke materi yang disesuaikan dan dapat diakses.

Baca Juga: Dampak Kekerasan pada Perempuan dalam Rumah Tangga dan Keluarga

- Memastikan informasi dan komunikasi publik yang inklusif dan non-diskriminatif dapat diakses oleh semua orang, termasuk mereka yang memiliki akses terbatas ke teknologi.

- Pastikan langkah-langkah perlindungan sosial responsif gender dan disabilitas, dan berikan bantuan keuangan dan dukungan pendapatan yang ditargetkan untuk penyandang disabilitas dan pengasuh mereka yang terkena dampak krisis secara tidak proporsional.

- Mempromosikan pemilahan data berdasarkan usia, jenis kelamin dan disabilitas dan analisis gender dari hambatan yang dihadapi oleh perempuan dan anak perempuan penyandang disabilitas.

Dengan kerangka kerja yang tepat, negara dan organisasi dapat mulai menurunkan hambatan yang diberikan kepada perempuan dan anak perempuan yang hidup dengan disabilitas.

Hal ini juga diharapkan dapat mencegah terjadinya kekerasan pada perempuan dan anak penyandang disabilitas. (*)

Sumber: Kompas.tv,Stopvaw
Penulis:
Editor: Arintya