Parapuan.co – Kawan Puan, industri fashion merupakan salah satu penyumbang limbah pencemar lingkungan.
Berangkat dari hal tersebut, muncul sebuah gerakan menciptakan produk fashion yang lebih ramah lingkungan atau yang disebut sebagai sustainable fashion.
Namun sustainable fashion ternyata tak sekadar ramah lingkungan dan terbuat dari bahan alami.
Ada 4 agenda yang perlu ada untuk sebuah fashion bisa disebut sebagai sustainable fashion.
Hal tersebut disampaikan oleh seorang fashion designer, Khairiyyah Sari dalam Road To Weekend Festival Harian Kompas yang digelar pada Rabu (22/12/2021).
Baca Juga: Atasi Limbah Pakaian yang Berdampak Buruk bagi Lingkungan dengan Upcycling
“Jadi sustainability itu ada 4 agenda, yaitu social, economic, ecological, dan cultural. Jadi enggak hanya pakai material yang eco-friendly,” ungkap perempuan yang akrab disapa Sari itu.
Lebih lanjut Sari menjelaskan bahwa kebanyakan konsumen masih belum sepenuhnya paham sampai mana sebuah brand bisa dianggap mengusung tren sustainability itu.
“Sampai sekarang konsumen tuh masih banyak yang belum mengerti sampai mana sih sustainability itu. Mereka masih belum berpikir tentang keempat agenda itu,” tambahnya.
Selain itu kebanyakan konsumen fashion yang mengangap bahwa mengenakan fashion dengan bahan bamboo cotton itu merupakan bagian dari tren sustainable fashion.
Padahal fashion yang berkelanjutan dan ramah lingkungan perlu memenuhi keempat agenda di atas.
Lantas mengaoa produk sustainable fashion lebih mahal?
Kawan Puan, menjadi pertanyaan banyak konsumen pula tentang mengapa produk yang mengusung tren sustainable fashion itu harganya lebih mahal dari pada produk fast fashion.
Terkait hal tersebut, Director Purana Indonesia, Nonita Respati mengutarakan pendapatnya.
Menurut Noni, untuk menjadi brand fashion yang menghasilkan produk sustainable fashion itu tidak mudah dan tidak murah.
Salah satu contohnya adalah dari pemilihan bahan, produk sustainable fashion harus menggunakan bahan utama terbaik yang harus ramah lingkungan, tentunya hal itu memerlukan biaya lebih.
“Ketika kita ingin menghasilkan produk yang mengusung keempat agenda tadi, itu dari pilihan harga aja kita udah membayar lebih,” ungkapnya.
Lebih lanjut Noni menambahkan bahwa jika ingin menggunakan bahan-bahan yang 100 persen natural, maka akan jauh lebih mahal lagi biaya yang dibutuhkan.
Oleh karena itu, produk sustainable fashion kebanyakan menjadi produk niche, atau produk yang dibatasi oleh kalangan terbatas.
“Pada akhirnya sustainable fashion menjadi pasar niche karena end product-nya akan menjadi sangat mahal jika dibandingkan dengan produk yang tidak melakukan langkah-langkah sustainable itu,” terangnya.
Kawan Puan, meski produk sustainable fashion ini lebih mahal dan diminati kalangan terbatas, ada beberapa cara mengedukasi konsumen fashion lainnya untuk melirik tren ini.
Salah satu cara untuk meningkatkan awareness dan ketertarikan akan sustainable fashion adalah dengan semakin menggencarkan kampanye.
Baca Juga: Ini Rekomendasi Brand dengan Material Ramah Lingkungan yang Dibuat dengan Proses Berkelanjutan
“Kita perlu mengedukasi atau woro-woro kepada mereka, tapi hal ini bukan hal yang bisa langsung setahun dua tahun akan mengerti,” ungkap Sari.
Kawan Puan, di Indonesia sendiri sudah ada beberapa brand fashion yang mengusung konsep berkelanjutan, seperti Purana Indonesia, Sejauh Mata Memandang, SukkhaCitta dan Imaji Studio.
Setelah memahami penjelasan di atas, apakah Kawan Puan tertarik mencoba produk sustainable fashion dan turut andil dalam menyelamatkan lingkungan? (*)