Ini Bukti Perempuan Jadi Korban Paling Terdampak dari Masalah Krisis Iklim

Citra Narada Putri - Selasa, 5 Desember 2023
Perempuan dan anak perempuan jadi korban paling terdampak dari masalah krisis iklim.
Perempuan dan anak perempuan jadi korban paling terdampak dari masalah krisis iklim. (Jacob Wackerhausen/Getty Images)

Ternyata pengalaman Adila Isfandiari juga sejalan dengan laporan UNWomen, yang menunjukkan bahwa perubahan iklim memperburuk kelangkaan air.

Hal ini meningkatkan beban pengumpulan dan pengolahan air pada perempuan dan anak perempuan.

Bahkan secara global, setiap hari perempuan harus menghabiskan waktu 2,8 jam lebih banyak dibandingkan laki-laki untuk perawatan tidak berbayar dan pekerjaan rumah tangga.

Lantas, apa yang harus dilakukan?

Dari laporan UNWomen diketahui bagaimana krisis iklim yang terjadi di seluruh dunia mempunyai dampak yang tidak proporsional terhadap perempuan dan anak perempuan.

Maka diperlukan solusi yang bisa mengintegrasikan hak-hak perempuan dalam perjuangan global melawan bencana lingkungan.  

Mulai dari memastikan bahwa kebutuhan dan hak perempuan serta anak perempuan diintegrasikan ke dalam kebijakan tanggap bencana; memberdayakan perempuan dalam pengambilan keputusan mengenai sistem pangan dan iklim; hingga kebijakan yang membantu akses perempuan terhadap kesempatan kerja, lahan, pendidikan dan teknologi.

Peran Perempuan dalam Lingkup Rumah Tangga

Baca Juga: Sejarah dan Tema Hari Bumi 2022, Angkat Soal Krisis Iklim dan Solusinya

Dijelaskan oleh Adila, bahwa memang dibutuhkan peran serta banyak pihak untuk mengatasi masalah krisis iklim.

Namun di sisi lain, perempuan juga punya andil yang penting untuk mengatasi masalah lingkungan ini, bahkan dari lingkup terkecil sekalipun. 

"Saya yakin perempuan itu bisa berasal dari diri sendiri, dari circle terkecil kita yaitu keluarga. Dengan begitu seorang ibu bisa mempelajari lebih jauh krisis iklim," ujarnya.

Setelah mempelajari krisis iklim, para perempuan bisa menerapkan gaya hidup ramah lingkungan dalam rumah tangganya.

Mulai dari memilih pangan lokal, makan lebih 'mindful', lebih hemat energi dan menanamkan bagaimana gaya hidup yang lebih ramah lingkungan tersebut kepada keluarganya.

"Harapannya adalah perubahan di circle terkecil tersebut akan tereskalasi juga ke komunitas yang lebih besar, bahkan ke aksi-aksi kolektif lainnya. Jadi ketika mindset tersebut sudah tercipta di keluarga, maka bisa tereskalasi lebih besar lagi," tutup Adila.

(*)