Parapuan.co - Sebulan terakhir, kondisi rumah sakit di banyak daerah Indonesia full atau penuh.
Hal ini karena kenaikan jumlah kasus Covid-19 melonjak tinggi dari hari ke hari.
Penuhnya rumah sakit akhirnya membuat banyak pasien tidak bisa mendapatkan penanganan.
Dan yang terburuk, banyak pasien meninggal dunia ketika melakukan isolasi mandiri di rumah.
Sudah banyak pasien ditolak saat hendak masuk ke rumah sakit.
Hal serupa juga dialami oleh Ratu Budi, seorang jurnalis yang harus berjuang mencarikan rumah sakit untuk sang ayah.
Saat dihubungi, Kamis (22/7/2021), Ratu membagikan pengalamannya ditolak banyak rumah sakit.
Ratu menceritakan kondisi sang ayah saat itu sudah drop karena saturasi oksigen hanya di angka 75 persen.
"Pertama ke Moewardi (RS di Kota Surakarta), sampai di sana kagetnya bukan main. Sumpah itu rumah sakit isinya orang semuaaa. Sampai ke pelataran-pelataran," tutur Ratu.
Sayangnya ketersediaan bed di rumah sakit pertama tidak diimbangi dengan ketersediaan oksigen.
Akhirnya Ratu pun memutuskan untuk ke rumah sakit lain hingga mengunjungi 2 tempat dan hasilnya nihil.
"Setelah ditolak lagi, masih belum nyerah, kami ke RS DKT, tapi lagi-lagi ditolak. Alasannya masih sama. Ruangannya penuh dan sudah banyak yang antre. Harapanku buat dapetin RS malam itu mulai menipis," imbuhnya.
Sampai setelah keliling ke enam rumah sakit, Ratu akhirnya memutuskan membawa pulang sang ayah dan merawatnya di rumah hingga esok hari.
Beruntung, pagi hari ada rumah sakit kosong di daerah Sukoharjo dan akhirnya ayah Ratu pun bisa ditangani dengan cepat.
Baca Juga: Lonjakan Kasus Makin Tinggi, Ini Gejala Covid-19 pada Anak yang Harus Diwaspadai
Cerita ditolak rumah sakit tak hanya dialami Ratu, namun juga Aristy Yulanda, seorang ASN di Kabupaten Pati saat dihubungi, Jumat (23/7/2021).
Aristy yang saat itu sedang menjalani isolasi mandiri merasa keadaannya makin memburuk karena saturasi oksigen hanya di angka 80 persen.
"Makin susah nafas aku. Saturasiku juga makin turun. Sampai akhirnya hari ketiga aku nahan sakit sesek saturasi udah tinggal 80%, akhirnya aku memutuskan butuh dibawa ke rumah sakit," tuturnya.
Aristy yang saat itu adalah perantau akhirnya menghubungi ambulans agar bisa dibawa ke rumah sakit.
Kondisi sama saja, semua rumah sakit di Pati pada pertengahan Juni lalu penuh.
Aristy menceritakan dirinya ditolak di beberapa rumah sakit karena tak ada ruang tersedia.
"Aku ditolak IGD di mana-mana, RS di mana mana udah penuh. Bahkan aku sempet di tidurin di jalanan turun dari ambulan gara-gara nggak ada IGD yang kosong,"
"Sampai akhirnya, alhamdulillah banget masnya ambulan ditelfon salah satu dokter di Pati mengabari kalo ada RS yang masih bisa menampung. Ya Allah Alhamdulillah banget, nggak ngerti lagi kalo misal malem itu aku tetep nggak dapet pertolongan di RS karena udah full di mana-mana," imbuh perempuan asal Ambarawa itu.
Aristy yang saat itu hanya sendiri hanya pasrah saat dirinya harus ditangani di parkiran karena tempat yang penuh.
Baca Juga: Layanan Swab dan Antigen Covid-19 Drive Thru Mudahkan Akses untuk Masyarakat
"Dibuatkan darurat di parkiran. Aku diselang, dipompa, dites dan lain-lain di parkiran," pungkasnya.
Cerita Ratu dan Aristy ini mungkin hanya secuil dari banyaknya kisah pasien yang kesulitan mencari rumah sakit.
Karena itu Kawan Puan, di masa yang serba sulit ini, yuk saling membantu dengan selalu menerapkan protokol kesehatan.
Sebab hanya itu hal paling mudah yang bisa kita lakukan untuk bisa memutus mata rantai penularan ini dan membuat rumah sakit tak lagi penuh karena banyaknya tambahan pasien. (*)