Love Yourself
S***** - 10 Mei 2023

Hmm, pilihan tersulit dalam hidup, ya?

Tentu saja saat harus menyetujui operasi pengangkatan rahim waktu aku duduk di bangku SMA dahulu.

Bayangkan saja, anak remaja yang baru saja mulai mengenali organ reproduksinya (dengan segala keterbatasan dan dianggap tabu kala itu), tiba-tiba harus kehilangan rahimnya di usia belia.

Ya, perempuan itu adalah aku.

Aku tidak tahu apakah detail ini penting atau tidak, tetapi kebanyakan sepupu dan cucu di keluargaku adalah perempuan. 

Buyut dan nenek (dari pihak ayah), keduanya meninggal karena kanker payudara.

Bukan hanya itu, bibiku juga meninggal karena kanker rahim, terlambat penanganan dan baru ketahuan saat sudah stadium 4. 

Kakak sepupuku (yang mana juga perempuan), harus melakukan dua kali operasi tumor di waktu yang berbeda. Ia harus operasi tumor di leher dan kelopak mata. 

Dua sepupuku yang lain (perempuan juga) pernah menjalani operasi FAM (tumor payudara). Salah satunya bahkan sudah operasi dua kali dan di tempat yang sama.

Uniknya, semua dari keluarga bapak. Meski begitu, aku bisa jaminmasih lebih unik ceritaku!

Kisah bermula ketika aku duduk di kelas 2 SMA, perutku tiba-tiba membesar.

Orang tua panik, mereka mengira hal yang tidak-tidak. Yaps, orang tuaku berpikir aku terlibat pergaulan bebas dan hamil di luar nikah.

Ha-ha, bagaimana bisa hamil? Pacar aku saja tidak punya. 

Aku ingat betul waktu ibu menangis sambil menanyakan siapa bapak dari anak dalam kandunganku (yang sebenarnya tidak ada). 

Aku belum bilang apapun, sebab bapak terlanjur marah. Aku bahkan tidak tau bapak bisa marah seperti itu.

Setelah "drama" mereda, aku bilang kalau aku tidak hamil. Mereka percaya? Tidak. Sebab, perutku membesar. 

"Bagaimana mungkin aku bisa tahu, sementara kalian yang orang dewasa saja tidak tahu?" jawabku yang sudah mulai putus asa karena tuduhan.

Akhirnya, kedua orang tuaku sepakat membawaku ke dokter kandungan. Ya, betul! Mereka masih tidak percaya kalau aku tidak hamil. 

Di dokter kandungan ini tabir tersingkap! *HALAH*

Ternyata, rahimku bukan diisi janin tapi tumor yang sangat besar. Dari penjelasan dokter, aku jadi sadar bahwa yang tadinya kupikir darah menstruasi, ternyata bukan.

Memang tidak masuk akal jika itu hanya darah menstruasi. Bagaimana tidak, jumlah pembalut yang kuhabiskan setiap pendarahan kumat sangat banyak.

Bukan hanya itu, rasa nyerinya juga kaya mau meninggal, kalau kata food blogger. He-he! :D

Hasil tersebut membuat orang tuaku geger. Ibuku sampai terduduk lemas. Jujur, saat itu aku merasa suami-istri ini (kedua orang tuaku) sangat drama.

Rupanya, mereka sudah terbayang maksud dan tujuannya ini nanti kemana. Yaps, tidak ada jalan lain selain pengangkatan rahim. 

Ibuku menangis lagi. 

Awalnya takut aku hamil di luar nikah, eh, sekarang jadi menangis karena aku nyatanya tidak akan pernah punya kesempatan untuk hamil.

Mau bagaimana lagi? Itulah hidup. 

Meski sulit menemukan laki-laki yang mau menerimaku, aku tetap bersykur karena setidaknya aku bisa hidup lebih panjang dan tidak mewarisi penyakit bibiku.

Aku malah terpikir mengangkat kedua payudaraku juga, tetapi melihat ibuku yang menangis akan keputusanku, niat itu kuurungkan.

Aku cukup bahagia dengan hidupku saat ini.

Hanya saja, selentingan tetangga dan kerabat kadang membuat hati sedih juga. Sepertinya, perempuan belum sepenuhnya perempuan kalau belum menikah dan punya anak (hamil, melahirkan, dan menyusui).

Padahal nilai diri kita lebih dari itu, kan? *Plis bilang iya :')*

Sedih banget waktu mendengar bisik-bisik mereka yang bilang kalau perempuan tanpa rahim itu bukan perempuan seutuhnya.

Padahal dengan atau tanpa rahim, perempuan tetaplah perempuan. Ya, kan? YA KAN??? Mohon maaf jadi emosi.

Biar bagaimanapun, aku tetap senang karena sebelum perdebatan mengenai mazhab childfree menimbulkan prahara dan perseteruan netizen, aku telah menjadi salah satu penganutnya yang taat.

Ayo sobat, genggam tanganku dan serukan dengan lantang. Childfree untuk menghentikan over-populasi.

Childfree untuk bumi yang lebih baik. Hidup Childfree! Hidup!!! Haha just kidding. Well, not really ;)

Dijawab Oleh

Admin Parapuan

Halo, Kawan Puan! 

Terima kasih sudah mau berbagi kisah di Ruang Cerita PARAPUAN! <3

MinPuan kasih sepuluh jempol (yang enam minjam tetangga) untuk kisah hidupmu. 

Bukan hanya tabah, tetapi tetap bersykur dengan keadaan, tak semua orang bisa melakukan. Hebat! 

Memang dengan bersyukur, tingkat kebahagiaan kita meningkat dan kamu sudah menerapkannya!

Peluk jauh untukmu yang selalu berusaha menyebarkan kebahagiaan dan afirmasi positif. Love you! ({})