Parapuan.co - Salah satu hak anak yang dijamin dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah anak-anak mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
Pendidikan dan pengajaran diberikan dalam rangka pengembangan pribadi serta tingkat kecerdasan sesuai dengan minat bakatnya.
Tak terkecuali dengan anak berkebutuhan khusus yang berhak memperoleh pendidikan luar biasa.
Baca Juga: Bukan Memarahi, Berikut Strategi Disiplin untuk Anak Cerebral Palsy
Pendidikan inklusi di Indonesia dimulai dari kesiapan dan pemahaman orang tua tentang model pendidikan yang tepat bagi anak berkebutuhan khusus.
Rahma Paramita, Psikolog Anak dan Remaja Sekolah Cikal, mengatakan terdapat tujuh aspek penting untuk diperhatikan orang tua dalam mempersiapkan anak berkebutuhan khusus bersekolah.
Aspek tersebut terdiri dari perkembangan fisiknya, mencakup motorik kasar dan halus, perkembangan bahasa (ekspresif dan reseptif), kognisi (pendekatan pada pembelajaran), pra-membaca dan menulis, perhitungan dasar, sosial, dan emosi.
Menurut Mita (sapaan akrab Rahma Paramita), perkembangan fisik menjadi hal paling mendasar yang harus diperhatikan orang tua.
“Dalam perkembangan fisik, misalnya bagi anak usia prasekolah di tingkat Rumah Main Cikal kelas adik-adik di usia 10 bulan sampai 2 tahun, paling tidak orang tua dapat memperhatikan apakah anak sudah bisa duduk terlebih dahulu agar dapat mengikuti kelas," ungkapnya.
"Atau di usia ketika mau kelas kakak-kakak di usia 2 tahun apakah anak sudah bisa berjalan untuk mengajarkan kemandirian. Perkembangan fisik menjadi hal paling mendasar yang harus diperhatikan,” jelas Mita seperti yang PARAPUAN kutip dari Kompas.com, Rabu (23/6/2021).
Di samping kesiapan fisik, Mita menjelaskan perihal kesiapan sosial anak, termasuk kesadaran diri akan sekitarnya.
“Dari aspek sosial orang tua bisa melihat dari sisi kesadaran anak akan orang lain, apakah anak sudah sadar terhadap lingkungan sekitar? Apakah sudah memulai pertemanan? Atau menunggu giliran? Aspek ini terkait kesadaran akan diri dan sekitarnya,” terang Mita.
Akomodasi belajar anak berkebutuhan khusus
Mita menambahkan, kunci pendidikan bermakna bagi anak berkebutuhan khusus mencakup akomodasi belajar.
Akomodasi belajar terdiri dari enam aspek di dalamnya, baik cara pemberian instruksi, bentuk tugas atau bentuk materi belajar, setting belajar, waktu belajar, jadwal belajar, manajemen waktu dan tugas, serta bagaimana cara anak merespons dengan beberapa gambaran contoh.
Mita mencontohkan jika di dalam materi belajar misalnya satu anak dapat memperoleh materi dengan hanya mendengar saja, satu anak lagi belajar dengan video.
Jika dari bentuk tugas, anak reguler bisa diberikan 10 pertanyaan, kalau anak berkebutuhan khusus itu 2 pertanyaan dahulu.
Kemudian, jika menyampaikan tugas dengan menulis membuat anak berkebutuhan khusus tidak nyaman, boleh dengan cerita atau proyek presentasi.
"Bahkan dalam beberapa anak yang selective mutism, mereka direkam oleh orang tua terkait responsnya dan itu yang ditunjukkan pada guru. Semua kita perkenankan, tujuannya terletak pada pemahaman anak terhadap materi,” jelas Mita.
Baca Juga: Membesarkan Anak dengan Cerebral Palsy, Apa Saja yang Perlu Diperhatikan?
Mita juga menjelaskan aspek akomodasi lainnya seperti setting belajar dengan kelompok kecil atau individu.
“Lalu, ada lagi akomodasi setting belajar, pengertiannya adalah tidak semua anak harus berada dalam kelas klasikal. Apabila anak belum bisa belajar kelompok besar, maka kita siapkan kelompok kecil (4-6 orang), kalau tidak nyaman kelompok kecil maka kelas individu," tuturnya.
Kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan anak
Mita mengatakan bahwa dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus diperlukan modifikasi kurikulum.
Katanya, sekolah tidak dapat memaksa anak berkebutuhan khusus menguasai berbagai macam hal melainkan fokus pada hal-hal yang diterapkan di keseharian.
“Sekolah Inklusi seperti Cikal menyediakan modifikasi kurikulum bagi anak berkebutuhan khusus. Kami memfokuskan hal-hal yang akan digunakan di keseharian, misal, matematika dasar, cara membaca tanda di jalan, cara baca resep obat. Hal terpenting itu dapat digunakan di kehidupan sehari-hari,” kata Mita.
Tujuan dari semua upaya ini adalah mengasah kemandirian anak dengan seluruh potensinya.
Baca Juga: Kiat-Kiat Manajemen Stres untuk Orang Tua Anak Berkebutuhan Khusus
(*)