Parapuan.co – Kawan Puan, istilah pola asuh toksik atau toxic parenting akhir-akhir ini menjadi bahan pembicaraan populer.
Pasalnya toxic parenting jika dibiarkan terus menerus akan berdampak pada anak, baik secara fisik maupun mental.
Selain itu, toxic parenting juga bisa menyebabkan anak tidak merasa nyaman berada di rumah, di mana orang tua berada. Ruang aman bagi anak pun menjadi sempit bahkan tidak ada.
Berkaca dari hal tersebut, Arisan Parapuan menggandeng Halimah, praktisi gentle parenting sekaligus kreator konten untuk mengupas tuntas toxic parenting.
Pada Arisan Parapuan ke-15 dengan tema Menjadi Rumah untuk Anak, Kamis (30/6/2022), Halimah membagikan dampak sekaligus caranya memutus siklus satu ini.
Pengalaman toxic parenting
Membuka diskusi panjang, Halimah membahas soal bahaya toxic parenting bagi anak.
Selain itu, Halimah juga mengungkapkan pengalamannya menjadi korban dari pola asuh tersebut.
"Di masa kecil aku bukan orang yang mendapat pola asuh baik, orang tua aku bisa dibilang toxic parents," kata Halimah, dikutip dari PARAPUAN.
Baca Juga: Mengenal Berbagai Pola Asuh Anak, Benarkah Gentle Parenting yang Terbaik?
Dampak toxic parenting bagi anak
Kilas balik masa kecilnya, respons yang Halimah miliki adalah kemarahan, bentuk berbahaya dari anak-anak yang mendapat pola asuh toksik ini.
Anak-anak cenderung marah dan menutup diri dari orang tua, dan menyalahkan keadaan keluarga.
Anak-anak bahkan bisa melakukan hal berbahaya demi lepas dari pola asuh tersebut.
Selain itu, Halimah juga menyinggung soal pola asuh otoriter yang bisa menjadi toksik bagi anak-anak.
Pola asuh otoriter biasanya ditandai dengan ekspektasi orang tua yang sangat tinggi terhadap anak-anak, sehingga orang tua terkesan mengatur dan mengambil keputusan bagi anak.
Mereka juga menghukum kesalahan anak dengan keras, tetapi memberikan sedikit penjelasan.
Halimah menggambarkan kondisi tersebut dengan fungsi remote control yang dikendalikan penuh oleh orang tua.
Hal itu membuat anak hanya menuruti apa yang diperintahkan oleh remote control tersebut, seperti robot.
"Remote control dipegang orang tua, jadi anaknya dijalankan oleh remote control itu seperti robot, literally robot," tegas Halimah.
Hal itu membuat anak-anak tidak terbiasa mengambil keputusan, hingga tumbuh dewasa dan harus memiliki prinsip hidup sendiri.
"Ketika si anak ini masuk ke dunia nyata, selama ini disetirin, tiba saatnya memutuskan sendiri, dia bingung," kata Halimah dengan tegas.
Baca Juga: Ketahui 4 Tips Mengasuh Anak Introvert agar Bisa Lebih Percaya Diri
Memutus siklus pola asuh toksik
Seiring tumbuh dewasa dan menjadi orang tua, Halimah belajar bahwa pola asuh toksik tersebut adalah siklus.
Alasan orang tua Halimah melakukan pola asuh toksik adalah melanjutkan warisan dari orang tua mereka sebelumnya.
"Setelah aku belajar parenting dan punya anak, aku menjadi dapat gambaran bahwa toxic parenting adalah sebuah siklus, kayak lingkaran," kata Halimah.
"Kenapa orang tua aku melakukan hal itu kepada aku? Kemungkinan adalah orang tua aku dapat pola asuh seperti itu yang diturunkan dari kakek nenekku," lanjutnya.
Halimah kemudian menceritakan bahwa komunikasi di keluarga besarnya sangat buruk. Hal itu membuat penyampaian opini terasa seperti konfrontasi.
"Padahal nggak semua opini harus disampaikan dengan ngotot-ngototan," cerita Halimah.
Setelah pengalaman itu, Halimah membentuk komunitas yang mengurus anak-anak jalanan dan belajar soal gentle parenting.
Alih-alih tetap marah dengan keadaan dan hidup dalam siklus pola asuh toksik, Halimah ingin menerapkan pola asuh yang lebih baik kepada anak-anaknya.
Namun, hal itu tidak mudah dan butuh proses, bahkan bagi Halimah yang sudah mempelajari gentle parenting
"Menerapkan gentle parenting tapi nggak mudah," kata Halimah.
Baca Juga: Ingin Anak Tumbuh jadi Pribadi Tangguh? Terapkan 5 Pola Asuh Positif Ini
"Teori itu lebih gampang dari praktik karena kita lagi berkesperimen dengan manusia," kata Halimah.
Kawan Puan, dampak toxic parenting sangatlah berbahaya bagi perkembangan anak, terutama psikisnya.
Menurut Halimah, menerapkan gentle parenting bukanlah hal yang mudah, tetapi harus diusahakan untuk memutus siklus toxic parenting.
Kawan Puan, itulah kisah Halimah yang ternyata juga pernah mengalami toxic parenting dan caranya memutus siklus tersebut.
Nah, bagi Kawan Puan yang ingin menyaksikan Arisan Parapuan "Menjadi Rumah untuk Anak" bersama Halimah lebih lanjut, kamu bisa langsung menuju YouTube Cerita Parapuan. (*)