Catat! Ini 5 Hal yang Menjadi Kekhawatiran Terbesar jika Pandemi Usai

Anna Maria Anggita - Sabtu, 29 Mei 2021
Kekhawatiran Terbesar Akan Kesehatan Mental Jika Pandemi Usai
Kekhawatiran Terbesar Akan Kesehatan Mental Jika Pandemi Usai Glamour.com

Parapuan.co - Kawan Puan, lebih dari satu tahun pandemi sudah berjalan dan ternyata berimbas pada banyak hal, seperti cara kerja kita hingga rutinitas yang berbeda dari biasanya.

Di mana hal tersebut mempengaruhi kesehatan mental juga loh, Kawan Puan.

Selain itu, di saat dunia terbalik karena Covid-19 ini, semakin banyak orang yang menyadari betapa pentingnya menjaga kesejahteraan psikologis.

Di samping itu, sudah banyak orang yang terbuka tentang perjuangan kesehatan mental yang dialami.

Baik itu selebritas, influencer, profesional, dan orang biasa, yang berbagi perasaan dan cara mengatasi gangguan mental yang dialami. 

Semua perbincangan dan cerita tentang kesehatan jiwa ini seakan mengurangi banyak stigma seputar penyakit jiwa dan terapi penanganan kesehatan mental.

Lalu, apabila pembatasan yang dianjurkan oleh pemerintah selama pandemi Covid-19 ini sudah dicabut, mungkin beberapa di antara kita ada yang bisa bernapas lega.

Tapi hal ini tak berlaku bagi mereka yang sedang berjuang terhadap kesehatan mental.

Sebab, selain aktivitas sehari-hari yang berubah, kehidupan sosial orang pun juga berbeda seperti sebelum pandemi.

Kondisi ini mungkin bagi beberapa orang akan membuat mereka berpikir ada yang salah dengan diri mereka.

Mereka juga merasa seperti mereka melewatkan lebih satu tahun penuh dalam hidup. 

Baca Juga: Kawan Puan, Ini 6 Cara Berpikir Positif saat Hadapi Masa Sulit

Nah, Kawan Puan selain itu, kamu juga perlu bahwa ada 5 kekhawatiran terbesar tentang kesehatan mental, apabila dunia sudah terbebas dari pandemi.

Dikutip dari Very Well Mind, berikut ini kekhawatiran yang akan dihadapi orang-orang:

1. Ada tekanan untuk segera bahagia lagi

Saat pembatasan pandemi dicabut, banyak orang akan merasa seolah-olah mereka harus merasa bahagia. 

Meskipun begitu, bagaimanapun banyak orang yang telah menunggu lebih dari satu tahun untuk melakukan hal-hal menyenangkan dan bertemu teman dan keluarga lagi.

Tetapi tekanan untuk merasa bahagia itu dapat menyebabkan orang merasa lebih buruk. 

Beberapa orang mungkin menilai diri mereka sendiri tidak cukup bahagia. 

Orang lain mungkin merasakan terlalu banyak kecemasan sosial untuk langsung kembali bersosialisasi dan akibatnya mereka mungkin berpikir ada yang salah dengan diri mereka.

2. Banyak yang berubah dalam setahun

Pandemi yang sudah berjalan lama ini membuat rutinitas lama menjadi berubah.

Aktivitas baru pun sudah menjadi kegiatan harian.

Jadi ketika pandemi sudah usai, banyak orang yang perlu adaptasi lagi.

Selain itu ketika diharuskan untuk segera kembali ke aktivitas lama, kita akan memiliki harapan bahwa segala sesuatunya harus sama seperti yang dulu, padahal sudah banyak yang berubah.

Misalnya saja banyak tempat yang sudah berubah, dan beberapa teman di kantor yang sudah pindah.

Mengetahui hal tersebut, orang pun dipaksa untuk segera beradaptasi dengan hal baru.

Baca Juga: Pijat Payudara di Rumah Aja Bisa Seperti di Spa? Begini Caranya

3. Orang merasa perlu menebus waktu yang sudah hilang

Banyak orang merasa seperti mereka melewatkan lebih satu tahun penuh dalam hidup. 

Akibatnya, mereka tergoda untuk berlebihan dalam menebus waktu yang hilang.

Orang-orang pun sebisa mungkin memanfaatkan waktu yang  ada, misalnya liburan, berpesta pora dengan teman-teman, dan tindakan lainnya bahkan hingga hal ekstrem yang tidak baik bagi kesehatan mental.

4. Banyak orang yang melakukan kebiasaan tidak sehat
 
Kebanyakan orang kehilangan akses ke keterampilan mereka selama pandemi. 
 
Misalnya banyak yang tidak bisa minum kopi bersama teman atau berolahraga di gym untuk menghilangkan stres.
 
Orang pun mencari cara untuk menghilangkan kebosanan selama karantina.
 
Sehingga banyak dari kita yang menggunakan cara yang tidak sehat demi memanjakan diri sendiri
 
Seperti makan dan minum terlalu banyak, dan tidak terlalu banyak bergerak.
 
Buruknya lagi, melepaskan aktivitas yang sudah menjadi kebiasaan itu tidaklah mudah.
 
 
5.  Luka emosional yang belum disembuhkan bisa lebih buruk
 
Stres yang terus-menerus selama setahun terakhir memaksa banyak orang untuk mengesampingkan rasa sakit mereka dan menekan emosi hanya untuk melewatinya.

Tapi ketika krisis pandemi mulai mereda, luka emosional lama mungkin muncul kembali. 

Di mana saat pembatasan mulai dicabut, beberapa orang akhirnya mulai berduka atas hal-hal yang telah hilang dari mereka tahun lalu. 

Akibatnya luka lama yang belum sembuh menjadi lebih buruk karena adaptasi karena situasi yang baru lagi.

Baca Juga: Perlunya Menjaga Privasi Serta Pengaruhnya Bagi Kesehatan Mental

Dengan begitu, untuk menyembuhkan luka batin membutuhkan waktu yang lebih lama.

Kawan Puan bila sudah begini, cara terbaik adalah meminta bantuan profesional, misalnya seperti psikolog.

Tujuannya agar kamu bisa mendapat solusi terbaik untuk semua masalah yang dihadapi. (*)

Sumber: Very Well Mind
Penulis:
Editor: Dinia Adrianjara

Kenali Tanda-Tanda Kecanduan Stress seperti yang Viral di TikTok