Parapuan.co - Sudah satu tahun lebih pandemi Covid-19 melanda negeri ini.
Segala aspek kehidupan pun dipaksa berubah dan beradaptasi dengan situasi ini.
Salah satunya adalah sekolah dari rumah atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang dilakoni para siswa.
Sudah lebih dari setahun pula para pelajar di suluruh Indonesia menjalani PJJ secara daring.
Baca Juga: PCOS Disebut Tingkatkan Risiko Covid-19, Ini 4 Faktor Lain yang Mempengaruhinya
Hal ini pun menimbulkan banyak kendala dan tantangan yang harus dihadapi siswa dan orang tua.
Kini setelah lebih dari satu tahun, pembelajaran tatap muka akan kembali digelar.
Kabar ini telah disampaikan langsung oleh Mendikbud Nadiem Makarim.
Sekolah tatap muka sudah diperbolehkan mulai saat ini, keputusan diizinkannya sekolah tatap muka berdasarkan SKB 4 Menteri.
Mengutip dari Kompas.com, Nadiem juga menegaskan bahwa sebenarnya sekolah tatap muka sudah bisa dilakukan mulai saat ini dan pada bulan Juli 2021 seluruh sekolah diupayakan untuk melakukan pembelajaran tatap muka.
"Yang di Juli 2021 itu, harapannya semua sekolah sudah buka sekolah tatap muka," tegas Nadiem Makarim.
Sekolah diizinkan buka dan melakukan pembelajaran tatap muka asal guru dan tenaga pendidikan lain sudah melalui tahap vaksinasi.
Namun, wacana digelarnya sekolah tatap muka ini menimbulkan ketakutan tersendiri bagi orang tua.
Sebagaian orang tua merasa takut anaknya akan tertular virus corona ketika berada di sekolah.
Baca Juga: Terbaring Lemah di Rumah Sakit, Aliya Rajasa Baru Saja Jalani Operasi Pengangkatan Kantong Empedu
Untuk itu, epidemiolog Universitas Airlangga, Laura Navika Yamani pun memaparkan berbagai hal yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan Covid-19 dengan dibukanya sekolah tatap muka ini.
Mengutip dari Kontan.co.id, Laura mengatakan pencegahan ini harus melibatkan semua pihak seperti pihak sekolah, siswa, hingga wali murid.
"Jadi ini tidak hanya terkait dengan siswanya, tetapi juga sekolahnya. Apakah fasilitas di sekolah itu sudah sesuai dengan protokol kesehatan, itu yang harus dipastikan," ujar Laura kepada Kontan.co.id, Senin (5/4/2021).
Laura pun menilai sekolah sudah menyiapkan berbagai hal untuk pembelajaran tatap muka ini.
Namun, dia menurutnya sekolah juga harus menerapkan protokol kesehatan, juga memastikan fasilitas yang ada pun harus mendukung protokol kesehatan dan siswa yang hadir pun tidak boleh 100%.
"Jadi harus ada model hybrid 50%, kemudian dibagi setiap hari siapa yang harus datang." tambah Laura.
Tak hanya itu, Laura juga menilai bahwa sekolah pun harus melakukan penilaian kesehatan pada para siswa.
Penilaian kesehatan ini harus dilakukan secara berlapis.
Di mana sebelum masuk ke sekolah dilakukan checklist terhadap kesehatan setiap siswa dan pada murid masuk sekolah dilakukan pemeriksaan suhu tubuh bahkan melihat apakah ada gejala tertentu pada para siswa.
Baca Juga: Gempa 6,7 Magnitudo Guncang Malang, Terasa Sampai Solo, Lombok, hingga Bali Tak Berpotensi Tsunami
Tak hanya itu, siswa juga diberikan informasi serta pemahaman mengenai pedoman apa yang harus dilakukan selama pembelajaran tatap muka.
Menurut Laura, pemberian informasi kepada siswa diperlukan lantaran pemahaman setiap masyarakat berbeda, sehingga sekolah juga perlu memberikan panduan kepada para wali murid.
Pemahaman ini juga perlu diberikan kepada wali murid agar bisa menyampaikannya dengan baik ke anak-anak.
Terutama untuk para wali murid dengan anak yang masih sekolah SD, TK, bahkan PAUD.
"Pihak sekolah juga bisa membantu dengan memberikan pedoman-pedoman, pedoman itu bisa dipelajari oleh anak nanti. Jadi pedoman di kelas apa yang dilakukan, apalagi ini kemungkinkan (yang sekolah tatap muka) tidak hanya tingkat SMA dan SMP, mungkin juga SD bahlan TK dan Paud," terang Laura.
Tak hanya menyampaikan informasi mengenai pedoman sekolah tatap muka, wali murid juga harus menyiapkan berbagai perlengkapan yang dibutuhkan.
Seperti halnya membahwakan bekal untuk anak agar tak perlu jajan di kantin.
Baca Juga: Gempa 6,7 Magnitudo Guncang Malang, Begini Langkah Evakuasi Darurat di Situasi Covid-19
Atau membawakan anak peralatan makan sendiri sehingga lebih aman saat makan di tempat umum.
Laura pun berharap bahwa sekolah meniadakan acara makan bersama di sekolah.
"Kalau dibuat full day, ini harus dipertimbangkan, full day-nya harus seperti apa. Kelasnya dipastikan sirkulasi udaranya bagus, kalau bisa pindah-pindah tempat, jadi full day itu tidak selalu berada di di dalam ruangan. Jadi ada kombinasi kegiatan di lapangan, kemudian di kelas, nah ini dari pihak sekolahnya," ujarnya.
Lebih lanjut, Laura pun mengatakan pihak sekolah harus berkoordinasi dengan Satgas Covid-19 yang ada, ini berkaitan dengan hal-hal yang harus disiapkan dan yang harus dilakukan oleh sekolah. (*)