Bijak Pilih Pakaian, Ini 4 Serat Sintetis yang Tidak Ramah Lingkungan

Citra Narada Putri - Sabtu, 17 Juli 2021
Serat sintetis telah terbukti berbahaya bagi lingkungan.
Serat sintetis telah terbukti berbahaya bagi lingkungan. Getty Images/iStockphoto

Polyester

Polyester adalah salah satu serat sintetis yang paling umum digunakan di industri tekstil dengan 55 persen dari total produksi kain di seluruh dunia, karena murah dan mudah dibuat.

Namun, serat sintetis ini menggunakan minyak bumi yang berbahaya bagi lingkungan dan tidak dapat terurai secara hayati.

Secara teknis, polyester adalah polyethylene terephthalate atau yang juga disebut plastik PET, yang kemudian dicetak menjadi filamen dan ditenun menjadi kain.

Pembuatannya menggunakan reaksi kimia etilen glikol dan asam reftalat, yang mana bahan kimia ini berasal dari bahan bakar fosil, udara dan air.

Produksi polyester sendiri membutuhkan banyak air, yang mana setelah digunakan air tersebut akan terkontaminasi dan dibuang kembali ke saluran air.

“Itu tidak berhenti pada tahap pembuatan saja, setiap kali kamu mencuci pakaian polyester, serat mikro dilepaskan ke saluran air kita yang menyebabkan kerusakan besar pada kehidupan laut dan ekosistem vital,” ujar Laura Balmond.

Baca Juga: Ternyata, Tak Semua Brand Label 'Green Fashion' Mempraktikkan Mode Berkelanjutan

Nilon

Serupanya dengan polyester, nilon juga merupakan serat sintetis yang banyak digunakan di industri fashion.

Biasanya serat jenis ini ditemukan pada celana ketat, stoking, pakaian renang hingga pakaian olahraga.

Serat jenis ini sama berbahayanya dengan polyester karena menggunakan minyak bumi.

Produksi nilon memancarkan nitrous oxide, gas rumah kaca yang 300 kali lebih berbahaya bagi lapisan ozon daripada karbon dioxida

Lebih dari itu nilon tidak dapat terurai secara hayati dan akibatnya, dapat berada di tempat pembuangan sampah selama 20 hingga 200 tahun.

Seperti halnya serat sintetis polyester, nilon juga melepaskan mikriplastik saat digunakan dan dicuci yang berdampak buruk bagi ekosistem lautan.

Sumber: The Independent,BBC Earth
Penulis:
Editor: Citra Narada Putri