Parapuan.co - Nama Juragan 99 atau Gilang Widya Pramana tampaknya belakangan ini sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia.
Pasalnya, laki-laki yang dikenal dengan sebutan Crazy Rich Malang ini makin diperbincangkan usai membahas omzet MS Glow, bisnis milik istrinya Shandy Purnamasari.
Melansir Kompas.com, Gilang mengklaim omzet penjualan bisnis kosmetik yang didirikan Shandy dan Maharani Kemala itu, MS Glow, bisa tembus Rp600 miliar per bulan.
Alhasill, pernyataan Juragan 99 tersebut langsung dikomentari Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus.
"Wow gurih nih @DitjenPajakRI setahun omset Rp7,2 T. Berarti memungut PPN 10 persen Rp720 M. Tinggal cocokin ke SPT PPN dan SPT PPh," cuit Yustinus di akun Twitter pribadinya.
Nah, beberapa hari lalu Juragan 99 pun mendatangi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Mampang Prapatan untuk lapor SPT (Surat Pemberitahuan) tahunan.
Selain itu, Gilang pun mengikuti program pengungkapan sukarela (PPS) yang diselenggarakan pemerintah hingga tanggal 30 Juni 2022.
Hal tersebut diungkapkan Gilang melalui akun Instagram-nya, Juragan 99. Tak hanya itu, Yustinus pun menungkapkan hal selaras di akun Twitter-nya.
"Kami mendapat info dari rekan di Kantor Pajak, @GilangJuragan99 hari ini menyampaikan SPT dan telah mengikuti Program Pengungkapan Sukarela," tulis Yustinus.
View this post on Instagram
Baca Juga: Bagi yang Belum Tahu, Ini Ketentuan Pajak untuk Pelaku E-commerce
"Langkah ini patut diapresiasi dan semoga menjadi contoh bagi yang lain untuk peduli dan patuh pajak. #PajakKuatIndonesiaMaju," tambahnya.
Menariknya, salah satu warganet di Twitter dengan akun @XIXdgmbkXIX mempertanyakan langkah Gilang yang melapor di KPP Pratama dengan me-retweet cuitan Yustinus.
Bentar2.
Ini daftar di kantor pajak pratama.
Kalo gak salah kantor pajak ada beberapa level.
Yang terendah adalah Pratama trus madya, khusus, dan lto (wajib pajak besar).Berarti wajib pajak kecil dong?
Ayyy pikir di kantor pajak ITO.
— el sipaling doxxing (@XIXdgmbkXIX) March 25, 2022
Juragan Asu ini mah kl level pratama. https://t.co/YoDYJYk7C3
Cuitan itu pun dikomentari warganet lain karena KPP Pratama memang ditujukan untuk wajib pajak dengan nominal pajak dan aset kecil, dibandingkan KPP Madya dan KPP Besar.
Sehubungan dengan itu, Kepala Subdit Penyuluhan Pajak Direktorat P2Humas DJP Inge Diana Rismawati mengungkapkan alasannya kepada PARAPUAN.
Menurutnya, hal yang perlu diluruskan lebih dulu adalah jenis KPP hanya ada tiga, yakni KPP Pratama, KPP Madya, dan KPP Besar.
Seorang wajib pajak terdaftar di KPP Besar haruslah besar dalam skala nasional. Sedangkan, KPP Madya juga besar, tetapi skalanya di regional.
"Tidak ada KPP Khusus. Kanwil (Kantor Wilayah) khusus itu memang ada wajib pajak penanaman modal asing, BUMN, bursa, migas. Tapi itu semua kriterianya masuk ke Madya," ujar Inge.
Lantas, Inge pun menjelasakan bahwa ada banyak kriteria dan persyaratan yang harus dipenuhi wajib pajak untuk bisa naik ke madya ataupun besar.
Beberapa di antaranya adalah setoran pajak atau jumlah penerimaan pajak dari wajib pajak bersangkutan, modal, dan aset.
Baca Juga: Sedang Tren Investasi Pasar Modal, Ini Dia Cara Laporkan Saham di SPT Tahunan
Tak hanya itu, ternyata untuk bisa menjadi wajib pajak madya ataupun besar harus ada keputusan Dirjen tersendiri yang menyatakan wajib pajak tersebut layak dipindah.
Keputusan itu tidak rutin dibuat. Inge pun bilang, Mei 2021 lalu penetapan wajib pajak baru diadakan dengan mengambil momen pembentukan struktur organisasi baru di KPP.
"Wajib pajak baru pasti daftar di KPP Pratama, karena kan kita enggak punya sejarah catatan tentang dia gimana tahun sebelumnya," terang Inge.
"Kalau daftar baru pasti masuk pratama. Untuk terdaftar di madya bisa diperbaharui tapi ada kebijakan tertentu dan tidak secara rutin di lakukan," tambahnya.
Wajib pajak tersebut harus lolos sekian persyaratan dan jadi yang terpilih. Inge bahkan mengungkapkan, jumlah wajib pajak madya hanya ada sekitar 1000-2000 WP.
Menurutnya, sekalipun seseorang membayarkan pajak hingga miliaran tahun ini, wajib pajak tersebut tidak bisa serta merta masuk ke madya.
Jumlah setoran yang dilihat dan dipertimbangkan oleh pihak pajak tidak berdasarkan satu tahun, yang kebetulan lagi besar, saja.
"Biasanya melihat setoran beberapa tahun ke belakang, antara 3 sampai 5 tahun. Kalau sekarang bayar puluhan miliaran, enggak langsung dipindah ke madya," terang Inge.
Baca Juga: Sedang Tren Investasi Pasar Modal, Ini Dia Cara Laporkan Saham di SPT Tahunan
Lantas, menurut Inge, mengapa Juragan 99 yang disebut crazy rich Malang itu lapor pajaknya di KPP Pratama dan tak terdaftar sebagai madya ataupun besar?
"Pada saat kita menentukan wajib pajak baru untuk KPP madya, misalnya tahun lalu, dia tidak terekam sebagai yang beberapa tahun ke belakang memberikan setoran yang besar," ujarnya.
"Jadi dia belum masuk ke madya, masih di pratama. Kita enggak tahu deh beberapa tahun lagi, tergantung kebijakan pimpinan, apakah ada rolling lagi," pungkas Inge. (*)