Review Film Miracle in Cell No. 7, Cinta Ayah dan Anak yang Menguras Air Mata

Alessandra Langit - Diperbaharui Rabu, 11 Januari 2023
Review film Miracle in Cell No. 7 yang diadaptasi dari film populer.
Review film Miracle in Cell No. 7 yang diadaptasi dari film populer. Dok. Falcon Pictures

Parapuan.co - Film Miracle in Cell No. 7 mengubah penjara yang dingin dan keras menjadi ruang hangat penuh cinta.

Media sosial sempat dihebohkan oleh tangis haru netizen selepas menyaksikan film Miracle in Cell No. 7 versi Indonesia garapan Hanung Bramantyo.

Film Miracle in Cell No. 7 versi Indonesia berhasil menarik jumlah penonton yang tinggi sepanjang penayangannya di bioskop.

Tak jauh berbeda dari versi Korea, Miracle in Cell No. 7 menceritakan kisah seorang ayah difabel bernama Dodo (Vino G. Bastian). Ia ditangkap paksa atas kejahatan yang tak ia lakukan.

Kejadian tersebut membuat Kartika (Graciella Abigail), anak perempuan Dodo yang masih kecil, mencari keberadaan sang ayah hingga ke penjara.

Berkat bantuan komplotan penjahat, Kartika berhasil masuk ke sel tempat Dodo ditahan hingga hari eksekusinya.

Perpisahan, kehilangan, serta ketidakadilan dirasakan oleh Dodo dan Kartika yang tak punya apa-apa selain cinta satu sama lain sebagai ayah-anak.

Film Miracle in Cell No. 7 versi Indonesia memberikan pengalaman nonton bioskop yang emosional, dari awal film hingga akhir.

Sentuhan Indonesia yang Kuat

Baca Juga: Selain Indonesia, Ini 4 Negara yang Remake Film Miracle in Cell No 7

Berbicara tentang film adaptasi Korea, tentu saja tak mudah untuk menyesuaikan cerita dengan budaya Indonesia.

Hanung Bramantyo berhasil mengambil alih kepemilikan film Miracle in Cell No. 7 menjadi milik Indonesia seutuhnya lewat berbagai tambahan adegan.

Dimulai dari sel penjara, Hanung secara visual menggambarkan realita penjara di Indonesia yang tak terawat dan penuh dengan kekerasan.

Unsur keberagaman dan keagamaan juga sangat kental di versi Indonesia ini, menyesuaikan masyarakat yang berporos pada agama.

Adegan anak-anak kecil bernyanyi lagu Islami sebagai pengiring aksi Dodo mencoba kabur dengan balon udara membuat film ini terasa magis.

Keberagaman Indonesia juga tercermin dengan karakter komplotan penjahat di sel tempat Dodo ditahan.

Mulai dari budaya, celotehan, hingga keberagaman agama para karakter tersebut berhasil membuat film ini terasa sangat Indonesia.

Cinta Ayah dan Anak Jadi Sumber Kekuatan

Cinta orang tua dan anak yang digambarkan Vino G. Bastian bersama Graciella Abigail terasa sangat nyata.

Baca Juga: 5 Fakta Mawar de Jongh, Pemeran Karakter Perempuan di Film Miracle in Cell No 7

Tak hanya itu, dua karakter utama ini sangat kompleks, penuh dengan pengembangan emosi yang kuat.

Dodo dengan segala keterbatasannya mampu terlihat berusaha menjadi ayah terbaik bagi Kartika.

Detik-detik sebelum eksekusi menjadi momen emas Dodo dan Kartika yang dimanfaatkan Vino G. Bastian untuk menyalurkan kekuatan dan kepercayaan.

Kepergian yang penuh haru ini tidak hanya menjadi momen yang menyedihkan, tapi juga momen yang kuat.

Dodo seakan-akan menyalurkan seluruh kekuatannya untuk Kartika yang akan hidup seorang diri tanpa ayah.

Kartika yang masih anak-anak pun terlihat dewasa, hal ini menjadi nyata karena sepanjang hidup hanya dialah yang merawat sang ayah.

Kekuatan cinta tersebut dibawa jauh hingga ke karakter Kartika dewasa (Mawar de Jongh) yang terlihat berdaya dan berpegang teguh pada mimpinya dalam mewujudkan keadilan untuk sang ayah.

Setiap Adegan Menguras Tangis

Sutradara Hanung Bramantyo punya kekuatan dalam menggarap film drama keluarga yang mainstream di bioskop.

Baca Juga: 5 Fakta Graciella Abigail, Karakter Perempuan Anak di Film Miracle in Cell No 7

Dalam film Miracle in Cell No.7, Hanung kembali menunjukkan kekuatannya dengan membuat setiap adegan terasa emosional.

Hal baiknya, penonton dengan mudah bersimpati pada karakter dan situasi dalam film ini.

Penonton juga mengenal tujuan dan latar belakang setiap karakter, tak lupa juga dengan perjalanan hidup karakter yang emosional.

Sayangnya, hal ini membuat banyak adegan terasa terlalu dramatis serta adanya penempatan drama yang kurang pas.

Berbeda dengan versi Korea, film versi Indonesia ini juga banyak menghabiskan waktu di flashback dan dialog demi membuat penonton semakin simpati.

Secara keseluruhan, film ini berhasil menguras air mata penonton di setiap adegannya.

Karakter yang ada juga tidak sia-sia, semua punya peran penting yang mendorong cerita terus bergerak.

Miracle in Cell No. 7 ini membawa film drama keluarga Korea terasa milik Indonesia sendiri.

Kawan Puan masih bisa menyaksikan film Miracle in Cell No. 7 di bioskop kesayanganmu.

Baca Juga: Ini 4 Perbedaan Miracle in Cell No. 7 Versi Indonesia dengan Korea Selatan

(*)