Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.
Ini bukan soal nasib buruk yang lebih sering menimpa perempuan.
Penjelasannya bisa dilacak: Sejak uji coba keamanan maupun kenyamanan kendaraan, seluruhnya berpatokan pada tubuh laki-laki. Bahkan laki-laki usia pertengahan 40-50 tahunan.
Variabel seperti suhu nyaman kendaraan dan kesesuaian sabuk pengamanan pada kendaraan, tidak menjadikan tubuh perempuan sebagai pertimbangan.
Rasa nyaman berkendara adalah standar kenyamanan laki-laki. Keselamatan dari kecelakaan adalah ukuran keselamatan bagi laki-laki.
Demikian pula dengan ketersediaan fasilitas umum di perkotaan.
Dapat disaksikan antrian mengular toilet lebih mudah ditemukan pada toilet perempuan, dibanding toilet laki-laki.
Jika pun antrian bersumber dari soal ritualnya yang berbeda: ritual bertoilet perempuan lebih panjang dari laki-laki, harusnya infrastruktur tersedia sesuai kebutuhan.
Dan tak semata jumlah ketersediaan yang sama, menunjukkan keadilan yang setara.
Menurut penulis ini, fasilitas dan infrastruktur umum yang tersedia pada sistem yang dibangun laki-laki, membuat perempuan mengalami siksaan fisik dan mental.
Fasilitas dan infrastruktur umum adalah perwujudan perasaan dan pikiran laki-laki. Untuk perempuan, disesuaikan.