Parapuan.co - Dunia perfilman Indonesia akan segera kedatangan satu karya horor yang digadang-gadang akan berbeda dari sebuah film horor umumnya. Film Sukma karya Baim Wong siap tayang di bioskop pada 11 September 2025. Tidak hanya mengandalkan jumpscare, film ini membawa misi untuk mengajak penonton merenung melalui simbol dan filosofis yang dibawanya.
Peluncuran trailer Sukma menjadi momen yang memancing reaksi antusias dari awak media. Banyak yang mengaku terkejut sekaligus penasaran ketika menyaksikannya untuk pertama kali. Beberapa pemain yang terlibat juga merasa seperti diingatkan kembali pada proses panjang di balik layar, baik di saat membaca naskah hingga proses syuting berlangsung.
Baim Wong sendiri mengaku proyek ini lahir dari pencarian panjang. Ia sempat menerima lima tawaran cerita horor berbeda, namun akhirnya memilih ide yang berpusat pada sebuah cermin. Baginya cermin adalah media yang sakral dan penuh makna bagi siapapun, terutama bagi perempuan.
"Cermin itu salah satu simbol dari kecantikan, cermin itu cara kita menghadapi diri sendiri, dan cermin juga sering kali melambangkan keabadian," ujar Baim. Makna inilah yang kemudian ia jadikan pondasi cerita Sukma bersama Ratih Kumala, penulis naskah.
Menariknya, Sukma tidak hanya menawarkan rasa takut. Ada sisi introspektif yang dibangun secara perlahan. Penonton akan diajak memperhatikan detail simbolis, seperti cermin yang menampilkan bayangan berbeda setiap kali karakternya bercermin. Hal ini menciptakan teror psikologis yang lebih mendalam dibanding sekadar penampakan.
Baim menyebut Sukma sebagai film horor yang "naik kelas" dari film sebelumnya, Lembayung. Meski sama-sama horor, Lembayung mengambil objek mistis lainnya, sedangkan Sukma fokus pada media cermin. "Kalau di Lembayung ada nuansa kisah nyata, di Sukma ini lebih ke filosofi dan imajinasi kreatif," jelasnya.
Deretan pemain Sukma tidak main-main. Luna Maya, Christine Hakim, Fedi Nuril, Oka Antara, hingga Kimberly Ryder turut menghidupkan karakter-karakter utama. Para pemain disebut memberikan performa terbaik, mengingat peran yang mereka emban menuntut pendalaman emosi sekaligus keberanian menghadapi adegan-adegan menegangkan.
Kimberly Ryder, yang kembali ke layar lebar lewat Sukma, mengaku langsung terpikat oleh naskahnya. “Setiap lembar skrip nya tuh ninggalin rasa penasaran. Dan setelah melihat trailer-nya, saya keingat lagi betapa kuatnya alasan saya untuk terlibat,” kata Kimberly.
Baim mengaku proses penggarapan film ini penuh tantangan, terutama pada aspek teknis. Menggunakan cermin sebagai elemen utama membutuhkan pengolahan CGI yang rumit. Bahkan, tim CGI sempat menyebut bahwa “CGI adalah musuhnya cermin” karena pantulan yang sulit diatur secara digital.
Namun, tantangan tersebut justru memicu semangat tim produksi. “Kalau tidak berani bikin yang fresh, kapan lagi kita bisa buktikan bahwa Indonesia juga bisa menghasilkan horor yang diakui dunia?” tegas Baim.
Baca Juga: 3 Fakta Menarik Film Lembayung, Keluarkan Biaya Produksi yang Fantastis
Berbeda dari horor-horor populer yang sering mengandalkan santet atau penampakan seram, Sukma berusaha lepas dari formula tersebut. Baim merasa perfilman horor Indonesia butuh keberanian untuk mengeksplorasi ide baru.
“Bukan berarti saya anti santet. Tapi kita bisa kok membuat horor yang kreatif dengan media lain,” ujarnya. Ide itu kemudian berkembang menjadi cerita yang tidak hanya mengandalkan ketakutan visual, melainkan membangun atmosfer yang menekan melalui simbol, alur, dan karakter.
Dalam Sukma, jumpscare tetap ada, namun ditempatkan secara organik di dalam cerita. “Jumpscare-nya bukan asal kaget. Itu hasil yang udah kita bangun dari kejadian-kejadian sebelumnya, sehingga penonton ikut merasakan ketegangan yang terakumulasi,” jelas Baim.
Hal inilah yang membuat Sukma terasa segar. Bukan hanya mengandalkan efek visual yang mencengangkan, film ini juga membungkus ceritanya dengan lapisan-lapisan makna yang bisa diulik penonton dari berbagai sudut pandang. Simbol-simbol tersembunyi yang muncul sesaat namun sarat makna, serta filosofi yang kuat di balik setiap adegan memberikan dimensi tambahan pada pengalaman menonton.
Selain tantangan teknis, Baim juga mengaku tantangan terbesar adalah menjaga alur cerita agar terus berkembang. Sebagai sutradara yang juga suka memproduseri, ia menekankan pentingnya setiap adegan memiliki fungsi dan tidak sekadar mengisi durasi.
“Saya paling tidak suka cerita yang mandek. Untungnya saya juga pernah menjadi pemain, jadi saya tahu blocking atau adegan mana yang sering dipakai dan bisa dihindari agar tetap segar,” katanya.
Suasana di lokasi syuting disebut sangat dinamis. Kehadiran pemain-pemain besar dengan latar belakang akting yang beragam membuat proses kreatif semakin kaya. Chemistry di antara mereka pun terbangun secara alami, yang menurut Baim, akan sangat terasa di layar.
Para pemeran juga saling memotivasi untuk memberikan performa maksimal. Bagi Baim Wong, kebersamaan dan rasa saling dukung di antara para pemain menjadi kunci keberhasilan produksi ini. “Peran yang sulit ini butuh orang-orang hebat, dan saya rasa saya beruntung punya mereka semua di tim ini,” ujar Baim.
Dengan kombinasi kerja sama tim yang solid, naskah yang penuh lapisan makna, serta eksekusi visual yang memikat, Sukma diharapkan mampu memberikan pengalaman menonton yang tidak hanya sekadar menegangkan, tetapi juga meninggalkan kesan mendalam bagi penonton Indonesia. Dimulai dari filosofi, teror psikologis, dan kekuatan visual berpadu dalam satu cerita yang memancing rasa takut sekaligus rasa ingin tahu hingga detik terakhir.
Tinggal menghitung hari menuju 11 September 2025, publik semakin dibuat penasaran. Apakah Sukma benar-benar akan menjadi horor “naik kelas” yang diharapkan? Kawan Puan bisa saksikan nanti di bioskop!
Baca Juga: Syuting Film Siksa Kubur, Christine Hakim: Tantangan Luar Biasa
(*)
Putri Renata