Parapuan.co - Istilah wastra Indonesia mungkin akan begitu dikenal dengan kain batik yang memiliki corak indah.
Padahal baik tenun, songket, atau ulos juga termasuk dalam kategori wastra Indonesia.
Seperti yang kita ketahui, Indonesia dianugerahi kekayaan budaya yang begitu beragam, salah satunya wastra nusantara.
Bagi sebagian dari kita mungkin istilah wastra masih cukup asing dan menganggap wastra Indonesia hanya batik.
Istilah wastra sendiri berasal dari Bahasa Sansekerta yang memiliki arti sehelai kain.
Dengan kata lain, wastra nusantara tidak hanya batik saja ya, Kawan Puan.
Melainkan, berbagai jenis kain tradisional lainnya yang berasal dari segala penjuru daerah di Indonesia bisa disebut dengan wastra.
Seperti kita ketahui, setiap wastra memiliki motif, pola, dan warna yang berbeda antara satu dan lainnya.
Tidak hanya sekedar motif dan warna, tetapi yang tergambar dari setiap wastra ternyata memiliki filosofi dan cerita yang mendalam.
Dilansir dari laman Wonderful Indonesia, berikut makna yang terkandung dalam kain tradisional Indonesia.
Baca Juga: Terinspirasi Warna Berlian, Kolaborasi Ini Hadirkan Sling Bag Stylish
1. Ulos
Kawan Puan tentu sudah tak asing mendengar nama kain tradisional asal Suku Batak, Sumatera Utara ini.
Ulos secara harfiah memiliki arti selimut yang menghangatkan badan. Cara pembuatan kain ulos ini hampir mirip dengan kain songket khas Palembang, menggunakan alat tenun bukan mesin.
Warna yang menjadi khas dari ulos ini didominasi merah, hitam, dan putih dengan anyaman benang berwarna emas dan perak.
Tak hanya satu, ulos memiliki beragam jenis dari Batak Toba, di antaranya ragi hidup, ragih otang, dan sibolang yang biasa digunakan sebagai selendang.
Jenis ulos lainnya adalah ulos sadum angkola atau ulos godang yang biasanya diberikan pada anak dengan harapan dapat mendatangkan kebahagiaan dan berkat bagi keluarga.
2. Tenun Gringsing Bali
Selain memiliki keindahan alam memukau, Bali juga memiliki kain tenun yang begitu indah yakni kain gringsing dari Desa Tanganan, Bali.
Kain satu ini begitu unik karena disebut-sebut sebagai satu-satunya kain tenun tradisional yang dibuat dengan teknik ikat ganda.
Kata gringsing sendiri berasal dari kata "gring" yang berarti sakit dan "sing" berarti tidak, sehingga jika digabungkan bermakna "tidak sakit".
Masyarakat Bali meyakini bahwa kain tenun ini memiliki kekuatan magis yang dapat melindungi mereka dari berbagai macam penyakit.
Di sisi lain menurut mitos Bali, kain gringsing ini berasal dari kekaguman Indra (Dewa Petir Bali) akan langit malam yang memesona. Kemudian Dewa Indra menuangkannya dalam motif tenun apa yang dilihatnya pada raya pilihannya (Tanganan).
Baca Juga: Intip Brand Sepatu Indonesia Kolaborasi dengan Disney Princess
3. Tenun Sumba
Pulau Sumba memiliki keindahan alam luar biasa. Tidak mengherankan wilayah tersebut menjadi salah satu destinasi favorit para wisatawan.
Selain keindahan alamnya, Pulau Sumba juga memiliki kain tenun khas Sumba yang masih diproduksi dengan teknik tradisional.
Diketahui, pewarna yang digunakan untuk kain tenun ini menggunakan ekstrak dari alam, seperti akar mengkudu, serat kayu, dan lumpur.
Usai diwarnai, kain tersebut diikat menggunakan daun gewang dan lanjut ke proses pengeringan.
Untuk membuat satu lembar kain tenun Sumba membutuh proses yang panjang, setidaknya harus melewati 42 tahapan dan memakan waktu hingga tiga tahun.
Tak heran, jika kain tenun Sumba ini begitu istimewa dan memiliki harga yang cukup mahal.
Jika dilihat lebih dekat, akan terlihat kain tenun khas Sumba memiliki motif-motif fauna yang menjadi ciri khasnya.
Motif fauna ini sesuai dengan kepercayaan masyarakat Sumba yang meyakini bahwa binatang-binatang tertentu layak dijadikan simbol atau nilai kehidupan manusia.
Sebagai contoh, motif kuda memiliki arti kepahlawanan, keagungan, dan kebangsawanan. Hal ini dipengaruhi karena kuda adalah simbol harga diri bagi masyarakat Sumba.
Sementara untuk motif bergambar buaya dan naga, keduanya bermakna kekuatan dan kekuasaan raja. Motif ayam mengartikan kehidupan perempuan dan motif burung kakatua melambangkan persatuan.
Bagi masyarakat Sumba, kain ini dianggap begitu sakral dan hanya dipakai saat momen-momen penting, seperti pernikahan, kelahiran, dan ritual penguburan.
4. Tenun Ikat Flores
Kain tenun satu ini disebut sebagai salah satu wastra Indonesia bernilai seni tinggi karena rumitnya proses pembuatan untuk satu lembar kainnya.
Diketahui dalam pembuatan kain tenun ikat Flores ini, setidaknya harus melewati 20 tahapan dan waktu yang panjang.
Kain tenun ikat ini diproduksi di sejumlah wilayah Flores yakni Maumere, Sikka, Ende, Ngada, Nagekeo, Manggarai, Lio, dan Lembata.
Masing-masing daerah tentu saja memiliki motif, corak, dan warna yang berbeda. Tentunya, motif tersebut sangat merepresentasikan betapa beragamnya suku, adat, agama, dan kehidupan masyarakat Flores.
Lebih lanjut lagi, ragam motif yang dimiliki kain tentun ini juga sarat akan makna. Misalnya pola belah ketupat yang memiliki arti persatuan antara pemerintah dan masyarakat.
5. Kain Tapis
Kain tenun satu ini merupakan kain kebanggaan masyarakat Lampung yang terbuat dari benang kapas serta diberi hiasan sulaman benang emas, perak, atau sutera.
Mulanya, kain ini dirancang sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan hanya digunakan pada acara adat atau ritual keagamaan.
Namun seiring perkembangan zaman, kain tapis dapat digunakan sehari-hari dan banyak dibuat sebagai buah tangan andalan dari Lampung.
Jika dilihat dari motif, kain ini memiliki motif yang beragam dengan makna yang berbeda-beda.
Misalnya, motif kapal melambangkan perjalanan hidup manusia karena dianggap sebagai kendaraan yang membawa kehidupan manusia mulai dari lahir hingga kematian.
Penggunaan kain tapis ini juga dapat menggambarkan status sosial seseorang dalam masyarakat adat lho, Kawan Puan.
(*)
Baca Juga: Yuk Mulai Kurangi Penggunaan 4 Jenis Kain Ini yang Merusak Lingkungan!