Shaken Baby Syndrome, Hobi Mengayun Bayi yang Bisa Timbulkan Cedera

Ericha Fernanda - Kamis, 22 April 2021
Ilustrasi ibu mengayun bayi.
Ilustrasi ibu mengayun bayi. freepik.com

Parapuan.co - Bayi memang sangat menggemaskan saat diajak bermain.

Gelak tawa yang renyah selalu terdengar saat bayi diayunkan, dilempar ke langit, atau menggelitiknya.

Tapi tahukah Kawan Puan, bahwa tindakan menggerakkan bayi secara berlebihan dapat membuatnya cedera?

Baca Juga: Ternyata Berbeda, Berapa Lama Waktu Menyusui Berdasarkan Usia

Mengayun bayi dengan cara yang tidak benar dapat berbahaya bagi keselamatan bayi.

Guncangan yang keras bahkan dapat menyebabkan kerusakan pada otaknya.

Cedera akibat mengayun bayi terlalu keras ini dinamakan dengan shaken baby syndrome.

Melansir Ikatan Dokter Anak Indonesia, shaken baby syndrome tergolong salah satu bentuk kekerasan kepada anak, berupa guncangan kepala hebat yang menyebabkan perdarahan retina dan otak.

Baca Juga: Ibu Wajib Tahu, Tips dan Anjuran Menyimpan ASI Perah Supaya Awet

Sebesar 95% cedera otak dan 64% cedera kepala pada anak berusia kurang dari 1 tahun disebabkan oleh tindak kekerasan pada anak.

Sindrom ini sebagian besar terjadi pada bayi di bawah 2 tahun, cedera otak yang terjadi khas dan tidak sesuai dengan riwayat kejang, jatuh, atau trauma kepala lain.

Ketika bayi mengalami guncangan hebat, otak mengalami perputaran atau pergeseran terhadap aksisnya (batang otak).

Hal tersebut menyebabkan robekan saraf dan pembuluh darah, sehingga berakibat pada kerusakan dan perdarahan otak.

Shaken baby syndrome kerap disertai cedera mata dan cedera tulang.

Cedera mata yang sering ditemui berupa perdarahan retina pada satu atau kedua mata.

Baca Juga: Mitosnya Bikin Kulit Bayi Putih, Ini 11 Manfaat Minum Air Kelapa Saat Hamil

Parahnya, perdarahan di dalam mata sulit terdeteksi karena keterbatasan bayi untuk mengeluhkan gangguan penglihatan.

Sedangkan, cedera tulang terkait dengan kekerasan yang disengaja, terutama patah tulang pada lengan, iga, dan tungkai.

Adanya memar atau luka di bagian tubuh tertentu secara berulang juga  menunjukkan adanya kekerasan.

Gejala shaken baby syndrome bisa diketahui dari pasca pengayunan, di mana bayi menjadi rewel, banyak tidur, muntah, dan kesulitan makan.

Gejala ini bisa berlangsung beberapa hari atau minggu.

Baca Juga: Bolehkah Menyusui Bayi Saat Ibu Positif Covid-19? Begini Kata Ahli

Gejala yang tidak spesifik dan kerusakan otak yang tidak terdeteksi bisa berlangsung lama, kemudian menyebabkan gangguan belajar dan perilaku saat anak lebih besar.

Mencegah Shaken Baby Syndrome

Bermain dengan bayi sewajarnya saja, sebisa mungkin tidak menyentuhnya kecuali dia dalam bahaya misal akan terjatuh, terguling, atau terbentur.

Menghindari bercanda dengan bayi dengan cara mengayunkan, mengguncang, dan melemparkannya ke langit.

Baca Juga: Ternyata Berbeda, Berapa Lama Waktu Menyusui Berdasarkan Usia

Jika meletakkan bayi pada ayunan, gunakanlah ayunan khusus bayi yang berayun dengan pelan dan lembut.

Sebisa mungkin, awasi bayi ketika bermain dengan siapa saja termasuk dengan keluarga dekat dan pengasuh.

Hal itu bukan karena orangtua yang overprotektif, melainkan demi kesehatan buah hati itu sendiri.

Sebab, bayi juga memiliki hak untuk sehat dan tidak tersakiti karena ulah anggota keluarga atau orang lain yang tidak bertanggungjawab.

(*)

Sumber: Ikatan Dokter Anak Indonesia
Penulis:
Editor: Linda Fitria