Kondisi Ibu Hamil di Pengungsian NTT: Berbaur dan Saling Menguatkan

Firdhayanti - Sabtu, 10 April 2021
Ibu hamil dan tim medis di pengungsian di Nelelamadike, Kabupaten Flores Timur, NTT
Ibu hamil dan tim medis di pengungsian di Nelelamadike, Kabupaten Flores Timur, NTT Joria Parmin

 

Parapuan.co - Banjir bandang menerjang sebagian besar daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Minggu (5/4/2021) lalu. 

Hingga kini, warga yang selamat berada di pengungsian.  

Dalam pengungsian tersebut juga terdapat ibu hamil, ibu menyusui, dan juga bayi. 

Baca Juga: Rachel Vennya Turun Langsung Ke NTT Bantu Korban Banjir Bersama Mensos

"Di sini ada 28 ibu hamil dan ada 2 yang mau melahirkan tanggal-tanggalnya di bulan April," ujar Joria Parmin, bidan dari  Larantuka, Kabupaten Flores Timur, NTT yang kini ditugaskan di pengungsian di Desa Nelalamadike, Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur saat dihubungi PARAPUAN pada  Rabu (7/4/2021) lalu. 

Joria menceritakan kondisi sehabis bencana yang mengakibatkan akses terputus tak memungkinkan untuk melakukan perjalanan ke puskesmas. 

"Nggak bisa jalan ke puskesmas karena banyak lumpur dan pohon-pohon yang melintang. Akhirnya mereka (pasiennya) dibawa ke puskesdes terdekat, puskesdes Lambayung dan ditolong di tempat sana," cerita Joria. 

Selepas kejadian itu, Joria mengatakan tidak ada lagi yang melahirkan.

Baca Juga: Gubernur NTT Tetapkan Status Tanggap Darurat Bencana Menyusul Banjir Bandang dan Longsor

Namun ia mengatakan ada juga salah satu ibu hamil yang sudah siap-siap dirujuk ke kota karena posisi bayi sungsang. 

"Tapi nanti mungkin sekitar tanggalnya, karena tafsirannya awal bulan Mei jadi siap-siap  mereka mau berangkat supaya stay di Larantuka, dekat ibu kota, kalo ada apa-apa biar cepat ke rumah sakitnya karena rumah sakitnya cuma satu di ibu kota," kata dia. 

Lari ke bukit

Joria menceritakan bahwa ada 5 pengungsi ibu hamil yang ada di rumah penduduk. Kelima ibu hamil tersebut sudah melakukan pemeriksaan. 

Joria pun menceritakan ada salah satu ibu hamil yang menceritakan pengalamannya saat menyelamatkan diri bersama suaminya yang merupakan petugas puskesmas. 

Baca Juga: Dukung Pevita Pearce Salurkan Bantuan Korban Bencana Alam di NTT

"Jadi mereka lari ke bukit sehingga selamat. Lari sampai jatuh dua kali," ujar Joria. 

"Sampai  akhirnya kami ke sana sempat dengar jantungnya karena dia malu bahwa dia, memang dia merasakan gerakan janin tapi jantungnya sendiri belum diperiksa dan baik," cerita Joria yang saat itu juga memeriksa keadaan ibu tersebut. 

Fasilitas yang diberikan 

Joria mengatakan bahwa petugas kesehatan sudah mendirikan posko untuk memasak makanan dan mendatangkan berbagai jenis obat-obatan. 

"Kemarin itu kan datangnya kita itu, obat itu pasti, datangnya kita stay di sana obat-obat sudah siap," kata Joria. 

Namun, Joria mengatakan bahwa yang mereka butuhkan adalah suatu hal untuk memulihkan trauma mereka.

Baca Juga: BNPB Pastikan Kebutuhan Perempuan dan Anak di Pengungsian Banjir NTT Memadai

Bencana yang datang pada dini hari dimana semua orang sedang terlelap tidur menimbulkan luka yang dalam tak hanya bagi ibu hamil, tetapi semua orang disana. 

"Karena mereka masih trauma berat. Karena di saat yang sama mayat mayat juga ini kan, ditemukan satu persatu dan mereka melihat sendiri bagaimana kondisi keluarga mereka yang meninggalnya mengenaskan," ujar Joria saat menerangkan kondisi para ibu hamil dan seluruh orang-orang di pengungsian. 

"Pake gali, pake alat pemberat untuk bisa membebaskan mereka dari tertimbunnya lumpur dan sebagainya, itu menimbulkan trauma yang luar biasa ," lanjutnya. 

Selain sebagai bidan, Joria yang juga berperan sebagai kepala dari Seksi Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa ini pun berusaha  untuk menghidupkan suasana dengan mencoba menghibur para ibu dari kesedihan akibat bencana.

Ditambah lagi, tak adanya orang-orang yang berkecimpung di bagian kejiwaan dan psikologi.

Baca Juga: Banjir NTT, Lakukan Hal ini Saat Alami Pelecehan Seksual di Situasi Bencana

"Jadi pas hadir di sana itu sekaligus saya bidannya, saya tugasnya saya juga bisa menghidupkan suasana atau menghibur anak-anak, ibu hamil ya biar ke sananya rame dan mereka bisa tertawa juga gitu lho, senang gitu," cerita Joria. 

Joria mengajak mereka untuk mengobrol sambil memijat tubuh mereka. 

"Iya diajak ngobrol, dipijet-pijet, misal kayak gitu, nah itu mereka udah senang," ujar Joria. 

"Karena kita tidak punya fasilitas untuk mainan, atau apa nggak ada kan bantuan juga belum datang, akses juga masih terputus semua, tadi kami pulang pun kami menyusuri tempat-tempat yang memang rusak berat tapi memang kami harus pulang kan, nah gitu," cerita Joria. 

Saling menguatkan

Para ibu hamil mengungsi di balai desa. Di dalam balai desa sendiri terdapat satu ruangan untuk pemeriksaan terhadap ibu hamil. 

"Jadi mereka kan ngungsinya di balai desa. Balai desa tuh ada satu ruangan untuk teman-teman bisa melakukan pemeriksaan terhadap ibu hamil yang 5 orang itu."

Namun setelah diperiksa, para ibu hamil tersebut berbaur dengan lingkungannya. 

Baca Juga: Kebaikan Jangan Ditunda, Indah Permatasari Bagi Info Donasi Banjir NTT

"Tapi setelah itu mereka berbaur dengan anak-anak, masyarakat mereka suami, keluarga-keluarga mereka yang masih ada itu," kata Joria. 

Joria juga menceritakan bahwa dengan berbaur bersama-sama, mereka dapat saling menguatkan. 

"Mereka nggak dipisahkan karena mereka sendiri nggak rame. Padahal mereka ini kan saling mensupport. Semakin rame pengungsian semakin menghibur mereka dengan sendirinya, gitu kan," ujarnya. (*)

Penulis:
Editor: Arintya