WADA Beri Sanksi Indonesia di Thomas Cup 2020 Perihal Doping, Apa Bahayanya Bagi Atlet?

Firdhayanti - Selasa, 19 Oktober 2021
Bendera Indonesia tak muncul di podium juara Thomas Cup 2020 dan digantikan oleh lambag PBSI.
Bendera Indonesia tak muncul di podium juara Thomas Cup 2020 dan digantikan oleh lambag PBSI. PBSI

Parapuan.co - Pada hari Minggu (17/10/2021), Indonesia menjadi juara ajang bulu tangkis Thomas Cup 2020 yang diadakan di Aarhus, Denmark. 

Kemenangan Indonesia di Thomas Cup 2020 adalah penantian yang sudah ditunggu selama 19 tahun lamanya.

Menjadi juara di Thomas Cup 2020, sangat disayangkan bendera Merah Putih tidak berkibar di podium, Kawan Puan.

Baca Juga: Suka Badminton, Raisa Bagikan Keseruan Nonton Final Thomas Cup 2020

Sebagai gantinya, bendera Indonesia tersebut digantikan oleh logo Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI). 

Tak berkibarnya bendera Merah Putih disebabkan oleh sanksi yang diterima Indonesia dari Badan Anti-Doping Dunia (WADA). 

Dalam wada-ama.org, WADA adalah badan internasional yang bertujuan untuk menjaga sportifitas kompetisi olahraga dari penggunaan doping. 

WADA memberikan sanksi karena Indonesia tak mampu memenuhi rencana jumlah tes doping tahunan. 

Berdampak pada Dunia Olahraga Indonesia

Sanksi dari WADA pun berdampak bagi atlet dan dunia olahraga di Indonesia, Kawan Puan.

Contohnya adalah:

- Indonesia tidak memenuhi syarat untuk menjadi tuan rumah kejuaraan tingkat regional, kontinental, atau dunia, selama 1 tahun dan bisa lebih lama.

- Atlet Indonesia terancam sanksi tidak boleh mengibarkan dan membawa nama negara di ajang internasional apapun.

Baca Juga: Juara Piala Thomas, Mengapa Bendera Merah Putih Tak Bisa Berkibar?

 

- WADA mencabut hak-hak privilese pengurus Lembaga Antidoping Indonesia (LADI) di dalam kepengurusan WADA. Hak yang dimaksud seperti hak suara dan bantuan dari WADA kepada LADI.

- Pengurus LADI juga tidak bisa masuk dalam komite yang terafiliasi dengan WADA dan Komite Olimpiade Internasional.

Beberapa agenda kejuaraan internasional di Indonesia satu tahun ke depan, termasuk turnamen bulu tangkis internasional, seperti Indonesia Masters, Piala Asia Sepak Bola Putri U-17, BWF World Tour Finals, dan banyak lagi.

Dilansir dari situs resmi Badan Anti-Doping Dunia (WADA), ada delapan organisasi dan federasi yang mendapatkan sanksi, termasuk Indonesia.

Berdasarkan rekomendasi dari Komite Peninjau Kepatuhan (CRC) dan disetujui oleh Komite Eksekutif Badan (ExCo) WADA, ada sejumlah konsekuensi yang dikenakan pada NADO DPRK (Korea Utara), Indonesia, dan Thailand sebagai sanksi ketidakpatuhan mereka.

1. Negara tersebut kehilangan hak istimewa WADA sampai pemulihan kembali.

Hal ini termasuk: perwakilan negara dianggap tidak memenuhi syarat untuk memegang kantor WADA atau posisi apa pun sebagai anggota dewan atau komite WADA atau badan lain.

2. Negara dianggap tidak memenuhi syarat untuk menyelenggarakan acara apapun, termasuk acara bersama WADA. 

3. Negara dianggap tidak memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam Program Pengamat Independen WADA, Program Penjangkauan WADA, atau kegiatan WADA lainnya.

4. Negara tidak akan menerima pendanaan WADA (baik secara langsung maupun tidak langsung) terkait dengan pengembangan kegiatan tertentu atau partisipasi dalam program tertentu.

5. Perwakilan negara dianggap tidak akan memenuhi syarat untuk menjabat sebagai anggota dewan atau komite atau badan lain dari Penandatangan (atau anggotanya) atau asosiasi Penandatangan sampai Penandatangan dipulihkan atau untuk jangka waktu satu tahun atau lebih.

6. Negara-negara Penandatangan tidak boleh diberikan hak untuk menjadi tuan rumah kejuaraan regional, kontinental atau dunia, atau acara yang diselenggarakan oleh Major Event Organizations, selama periode ketidakpatuhan.

7. Bendera negara-negara penandatangan tidak akan dikibarkan pada kejuaraan regional, kontinental atau dunia, atau acara, yang diselenggarakan oleh Organisasi Acara Besar, selain di Olimpiade dan Paralimpiade, untuk edisi berikutnya dari acara tersebut atau sampai dipulihkan atau lebih.

Doping bagi Atlet

Melansir Kontan, doping adalah penggunaan zat terlarang dalam olahraga untuk meningkatkan performa atau penampilan seorang atlet dalam kompetisi olahraga.

Dikutip dari American College of Medical Toxicology, praktik doping oleh para atlet sudah ada sejak berabad-abad yang lalu dengan mengonsumsi tumbuhan tertentu. 

Tujuannya ialah meningkatkan performa dan kekuatan fisik atlet selama bertanding. 

Baca Juga: 14 Kali Menang, Indonesia Jadi Tim Paling Banyak Juarai Piala Thomas

Namun baru-baru ini, praktik doping mendapat perhatian khusus dalam dunia olahraga karena menggunakan obat-obatan tertentu yang dapat meningkatkan performa atlet.

Pada 1904, doping pertama kali ditemukan di Olimpiade pada pelari. Pelari tersebut disuntik dengan strychnine untuk membantu kecepatan, dan konon memberinya kekuatan untuk menyelesaikan kompetisi. 

Terlepas dari peningkatan kinerja yang terlihat pada atlet, para atlet juga sering menderita efek kesehatan yang merugikan dan bahkan kematian dini terkait dengan praktik doping.

Hal itu membuat ada larangan menggunakan doping pada 1928 oleh Association of Athletics Federation.

Menurut Kode Anti-Doping Dunia atau World Anti-Doping Code, yang ditetapkan oleh WADA atau World Anti-Doping Agency pada 2008, suatu zat atau pengobatan termasuk doping jika memenuhi dua dari tiga kriteria berikut:

- Dapat meningkatkan performa atlet.

- Dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan atlet.

WADA juga menetapkan daftar zat terlarang dan metode pengobatan yang diterbitkan setiap tahun yang tidak boleh digunakan oleh atlet.

Baca Juga: Penantian 19 Tahun Akhirnya Berakhir, Indonesia Juara Thomas Cup 2020

Berbagai hukuman dapat dijatuhkan kepada atlet yang terbukti melanggar Kode Anti-Doping.

Dari American Medical Society for Sports Medicine, efek samping atau bahaya penggunaan doping adalah:

1. Kardiovaskular: irama jantung tidak teratur, tekanan darah tinggi, serangan jantung, kematian mendadak.

2. Sistem saraf pusat: insomnia, kecemasan, depresi, perilaku agresif, bunuh diri, sakit kepala, kecanduan penarikan, psikosis, tremor, pusing, stroke.

3. Pernafasan: mimisan, sinusitis. Hormonal: infertilitas, ginekomastia (payudara membesar), penurunan ukuran testis, gairah seks rendah, akromegali, dan kanker.

Selain itu, juga munculnya dilema moral karena penggunaan doping. Zat terlarang ini digunakan untuk mendapatkan keuntungan yang tidak adil yang secara signifikan mendevaluasi semangat persaingan.

(*)

Sumber: Kompas.com,Kontan.co.id,WADA
Penulis:
Editor: Rizka Rachmania


REKOMENDASI HARI INI

WADA Beri Sanksi Indonesia di Thomas Cup 2020 Perihal Doping, Apa Bahayanya Bagi Atlet?