Parapuan.co - Tidak semua bisnis dijalankan tak hanya memberikan keuntungan semata.
Ada beberapa bisnis yang dibangun dengan tujuan memberikan dampak positif kepada lingkungan sekitar.
Hal itu dilakukan oleh tujuh remaja dari komunitas Gekko yang bernama Matthew Sennelius, Anna Sennelius, Amara Rachmat, Kyle Zachary Lee, Katie Sondakh, Darron Lembong, dan Chloe Lembong.
Mereka semua meluncurkan bisnis membantu orang-orang di sekitar lingkungannya dengan menjual t-shirt .
Melansir parapuan.co, mereka menceritakan aktivitas mereka di gerakan sosial tersebut.
Bisnis untuk Donasi Kepada yang Kurang Mampu
Sekumpulan anak remaja tersebut, diketahui meluncurkan bisnis kaos berbahan dasar dari bambu pada Sabtu (26/11/2022) kemarin.
Bisnis yang mereka bangun, diketahui untuk melakukan pemberdayakan ekonomi kepada orang yang kurang mampu.
Sebagai generasi penerus di kemudian hari, mereka menyadari pentingnya melihat masalah-masalah di lingkungan sekitar mereka.
Baca Juga: Pebisnis Pemula Perlu Tahu 3 Penyebab Kegagalan pada Bisnis Kecil
"Sebagai anak-anak yang lebih beruntung kita punya kemampuan untuk bantu orang lain. Kita harus memakai kesempatan itu," ujar Amara Rachmat, Community Liaison and Communications Gekko Indonesia.
Membantu sesama di lingkungan sekitar, mereka menganggap ini merupakan upaya untuk membuat Indonesia lebih baik.
"Sebagai orang Indonesia kita harus membantu orang-orang yang terdampak. Kita harus membantu Indonesia agar maju," ucap Kyle Zachary Lee, Lead, Projects, Activities Implementation, and Sales Gekko Indonesia.
Bekerja sama dengan Think City
Selain itu, mereka juga berkolaborasi dengan ThinkCity, gerakan sosial yang berfokus pada isu lingkungan di sebuah kota.
"Kita pernah collab sama mereka dan kita udh ada 16 learning center. Kita ingin lebih banyak workshop untuk pendidikan," ujar Katie.
"Kita ingin lebih banyak workshop pendidikan dan bakat. Jadi tidak cuma edukasi tapi kita juga memberi mereka kesempatan bagi yang suka melukis, [atau] komputer," ujar Chloe Lembong, Design Coordinator and Head of Logistics Gekko Indonesia.
Selain itu, mereka juga berusaha untuk melanjutkan pendapatan untuk organisasi di kemudian hari.
"Kita mau bikin organisasi bisa dapat uang meski kita sudah selesai sekolah. Karena kita sekarang sibuk dengan sekolah kalo kita bikin lebih mandiri kan organisasinya masih bisa lebih bisa lanjut," ujar Darron Lembong, Finance/Resource Generation Gekko Indonesia.
Baca Juga: Berbagai Bekal yang Harus Dimiliki untuk Menjadi Pemilik Bisnis
Produk yang Gekko Produksi
Seiring berjalannya waktu, kebutuhan masker bagi orang-orang pun sudah lebih terakomodir.
"Sudah banyak orang bisa beli masker dan [ketersediaannya] lebih available. Jadi kita berpindah ke t-shirt," ujar Matthew Sennelius selaku founder Gekko Indonesia di The Papilion, Kemang, Jakarta Selatan pada Sabtu (26/11/2022).
Tak hanya menjual t-shirt, saat ini mereka juga menjalankan diversifikasi produk dengan membuat hoodie dan tote bag.
Produk-produk tersebut dijual oleh para keluarga yang terdampak pandemi.
Hasilnya sendiri akan dipergunakan untuk mendukung learning centers bagi anak-anak yang tergabung dalam GK.
Sementara itu, t-shirt, hoodie, dan tote bagnya sendiri dijual dengan harga yang berbeda-beda.
"Satu t-shirt dijual dengan harga Rp150 ribu, hoodie dengan harga Rp250 ribu, dan tote bag dengan harga Rp100 ribu. Kita jualnya dari koneksi-koneksi kita, kayak om, tante, dan teman-teman sekolah," kata Katie Sondakh.
Selain itu, mereka juga menyediakan custom printing untuk kaus.
"Jadi kalau ada event dan mereka butuh custom t-shirt mereka dateng kita dan bikin," lanjut dia.
Kedepannya, Gekko Indonesia ingin lebih banyak membangun ruang-ruang belajar bagi anak-anak dan organisasi lainnya.
Diketahui Gekko Indonesia sendiri berdiri pada tahun 2020 dan merupakan cabang dari Yayasan Gerakan Kepedulian (GK).
Pada saat itu, Matthew, Anna pertama kali membangun Gekko Indonesia.
Bertepatan dengan Pandemi Covid-19, mereka melihat banyak orang-orang kehilangan pekerjaan dan anak-anak yang tak dapat mengakses pendidikan.
Melihat distribusi masker yang belum stabil pada saat itu, mereka memanfaatkan peluang dengan memanggil sejumlah kepala keluarga yang terdampak pandemi untuk menjualnya.
(*)