Parapuan.co - Tak sedikit perempuan yang ternyata terjerat dalam lingkaran pinjaman online atau pinjol. Apalagi, pinjol menawarkan pengajuan yang cepat, syarat yang mudah, dan pencairan dana yang instan. Hal ini tentu menjadi angin segar bagi sebagian orang, terutama perempuan yang memiliki berbagai peran dalam keluarga, baik sebagai ibu rumah tangga, pekerja, atau bahkan sebagai tulang punggung keluarga.
Namun, di balik kemudahan tersebut, tersembunyi ancaman serius yang sering kali tidak terlihat di permukaan. Yaitu dampak psikologis yang sangat mendalam ketika seseorang, khususnya perempuan, terjerat dalam utang pinjol.
Misalnya saja seperti kisah Ambar (26), seorang perempuan asal Sukoharjo, Jawa Tengah terjebak lingkaran pinjaman online. Awal mulanya ia terjerat pinjol karena tuntutan pertemanan dan keinginan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ambar memulai pinjol sejak tahun 2021 yakni bertepatan dengan pandemi Covid-19 di mana seluruh sektor perekonomian sedang lesu.
Mulanya, Ambar memulai pinjaman dengan nominal Rp500.000 di sebuah platform pinjol. Namun, ia justru tidak mambu membayar angsuran beserta dengan bunganya. Alhasil, Ambar terpaksa meminjam platform lain untuk menutupi tunggakan.
Perilaku 'gali lubang tutup lubang' ini justru semakin membuat Ambar terlilit dalam lingkaran pinjaman online. "Selama akhir 2021 hingga 2022, saya menunggak sekitar Rp15 juta," ujar Ambar dikutip dari laman Kompas.com.
Selain pinjol, Ambar juga sempat mencoba peruntungan arisan online tetapi malah merugi jutaan rupiah. "Tahun 2023, semua utang saya sudah diselesaikan oleh bapak," tegasnya.
Namun, pengalaman pahit tersebut tidak membuat Ambar jera. Ia kembali meminjam dari pinjol dengan menggunakan akun pacarnya.
"Total ada sekitar 15 platform yang saya gunakan untuk mendapatkan uang secara instan," ungkapnya. Hingga Februari 2024, Ambar meminta bantuan LBH Soloraya untuk menyelesaikan masalah pinjolnya.
Meskipun masalah pinjol telah mereda, Ambar masih harus berjuang dengan masalah kesehatan mentalnya. Pada Juli 2023. Ambar didiagnosa skizofrenia akibat tekanan mental yang dialaminya. "Hampir setiap hari saya menerima telepon sebanyak 50 kali dari orang-orang yang menagih hutang," ceritanya.
Baca Juga: Viral di TikTok Bank BCA Buka Pinjol Tanpa Agunan, Begini Faktanya
Dampak Psikologis Perempuan yang Terjerat Pinjol
Ketika perempuan mengambil pinjaman dengan harapan bisa menyelesaikan masalah keuangan sesaat, mereka kerap tidak menyadari bahwa bunga yang tinggi, denda keterlambatan, serta penagihan yang agresif dapat menjerumuskan mereka dalam lingkaran utang yang semakin besar dan sulit keluar.
Sayangnya, yang sering kali luput dari perhatian publik adalah bagaimana tekanan finansial ini juga menyisakan luka batin yang serius. Perempuan yang terjerat pinjol tidak hanya berhadapan dengan masalah ekonomi, tetapi juga dengan tekanan emosional, rasa malu, gangguan kecemasan, dan bahkan depresi yang berkepanjangan.
1. Kecemasan Kronis
Merujuk dari laman Settle Loan, pinjaman online ilegal kerap melakukan penagihan secara intimidatif, seperti menyebarkan data pribadi ke kontak telepon, mengirim ancaman, bahkan melakukan teror psikologis melalui telepon atau pesan instan.
Perempuan yang mengalami hal ini cenderung mengalami kecemasan yang terus-menerus, bahkan dalam waktu istirahat sekalipun. Ketakutan akan penagih yang datang tiba-tiba atau ancaman penyebaran aib ke publik bisa membuat mereka kehilangan rasa aman, sulit tidur, dan selalu merasa berada dalam kondisi siaga.
Gangguan ini dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan kecemasan umum, Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), atau bahkan skizofrenia seperti yang dialami Ambar.
2. Depresi dan Keputusasaan yang Meningkat
Baca Juga: Pengguna Pinjol Didominasi Anak Muda, Ini Pentingnya Tingkatkan Literasi
Ketika jeratan pinjol semakin sulit untuk dilunasi, dan tekanan dari penagih semakin membabi buta, perempuan bisa mulai mengalami gejala-gejala depresi seperti hilangnya minat pada aktivitas sehari-hari, perubahan pola tidur dan makan, perasaan tidak berguna, hingga munculnya pikiran untuk mengakhiri hidup.
Rasa terisolasi, malu untuk bercerita, dan minimnya akses terhadap bantuan psikologis membuat masalah ini semakin parah. Beberapa perempuan bahkan merasa bahwa satu-satunya jalan keluar dari tekanan ini adalah menghilang dari kehidupan sosial atau, dalam kasus ekstrem, melakukan tindakan fatal terhadap diri sendiri.
3. Gangguan Hubungan Sosial dan Keluarga
Dampak dari tekanan psikologis akibat utang pinjol tidak hanya dirasakan secara pribadi, tetapi juga bisa merembet ke dalam hubungan interpersonal. Perempuan yang berada dalam tekanan finansial dan emosional bisa menjadi lebih mudah marah, menarik diri dari pasangan, atau mengalami kesulitan dalam mengurus anak.
Konflik rumah tangga juga bisa meningkat, terutama jika pasangan tidak mengetahui atau tidak mendukung proses pemulihan. Lingkaran ini menjadikan beban yang sebelumnya bersifat ekonomi berubah menjadi krisis relasi yang kompleks dan menyakitkan.
Baca Juga: Viral HRD Pakai Data Pelamar Kerja untuk Pinjol, Apa Saja Data yang Boleh Dibagikan?
(*)