Parapuan.co - Ternyata, ada pandemi lainnya yang mengiringi Covid-19.
Pandemi itu tak lain adalah pernikahan anak di bawah umur.
Kasus pernikahan anak di bawah umur makin marak terjadi selama Covid-19.
Padahal, sebelum pandemi saja, angka pernikahan anak di Indonesia masih sangat tinggi.
Menurut laporan UNICEF, pada tahun 2018, 11,21 persen perempuan usia 20-24 tahun di Indonesia menikah sebelum mereka berumur 18 tahun.
Kejadian pernikahan anak pada 20 provinsi masih berada di atas rata-rata nasional.
Provinsi dengan jumlah pernikahan dini tertinggi adalah Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
Baca Juga: Pernikahan Anak di Bawah Umur Tingkatkan Risiko Stunting, Mengapa?
Mirisnya, di masa pandemi ini, kejadian pernikahan anak semakin meninggi.
Dikutip dari Info Singkat, Puslit Badan Keahlian DPR RI, sebanyak 400–500 anak perempuan usia 10–17 tahun berisiko menikah dini akibat pandemi Covid-19.
Tecatat, sebanyak 34.000 permohonan dispensasi kawin yang diajukan kepada Pengadilan Agama pada Januari hingga Juni 2020, dan 97%-nya dikabulkan.
KemenPPPA pun mencatat angka perkawinan anak meningkat menjadi 24.000 selama pandemi.
Miris, ya, Kawan Puan?
Fenomena peningkatan pernikahan anak selama pandemi ternyata kurang lebih dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan maraknya kehamilan di luar nikah.
Salah satu hal yang perlu diwaspadai dari pernikahan anak adalah dampak kehamilan dini pada kesehatan reproduksi anak.
Berikut risiko yang harus dihadapi ibu yang hamil di usia remaja.
Bayi Lahir Prematur
Ibu yang mengalami kehamilan di usia remaja sangat berisiko tinggi.
Apalagi, bayi berisiko untuk lahir secara prematur atau di bawah 37 minggu.
Bayi yang lahir prematur belum sempurna dalam hal perkembangan tubuh dan otak.
Akibatnya, bayi berisiko mengalami masalah kesehatan dan perkembangan pada masa pertumbuhannya nanti.
Berat Badan Bayi Lahir Rendah
Kelahiran prematur juga berpotensi menyebabkan bayi lahir dengan bobot yang sangat rendah, atau Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR).
Bayi sendiri dianggap mengalami BBLR jika bayi lahir dengan bobot kurang dari 2,5 kilogram.
Pada masa tumbuh kembangnya, bayi yang lahir dengan kondisi BBLR berisiko tinggi akan beberapa penyakit seperti diabetes dan penyakit jantung saat dewasa.
Baca Juga: Remaja Makin Berisiko Mengalami Diabetes Tipe 2, Ini Faktor Penyebabnya!
Risiko Mengalami Anemia
Ibu yang hamil di usia sangat muda rentan mengalami anemia di masa kehamilannya.
Kurangnya sel darah merah dalam tubuh ibu ini tidak hanya mengganggu perkembangan janin.
Ibu hamil yang mengalami anemia pun bisa jadi sangat lemah dan mudah lelah.
Risiko Mengalami Hipertensi
Kehamilan di usia anak dan remaja akan meningkatkan kerentanan ibu mengalami tekanan darah tinggi selama masa kehamilan.
Lebih lanjut, hal ini membuat ibu hamil rentan mengalami preeklampsia yang ditandai dengan tekanan darah tinggi, dan pembengkakan pada beberapa bagian tubuh.
Preeklampsia pun bisa berlanjut menjadi eklampsia yang dapat membahayakan nyawa ibu dan bayi.
Baca Juga: Sejak Muda Bisa Terkena Hipertensi? Ini 4 Cara Menjaga Tekanan Darah
Menyebabkan Kematian Neonatal
Kematian neonatal adalah kematian pada bayi yang dilahirkan dalam 28 hari periode kehidupan.
Nah, fenomena ini marak di antara ibu yang bersalin di usia sangat muda.
Data dari UNICEF, mengungkapkan bayi yang lahir dari ibu berusia di bawah 20 tahun 2 kali lebih berisiko mengalami kematian neonatal.
Edukasi mengenai tingginya risiko kehamilan di usia remaja ini sangat dibutuhkan oleh anak demi menjaga kesehatan seksual dan reproduksinya, serta mengurangi kejadian perkawinan anak.
Ada 1,2 juta perempuan usia 20–24 tahun yang menikah di usia kurang dari 18 tahun.
Sedangkan perempuan usia 20-24 tahun yang melangsungkan pernikahan sebelum mencapai usia 15 tahun berjumlah 61.300 perempuan.
Semoga saja angka ini dapat terus ditekan agar tak ada lagi kekhawatiran akan kesehatan reproduksi remaja dan kesejahteraan remaja akibat pernikahan di usia dini.
(*)