Tips Hadapi Remaja yang Mulai Membandingkan Hidupnya dengan Teman Sebaya

Arintha Widya - Kamis, 8 April 2021
Ilustrasi Remaja
Ilustrasi Remaja Zen chung

Parapuan.co - Kawan Puan punya anak yang menginjak usia remaja dan sedang dalam masa puber?

Di usia-usia itu, remaja biasanya mulai membandingkan hidupnya dengan teman-teman sebayanya, lho.

Ia bisa jadi merasa minder dengan teman-temannya dalam banyak hal, seperti soal nilai ujian, penampilan, bahkan kondisi ekonomi orang tua.

Ada beberapa hal yang mungkin menjadi penyebab remaja mulai membandingkan hidupnya dengan teman sebaya.

Berikut rangkumannya berdasarkan penjelasan seorang psikolog asal Texas, Carl Pickhardt Ph.D., melansir dari Psychology Today:

Baca Juga: Waspadai! Ini 7 Alasan Pria Melakukan Ghosting Terhadap Pasangannya

Remaja Fokus pada Teman Sebaya

Remaja adalah usia peralihan dari masa kecil ke dewasa di mana seseorang berusaha menemukan identitas dirinya. 

Peralihan tidak hanya pada usia, tetapi juga meliputi perubahan kondisi fisik, psikologis, pola pikir, dan gaya hidup.

Pada usia remaja, anak yang tadinya memfokuskan perhatian pada orang tua kemudian beralih fokus ke teman-teman sebayanya.

Dari situlah kemudian mereka membanding-bandingkan diri dengan teman-temannya, terutama yang dianggap lebih unggul darinya dalam satu atau beberapa aspek.

Usia yang Komparatif

Remaja mengukur segala aspek dalam hidupnya dari kacamata teman sebayanya.

Hal ini dapat menyebabkan mental remaja jadi down karena merasa teman-temannya lebih baik darinya, mulai dari segi prestasi, pertemanan, percintaan, popularitas, mode, dan sebagainya.

Perasaan down dan rendah diri kemudian muncul, terutama apabila mereka mengalami penolakan atau kritik dari teman sebaya.

Kadang-kadang, ada remaja yang sampai mengolok-olok teman sebayanya lantaran ia khawatir akan diolok-olok lebih dulu.

Baca Juga: Orang Tua Perlu Tahu! Ini 3 Tips Ampuh Menghadapi Kegalauan Anak

Pola Asuh yang Kurang Tepat

Apa yang dirasakan remaja di luar rumah, bisa jadi terbawa hingga saat berada di rumah bersama kedua orang tua.

Mereka mungkin akan marah-marah pada ayah atau ibu, dan mengeluhkan apa-apa yang terjadi di rumah.

Jika ini terjadi, pola asuh dari orang tua akan banyak berperan untuk meredakan emosi anak remaja.

Sebagai orang tua, sebisa mungkin hindari mengatakan bahwa anak menjadi nakal dan merepotkan.

Sebaliknya, ucapkan kata-kata menenangkan seperti, "Apa kamu mengalami kesulitan hari ini? Ceritakan kalau ada yang bisa ayah/ibu bantu."

Selain mengungkapkan kalimat penenang, hal-hal di bawah ini bisa Kawan Puan lakukan untuk menghadapi remaja yang membandingkan hidupnya dengan teman sebaya!

Baca Juga: Tanda-tanda Anak Mulai Alami Pubertas, Orang Tua Wajib Paham nih

1. Mengajarkan self-management pada anak

Remaja di Sekolah
Remaja di Sekolah cottonbro

Salah satu cara mengajarkan self-management pada remaja adalah dengan mencontohkan berdasarkan pengalaman orang tua.

Orang tua tak perlu meminta remaja berhenti merasa rendah diri.

Biarkan mereka merasakan perasaan itu, dan bantu untuk mengendalikannya.

Carl Pickhardt menyarankan untuk menjelaskan ini kepada remaja yang rendah diri agar kepercayaan dirinya tumbuh.

"Perasaan memang tidak mudah berubah. Bagaimanapun, kamu tidak perlu mengubah perasaanmu untuk membuat perasaanmu berubah," tutur Carl.

"Perasaan, pikiran, dan tindakanmu semuanya saling memengaruhi satu sama lain."

"Jika kamu merasa tidak ada yang menyukaimu, kamu mungkin memutuskan untuk menyendiri dan kamu jadi kesepian karenanya."

"Namun, jika menurutmu ada orang yang menyukaimu dan kamu bersosialisasi dengan orang lain, kamu tidak akan terlalu kesepian."

"Ketika kamu sedih, kamu mungkin akan bertanya pada diri sendiri, 'Pikiran dan kegiatan menyenangkan apa yang biasanya membuatku bahagia?' Istirahatlah dan lakukan beberapa kegiatan itu," tambahnya.

2. Tidak mengkritik anak

Hindari mengkritik remaja yang sedang merasa down karena justru akan membuatnya semakin merasa tidak cukup baik.

Daripada mengkritiknya, sebagai orang tua sebaiknya memberinya saran padanya sesuai dengan apa yang menurut ayah atau ibu lebih baik.

3. Gunakan koreksi non-evaluatif

Apabila remaja melakukan kesalahan, gunakan koreksi non-evaluatif daripada menghakimi perilaku buruknya.

Memberi koreksi non-evaluatif berarti tidak memberikan penilaian atas sikap anak, tetapi dengan menunjukkan ketidaksetujuan atau ketidaksukaan atas sikapnya itu.

Berikan ia pilihan, misalnya dengan mengatakan, "Kami tidak setuju dengan sikapmu, ini alasannya. Kami ingin kamu melakukan ini, tapi seperti biasa kami juga ingin mendengarkanmu."

Baca Juga: 3 Tips Dampingi Buah Hati Saat Masuk Sekolah Untuk Pertama Kalinya

4. Beri apresiasi yang positif

Apresiasi positif sangat penting bagi remaja agar ia tidak rendah diri dan membanding-bandingkan dirinya dengan teman sebaya.

Tekankan bahwa setiap orang sangat spesial dan masing-masing punya kelebihan maupun kekurangan.

Sama seperti teman sebayanya yang punya kelebihan tertentu, ia juga memiliki kelebihan lain yang bisa jadi membuat temannya minder. (*)

Sumber: Psychologytoday
Penulis:
Editor: Maharani Kusuma Daruwati