Menghapus Kekerasan terhadap Jurnalis: Komnas Perempuan Desak Perlindungan Nyata

Arintha Widya - Senin, 10 Februari 2025
Hari Pers Nasional 2025, Komnas Perempuan desak perlindungan nyata terhadap jurnalis, khususnya jurnalis perempuan.
Hari Pers Nasional 2025, Komnas Perempuan desak perlindungan nyata terhadap jurnalis, khususnya jurnalis perempuan. wellphoto

Parapuan.co - Dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional pada 9 Februari 2025, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyoroti pentingnya jaminan ruang aman bagi jurnalis, terutama jurnalis perempuan, dalam menjalankan tugasnya.

Di tengah tantangan terhadap demokrasi yang ditandai dengan ancaman terhadap kebebasan pers, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia merilis data pada Januari 2025 yang mencatat 73 kasus kekerasan terhadap jurnalis sepanjang tahun 2024.

Dari jumlah tersebut, kekerasan fisik menempati posisi tertinggi dengan 20 kasus, diikuti dengan satu kasus pembunuhan jurnalis.

Komisioner Komnas Perempuan, Veryanto Sitohang, menyampaikan bahwa tren kekerasan terhadap jurnalis menunjukkan peningkatan, yang turut memperbesar kerentanan jurnalis perempuan.

Perlindungan terhadap jurnalis perempuan perlu segera diwujudkan, mengingat dampaknya terhadap kebebasan pers.

Hingga saat ini sebagaimana dikutip dari siaran pers Komnas Perempuan, pemerintah dinilai belum menunjukkan komitmen yang jelas dalam mendukung kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi di Indonesia.

Selain menjadi ancaman bagi kebebasan pers dan kebebasan berpendapat yang dijamin oleh Konstitusi, Komnas Perempuan juga mencatat adanya kekerasan berbasis gender yang dialami oleh jurnalis perempuan.

Sepanjang tahun 2023 hingga 2024, Komnas Perempuan menerima enam pengaduan terkait kasus kekerasan berbasis gender yang melibatkan jurnalis, baik sebagai korban maupun pelaku.

Komisioner Komnas Perempuan yang juga Ketua Sub Komisi Pemantauan, Bahrul Fuad, menyoroti diskriminasi yang masih dihadapi jurnalis perempuan, termasuk dalam penugasan di situasi konflik yang lebih banyak diberikan kepada jurnalis laki-laki serta pembatasan jam kerja malam bagi jurnalis perempuan.

Baca Juga: Ini Alasan Karakter Perempuan Sherina Jadi Jurnalis di Film Petualangan Sherina 2

Seiring dengan hampir tiga tahun implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), Komnas Perempuan mengapresiasi langkah Dewan Pers dalam menerbitkan Peraturan Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Pers.

Peraturan ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi perusahaan dan organisasi pers dalam mengadopsi kebijakan internal guna menciptakan lingkungan kerja yang aman bagi jurnalis perempuan.

Bahrul Fuad menegaskan bahwa ruang kerja yang aman harus menjadi prioritas agar jurnalis perempuan dapat berekspresi dan menjalankan tugas jurnalistiknya tanpa rasa takut.

Dukungan dari perusahaan dan organisasi pers sangat diperlukan agar kebijakan ini dapat diimplementasikan secara efektif.

Dalam momentum Hari Pers Nasional 2025, Komnas Perempuan mendesak Pemerintah dan DPR RI untuk memastikan perlindungan bagi jurnalis perempuan, yang juga berperan sebagai Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia (PPHAM).

Komnas Perempuan juga mendorong perusahaan dan organisasi pers untuk membangun mekanisme pencegahan serta penanganan kekerasan terhadap jurnalis, termasuk kekerasan seksual di lingkungan kerja.

Selain itu, Dewan Pers diharapkan melakukan pengawasan ketat terhadap implementasi Peraturan Dewan Pers Nomor 2 Tahun 2024 guna memastikan penerapannya berjalan optimal.

Wakil Ketua Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin, menegaskan bahwa kebebasan pers harus disertai dengan perlindungan bagi jurnalis dari berbagai bentuk kekerasan.

Ia menekankan bahwa jurnalis perempuan menghadapi risiko berlapis dalam menjalankan tugasnya, sehingga lingkungan kerja yang aman dan bebas dari kekerasan menjadi kebutuhan mendesak.

Komnas Perempuan berharap kebebasan pers di Indonesia semakin diperkuat dengan adanya perlindungan yang komprehensif bagi seluruh jurnalis, terutama perempuan.

Baca Juga: Rumitnya Lapor Tindak Pidana Kekerasan Seksual: Saat Jurnalis Perempuan Direkam Ilegal di KRL

(*)

Sumber: Komnas Perempuan
Penulis:
Editor: Arintha Widya