Mengenal Apa Itu Nillionaire, Punya Penghasilan Tapi Terasa Tetap Miskin

Arintha Widya - Rabu, 30 April 2025
Mengenal apa itu nillionaire
Mengenal apa itu nillionaire Thai Liang Lim

Parapuan.co - Kawan Puan mungkin sudah cukup sering mendengar istilah billionaire. Namun, bagaimana dengan nillionaire? Sudah pernahkah kamu mendengar istilah tersebut?

Akhir-akhir ini, istilah itu banyak berseliweran di media sosial. Meski kesannya baru, sebenarnya istilah nillionaire sudah ada sejak beberapa tahun lalu. Yuk, kenali apa itu nillionaire seperti melansir berbagai sumber berikut ini!

Apa Itu Nillionaire?

Istilah nillionaire mungkin masih terdengar asing bagi banyak orang, namun konsepnya sangat akrab di kehidupan sehari-hari. Melansir New Indian Express, nillionaire berasal dari gabungan kata "nil" (nol) dan "billionaire". Collins Dictionary mencatat istilah ini merujuk pada seseorang yang tidak punya uang, meski hidup di tengah ekonomi kapitalis yang memuja kekayaan.

Berbeda dari billionaire yang hidup berkecukupan atau bahkan berlebihan, seorang nillionaire kerap merasa uang datang dan pergi dengan cepat. Gaji masuk hanya untuk segera lenyap demi membayar kebutuhan pokok yang terus melambung.

Fenomena nillionaire bukan sekadar soal tidak pandai mengelola uang. Ini adalah cerminan realitas ekonomi di mana biaya hidup naik pesat, sementara pendapatan sebagian besar orang tetap stagnan.

Situasi ini menggambarkan dilema jutaan orang di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Meski bekerja keras, hasilnya serasa tidak pernah sebanding dengan kebutuhan hidup yang semakin hari semakin mahal.

Banyak dari kita mengingat masa lalu ketika harga barang dan jasa masih sangat terjangkau. Tiket bioskop hanya dua ribu rupiah, harga beras lima ribu rupiah per kilogram, dan emas hanya sembilan puluh lima rupiah per gram.

Namun seiring waktu, dan nilai uang berubah drastis. Sebuah rumah di pusat kota yang dulu dijual seharga Rp16.000 kini mungkin bahkan tak cukup untuk membayar sewa sebulan di tempat yang sama.

Baca Juga: 8 Saran Keuangan dari Milenial untuk Gen Z, Sebuah Strategi Bertahan Hidup

Dulu, memiliki uang Rp1 juta sudah cukup untuk membuat seseorang dianggap kaya. Sekarang, semua angka itu terdengar lucu. Makan di luar bersama keluarga saja bisa menghabiskan ratusan ribu hingga Rp1 jutaan.

Naiknya harga bahan pokok, biaya pendidikan, layanan kesehatan, hingga transportasi, membuat hidup terasa lebih berat dari sebelumnya. Tak heran jika banyak orang merasa seperti nillionaire—berpenghasilan, tapi tetap miskin.

Meski begitu, tidak semua harga naik secara merata. Namun secara umum, biaya hidup benar-benar telah mencapai atap, dan inflasi hanyalah salah satu penyebabnya.

Pakar ekonomi memperkirakan bahwa nilai Rp10 juta hari ini akan menyusut menjadi hanya sekitar Rp3 jutaan dalam lima belas tahun ke depan. Jumlah nol dalam nominal uang tidak lagi menjamin kekayaan.

Sayangnya, meski nominal gaji naik, nilai riil dari pendapatan justru menurun. Efek pandemi dan krisis ekonomi turut memperburuk situasi. Di India, mungkin di banyak negara lain, kondisi serupa juga terjadi.

Sampai-sampai ada lelucon yang mengatakan, "Cara tercepat menggandakan uangmu adalah dengan melipatnya dua dan memasukkannya kembali ke dompet." Lelucon itu mungkin pahit, tapi tak jauh dari kenyataan yang kita alami hari ini.

Pajak juga menjadi beban tersendiri bagi masyarakat berpenghasilan tetap. Ketika kita menghasilkan uang, kita dikenai pajak; ketika menabung, tetap dikenai pajak; bahkan ketika membelanjakan uang pun, kita masih harus membayar pajak.

Dalam kondisi seperti ini, banyak orang bertanya: apakah uang begitu penting? Jawabannya jelas: ya, karena tanpanya, sulit bertahan hidup—meskipun nilainya terus merosot.

Nillionaire adalah simbol dari generasi yang lelah, yang hidupnya terjepit antara kenaikan harga dan stagnasi pendapatan. Mereka bukan malas, bukan boros—mereka hanya hidup di zaman yang lebih mahal dari sebelumnya.

Baca Juga: 5 Cara Mengatasi Tantangan Keuangan Perempuan Demi Wujudkan Financial Freedom

(*)

Sumber: New Indian Express
Penulis:
Editor: Arintha Widya