Cerita Raden Sasnatya Soal Menariknya Bekerja Sebagai Interpreter

Aulia Firafiroh - Jumat, 24 September 2021
Tya cerita soal profesi interpreter
Tya cerita soal profesi interpreter parapuan

Parapuan.co- Pekerjaan interpreter akhir-akhir ini menjadi perbincangan, apalagi didukung dengan hebohnya penampilan BTS di gedung PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa).

Salah satu narasumber PARAPUAN yang juga merupakan seorang interpreter, membagikan pengalamannya.

Namun banyak orang yang menganggap jika profesi interpreter sama dengan penerjemah.

Hal itu dibantah oleh perempuan lulusan S2 Bahasa Prancis Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung ini.

"Kalau penerjemah lebih ke dokumen, tulisan, atau teks, sedangkan kalau interpreter itu langsung. Jadi orang ngomong, lalu kita menjelaskan langsung," jelas perempuan yang akrab disapa Tya ini.

Baca juga: Raden Sasnatya, Interpreter Perempuan yang Pernah Bekerja di Imigrasi dan Kepolisian

Tya bercerita, tidak banyak orang yang bercita-cita menjadi interpreter, padahal profesi ini cukup menjanjikan.

"Sebenarnya profesi interpreter ini cukup menjanjikan untuk karier. Meski banyak orang-orang yang bilang 'kan kadang-kadang'," ujar Tya.

Mantan dosen Bahasa Prancis sekolah fashion ESMOD ini juga membagikan cerita penghasilan interpreter yang lumayan tinggi.

"Dalam satu hari, interpreter bahasa Inggris bisa menghasilkan Rp 3 juta- Rp 6 juta dengan delapan jam kerja. Biasanya meski kurang dari delapan jam, tetap dibayar sehari," cerita Tya.

Ternyata tingkat kesusahan bahasa juga mempengaruhi tarif interpreter.

"Kalau bahasa Prancis atau Jerman itu bisa Rp 5 juta-Rp 8 juta per hari. Kalau yang lebih susah lagi kayak bahasa Rusia, Mandarin, atau bahasa yang sulit dan jarang, bisa mendapat tarif lebih tinggi lagi," tambahnya.

Untuk mendapat sertifikat internasional sebagai interpreter handal, tenyata tidak mudah.

Hal itu disampaikan Tya, karena ada jenjang pendidikan yang harus dilewati.

"Untuk mendapatkan sertifikat internasional sebagai interpreter, kita harus mengantongi 500 jam kerja. Mendapatkan sertifikat itu sendiri nggak gampang dan nggak murah," ujar Tya.

"Aku sendiri juga belum mempunyai sertifikat itu," lanjutnya.

Selain itu, ada etika yang harus dilakukan saat menjalankan profesi sebagai interpreter.

Baca juga: Kisah Ence Adinda dalam Memberdayakan Perempuan untuk Peduli Lingkungan

"Sosok interpreter yang ada di dalam film The Interpreter yang diperankan oleh Nicole Kidman itu sebenarnya melanggar etika karena dia mau membunuh presiden. Sebenarnya itu salah satu hal yang tidak boleh. Makanya ada beberapa pelatihannya untuk tahu mana batas-batas yang boleh kita kasih tahu, mana yang harus kita jaga, mana yang harus kita obrolin di ruangan itu, dan tidak boleh disebarkan," papar ibu satu anak ini.

Sebelum mengakhiri pembicaraan, Tya juga membagikan pesan bagi Kawan Puan yang ingin menjadi interpreter.

"Pokoknya tidak menutup diri untuk mengetahui hal atau berita baru. Misalkan, lagi heboh soal k-pop, ya kita harus tahu. Apalagi kalau basicnya bahasa Korea atau sastra Korea. Karenaa kita pasti ditanya 'gimana nih tanggapannya Ty soal presiden Prancis, tragedi ini, atau kejadian dimana'. Kita harus banyak membaca dan melihat berita. Sehingga kalau ditanya, kita sebagai interpreter, nggak blank banget," ujar Tya.

Selain itu Tya juga menyarankan Kawan Puan untuk banyak berbicara dengan orang berkewarganegaraan lain.

"Mungkin bisa mendengarkan orang asing ngomong atau teman dengan kewarganegaraan lain untuk mengobral,"

Kawan Puan, menarik sekali ya pekerjaan menjadi Interpreter ini! (*)

Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh