Parapuan.co - Dalam peringatan Hari Anak Nasional 2025, konsorsium Indonesia Joining Forces (IJF) mengungkap data yang mengejutkan tentang kekerasan terhadap anak disabilitas.
Menurut survei tersebut, hampir seluruh orang terdekat anak-anak difabel, yaitu 90 persen menyatakan pernah melihat kekerasan yang dialami anak-anak tersebut. Ini menandakan bahwa kekerasan sering kali terjadi di lingkungan yang seharusnya aman.
Tak hanya itu, data tersebut mengungkapkan bahwa kekerasan verbal dan psikologis atau emosional merupakan jenis kekerasan yang paling sering dialami oleh anak disabilitas. Selain itu, 3 dari 10 anak difabel juga melaporkan pernah mengalami bahaya atau kekerasan.
Susanti, Asisten Deputi Kementerian PPA, menanggapi temuan ini dengan menegaskan hak-hak anak disabilitas. Menurutnya, setiap anak berhak tumbuh optimal dan diperlakukan adil. Ia menyebut kasus kekerasan anak sebagai "fenomena gunung es" dan menekankan pentingnya kerja sama untuk memastikan perlindungan mereka.
“Anak adalah sumber daya manusia yang sangat potensial yang harus kita jaga dan lindungi dari segala bentuk kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya,” tukasnya dalam acara Temu Anak Indonesia 2025 di Jakarta.
Karena itu, kebijakan dan langkah nyata dari berbagai pemangku kepentingan menjadi harapan banyak orang.
Selain memaparkan data mengejutkan tersebut, pada acara tersebut, Forum Anak IJF juga memberikan rekomendasi konkret mengenai Strategi Nasional Pencegahan Kekerasan terhadap Anak, yang relevan untuk diterapkan di Indonesia maupun di tingkat ASEAN.
Acara ini dihadiri oleh lebih dari 80 anak dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk perwakilan dari Forum Anak Indonesia, komunitas disabilitas, dan Sekolah Luar Biasa (SLB).
Tak hanya itu, pertemuan ini juga mempertemukan berbagai pihak penting, mulai dari enam anggota konsorsium Indonesia Joining Forces (ChildFund International, Plan Indonesia, Save the Children, SOS Children’s Villages, Terre des Hommes Germany, dan Wahana Visi Indonesia), hingga para pemangku kepentingan dari kementerian, lembaga negara, dan organisasi masyarakat sipil yang berfokus pada pemenuhan hak anak.
Baca Juga: Pola Asuh dapat Mencegah Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan