Setelah terdiagnosis lupus, banyak pasien mengalami kecemasan berlebih terkait ketidakpastian penyakit ini. Lupus dikenal sebagai penyakit autoimun yang tidak dapat disembuhkan, hanya bisa dikontrol dengan pengobatan dan gaya hidup tertentu.
Gejalanya bisa berubah-ubah (flare) tanpa peringatan dan mempengaruhi berbagai organ tubuh, termasuk ginjal, jantung, dan otak. Kondisi ini menciptakan rasa takut akan kemungkinan yang tak terduga. Kamu mungkin mulai bertanya-tanya:
"Apakah aku akan bisa bekerja? Apakah aku akan bisa punya anak? Apakah penyakit ini akan merusak tubuhku secara permanen?" Semua pertanyaan ini bisa memicu serangan kecemasan (anxiety) yang berat.
2. Depresi Akibat Perubahan Gaya Hidup
Diagnosis lupus biasanya memaksa pasien untuk mengubah drastis gaya hidup mereka mulai dari pola makan, aktivitas fisik, hingga cara berinteraksi secara sosial.
Tidak sedikit pasien yang merasa kehilangan jati diri setelah diagnosis, terutama jika mereka sebelumnya aktif, energik, dan produktif. Ketika tubuh tidak lagi bisa diandalkan, kamu bisa merasa seperti kehilangan sebagian dari dirimu.
Perasaan ini kerap berujung pada depresi, terutama jika tidak mendapatkan dukungan psikososial yang memadai. Dalam beberapa kasus, depresi ini bisa bertambah parah karena efek samping obat seperti kortikosteroid yang memengaruhi suasana hati.
3. Penurunan Rasa Percaya Diri
Baca Juga: Lupus Jadi Autoimun yang Rentan Menyerang Anak dan Perempuan
Gejala lupus seperti ruam kulit, rambut rontok, atau kenaikan berat badan akibat pengobatan bisa sangat memengaruhi rasa percaya diri pasien, terutama perempuan yang sering merasa tekanan lebih besar terhadap penampilan.
Citra tubuh yang berubah drastis dapat membuatmu merasa tidak menarik, malu berada di ruang publik, dan bahkan menarik diri dari relasi sosial atau romantis. Perubahan ini tidak hanya memengaruhi kesehatan emosional, tetapi juga bisa berdampak pada kualitas hidup secara keseluruhan.
4. Kelelahan Emosional Akibat Pengobatan yang Panjang
Menjalani lupus berarti harus berhadapan dengan sistem kesehatan dalam jangka panjang seperti kontrol rutin hingga pengobatan seumur hidup. Semua proses itu melelahkan tidak hanya bagi tubuh, tetapi juga bagi pikiran dan hati.
Perasaan jenuh, frustrasi karena hasil lab yang tidak membaik, atau rasa putus asa karena efek samping obat yang berat bisa menciptakan kondisi yang disebut medical burnout. Dalam jangka panjang, kelelahan emosional ini bisa mengarah pada gangguan psikologis yang lebih serius jika tidak dikelola secara baik.
Jika kamu atau orang terdekatmu didiagnosis lupus, penting untuk menyadari bahwa perawatan tidak hanya berfokus pada gejala fisik, tetapi juga harus mencakup dukungan kesehatan mental yang menyeluruh.
Konseling, terapi kelompok, dan komunitas dukungan sesama pasien bisa sangat membantu dalam memperkuat daya tahan psikologis selama perjalanan panjang ini.
Baca Juga: Manfaat Olahraga bagi Pengidap Lupus, Menguatkan Kesehatan Tubuh
(*)