Perempuan Harus Aware, Inilah 4 Faktor yang Kerap Menjadi Alasan Perceraian

By Tim Parapuan, Selasa, 6 Mei 2025

Maraknya perceraian yang dialami perempuan Indonesia

Parapuan.co - Pernikahan sering dianggap sebagai bukti pencapaian hidup seorang perempuan. Namun, tidak semua kisah rumah tangga berujung pada keabadian yang diimpikan.

Bagi sebagian perempuan, pernikahan justru menjadi ruang yang sempit, penuh luka, dan kehilangan jati diri. Bercerai bukanlah keputusan ringan, apalagi bagi perempuan yang sejak kecil diajarkan bahwa keharmonisan rumah tangga adalah tanggung jawab utamanya.

Tapi semakin banyak perempuan yang mulai menyadari bahwa kebahagiaan dan kesehatan mental bukan sesuatu yang bisa dikorbankan terus-menerus. Mereka memilih bercerai bukan karena gagal, melainkan karena berani mengambil kendali atas hidupnya sendiri.

Melansir dari Kompas.com, hal ini tercermin dari laporan Pengadilan Agama (PA), yang mencatat ada sekitar 4.087 kasus gugatan cerai lebih banyak diajukan oleh istri atau perempuan di tahun 2024.

Humas PA Surabaya, Akramuddin menegaskan bahwa kasus perceraian yang diajukan oleh istri atau perempuan tidak hanya di Kota Surabaya saja, tetapi juga banyak ditemukan hampir di seluruh Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), di tahun 2024 sebanyak 399.921 jiwa tercatat resmi bercerai. Meskipun tidak ada keterangan gender mana yang lebih banyak menggugat, tentu angka ini bukan sekadar statistik, melainkan potret kehidupan rumah tangga di Indonesia. 

Adapun dalam catatan tersebut yang paling banyak menjadi pemicu perceraian adalah perselisihan dan pertengkaran terus menerus, mencapai 251.125 kasus. Ini menunjukkan bahwa konflik yang tak terselesaikan dalam rumah tangga menjadi bom waktu yang pada akhirnya bisa meledak.

Bagi banyak perempuan, bertahan dalam pernikahan yang penuh konflik bukan lagi pilihan. Mereka mulai menyadari bahwa kesehatan mental dan emosi diri sendiri jauh lebih penting daripada mempertahankan status pernikahan semata.

Dalam banyak kasus, perempuan masih dibebani ekspektasi sebagai penjaga keutuhan rumah tangga. Namun realitanya, ketika komunikasi berubah menjadi kompetisi, ketika suara perempuan tak lagi didengar, maka perceraian menjadi bentuk keberanian untuk memilih damai di atas kekerasan verbal yang tak kunjung usai.

Baca Juga: Waspada 7 Red Flag Pernikahan yang Bisa Berujung pada Perceraian