Parapuan.co - Limbah pakaian adalah salah satu yang berkontribusi besar pada kerusakan lingkungan.
Dari laporan International Union for Conservation of Nature tahun 2017 bahwa tekstil akan menjadi sumber polusi mikroplastik laut terbesar di dunia, seperti melansir dari PARAPUAN.
Data tersebut didukung oleh temuan Changing Markets Foundation pada Juni 2021 lalu bahwa industri pakaian bertanggung jawab atas lebih dari 20 persen polusi air di dunia.
Temuan-temuan ini seharusnya menyadarkan kita bahwa gaya hidup konsumtif dalam membeli pakaian bisa merusak lingkungan.
Baca Juga: Ini Rekomendasi Brand dengan Material Ramah Lingkungan yang Dibuat dengan Proses Berkelanjutan
Maka dari itu penting bagi kita untuk lebih bijak dalam menerapkan gaya hidup, salah satunya terkait dengan konsumsi pakaian.
Alih-alih membuang pakaian yang sudah tidak jadi tren atau karena rusak begitu saja, ada cara lain yang bisa kita lakukan.
Misalnya seperti yang diajarkan oleh Setali Indonesia, komunitas fashion berkelanjutan, bahwa kita bisa membuat pakaian lama atau rusak menjadi sebuah pakaian baru melalui upcycling.
"Upcycling berbeda dengan recycling. Recycling itu kan daur ulang, sementara upcycling itu menghasilkan sebuah karya baru," ujar Indita Karina, sustainable fashion expert dari Setali Indonesia, dalam talkshow di Together(E) - International Virtual Modest Fashion Summit 2021, pada Senin (6/12/2021).
Setali Indonesia mengajarkan cara mengolah sampah baju dan kain untuk dijadikan karya yang memiliki nilai lebih.
"Misalnya, kalau ada baju bolong, kita perbaiki, kita kasih kerah lagi atau kita redesign lagi," cerita perempuan yang akrab dipanggil Indi tersebut.
Setali Indonesia juga aktif melaksanakan workshop custom made, dimana orang bisa datang dengan membawa baju mereka yang sudah usang untuk kemudian di-upcycling.
"Misi kita untuk mengedukasi masyarakat akan pentingnya sustainable fashion dan circular fashion, karena memang sudah seharusnya kita bergerak ke arah sana," ujar Indi lagi.
Ia percaya bahwa mode berkelanjutan dengan menerapkan upcycling bukanlah sebuah tren, melainkan sudah harus jadi bagian dari gaya hidup.
Pasalnya, seperti tujuan utama Setali Indonesia adalah mengurangi limbah fashion dan dampaknya bagi lingkungan.
Baca Juga: Mengenal Tren Rewear Culture yang Bisa Selamatkan Lingkungan dan Diikuti Para Artis
"Jadi daripada dibuang (pakaiannya), mending dibuatkan sebuah karya baru dengan cara upcycling," papar Indi lagi.
Ia sendiri melihat bahwa dibandingkan lima tahun lalu Setali Indonesia berdiri, sudah semakin banyak masyarakat yang peduli dengan gerakan-gerakan sustainable fashion.
Bahkan, para pelaku usaha fashion juga mulai melirik strategi-strategi desain yang berkelanjutan seperti apa.
"Fashion tidak harus cost the earth, tidak harus beli barang yang fast fashion, kita bisa lebih beralih ke belanja barang lokal atau thrifting," cerita Indi.
"Ada juga yang tukar baju atau menerapkan zero waste. Itu sudah mulai menjamur banget," ujarnya lagi yang mengaku melakukan riset tentang upcycling beberapa tahun lalu.
Sementara itu, Indi juga melihat ke tren global, bahwa di masa depan tren fashion akan mengarah ke konsep sustainable dan custom.
Orang-orang mulai meninggalkan hal-hal yang artificial atau instan seperti fast fashion dan beralih ke slow fashion.
"Sekarang orang lebih melihat ke craftmanship, artisanship, sesuatu yang melestarikan budaya, yang erat kaitannya dengan sustainability," ujarnya menjelaskan.
Ia pun berharap bahwa akan makin banyak masyarakat yang lebih bijak dalam mengonsumsi pakaian.
"Lebih mindful. Misalnya, ada baju yang robek sedikit, jangan lantas langsung dibuat, tapi diperbaiki. Ini bisa jadi permulaan gaya hidup yang baru," ajaknya. (*)
Baca Juga: PD dengan Busana Lama, Ini Artis yang Elegan dengan Recylce Dress