Parapuan.co- Beheshta Arghand adalah jurnalis perempuan pertama yang berani mewawancarai seorang pejabat Taliban di Afghanistan.
Namun ia kini dikabarkan sedang melarikan diri ke Qatar karena para militan mendorong para perempuan untuk keluar dari pekerjaan menjadi jurnalis.
"Taliban tidak menerima wanita. Ketika sekelompok orang tidak menerima anda sebagai manusia, mereka memiliki gambaran di benak mereka tentang anda, itu sangat sulit,” cerita Beheshta Arghand, dilansir dari Guardian yang dikutip oleh parapuan.co.
Ketika Beheshta Arghand mewawancarai Taliban, tayangan tersebut menjadi berita utama di seluruh dunia.
Seperti yang diketahu, Taliban ingin menunjukkan wajah yang lebih moderat pada dunia karena mereka berjanji untuk menghormati hak-hak perempuan.
Namun hal itu berbanding terbalik dengan peraturan-peraturan yang mereka buat dan cenderung membatasi ruang gerak perempuan.
Baca juga: Ditangkap Taliban karena Keberaniannya, ini Sosok Salima Mazari
Dipaksa pakai jilbab lebar
Beheshta Arghand ingat bagaimana dia harus menyesuaikan jilbabnya agar terlihat lebih tradisional ketika seorang pejabat Taliban muncul tanpa diundang di studionya.
Pihak Taliban yang tiba-tiba datang, meminta untuk diwawancarai setelah dua hari kelompok ekstrimis tersebut mengambil alih Kabul.
“Saya melihat mereka datang. Saya kaget, saya kehilangan kendali. Saya berkata pada diri sendiri bahwa mungkin mereka datang untuk bertanya mengapa saya datang ke studio," cerita Beheshta Arghand.
“Untungnya saya selalu mengenakan pakaian panjang di studio karena kami memiliki orang yang berbeda dengan pikiran yang berbeda,” tambahnya saat diwawancarai oleh Reuters di Doha yang kini menjadi tempat tinggalnya sejak melarikan diri dari Afganistan pada 24 Agustus 2021.
Kemudian ia melihat ke bawah ke tubuhnya untuk memastikan bahwa tidak ada bagian lain yang terlihat dan mulai melontarkan pertanyaannya.
Taliban melarang jurnalis untuk menanyakan pertanyaan kritis
Usai seminggu mewawancarai Taliban, Beheshta Arghand merasa hidupnya bagai mimpi buruk.
Taliban memerintahkan perusahaan tempatnya bekerja yaitu Tolo News, untuk membuat semua wanita mengenakan jilbab menutupi kepala dengan rapat tetapi membiarkan wajahnya terbuka.
Taliban juga menangguhkan jangkar untuk perempuan di stasiun lain.
Beheshta Arghand mengatakan kelompok itu meminta para jurnalis untuk berhenti menanyakan pertanyaan sulit mengenai birokrasi dan pengambilalihan kekuasaan.
“Bila anda tidak dapat mengajukan pertanyaan yang mudah, bagaimana anda bisa menjadi seorang jurnalis?,” kritik Beheshta yang tidak setuju dengan peraturan yang dibuat Taliban.
Baca juga: Cegah Krisis di Masa Depan, ini 5 Tips Mengatur Uang Bagi Perempuan
Banyak rekan-rekannya telah meninggalkan Afghanistan meski Taliban menjamin bahwa kebebasan media meningkat setiap hari.
Taliban juga menyebut bahwa perempuan akan memiliki akses ke pendidikan dan pekerjaan.
Namun Beheshta Arghand memilih menyusul ibu, saudara perempuan dan saudara laki-lakinya kabur dari Afghanistan.
Mereka bergabung dengan puluhan ribu orang asing dan warga negara Afghanistan yang mengambil bagian dalam evakuasi kacau yang dipimpin AS.
Meminta bantuan pada Malala Yousafzai
Perempuan berusia 23 tahun ini juga mengaku sempat menelpon Malala untuk meminta bantuan.
“Saya menelepon Malala Yousafzai dan bertanya apakah dia bisa melakukan sesuatu untuk saya,” katanya.
Malala Yousafzai, yang pernah ia wawancarai, membantu memasukkannya ke dalam daftar pengungsi Qatar.
Pemenang Nobel Perdamaian ini selamat ditembak oleh seorang pria bersenjata Taliban Pakistan pada 2012 karena kampanyenya untuk pendidikan perempuan dan anak perempuan.
Baca juga: Seperti Apa Profesi Generalis? Ini Kelebihan dan Kekurangannya
Beheshta mencintai pekerjaannya sebagai jurnalis
Setelah ia meninggalkan negaranya tersebut, Beheshta menyadari betapa ia mencintai negaranya dan profesi yang dia pilih daripada keberatan keluarganya.
“Ketika saya duduk di pesawat, saya berkata pada diri sendiri bahwa sekarang saya sudah tidak punya apa-apa,” katanya. (*)