Parapuan.co - Tren genderless fashion semakin berkembang, bahkan menjadi naik daun selama tahun 2021 ini.
Istilah genderless fashion ini kembali mencuat setelah munculnya Harry Styles sebagai laki-laki pertama yang tampil solo di cover Vogue US pada akhir 2020 lalu dengan menggunakan dress Gucci.
Kemudian dilanjutkan dengan London Fashion Week 2021 yang tampil menggabungkan gaya busana laki-laki dan perempuan.
Hal ini tentu saja menggemparkan dunia fashion, mengingat fashion kerap dibatasi oleh adanya konstruksi sosial gender yang membagi antara busana laki-laki dan perempuan.
Namun kini, hadirnya genderless fashion justru semakin banyak diminati masyarakat, lantas seperti apa sebenarnya gaya busana ini?
Baca Juga: Agar Tak Cemari Lingkungan, ini 5 Cara Jitu Mengelola Limbah Fashion
Apa itu genderless fashion?
Dalam kehidupan masyarakat, peran gender dibentuk hasil konstruksi secara sosial, termasuk mengenai cara perempuan harus bertindak dan berpakaian, serat bagaimana laki-laki harus berperilaku.
Seperti kita ketahui, peran gender ini sudah ditetapkan sejak lama dan menjadi norma dalam masyarakat dan fashion pun turut menjadi cara untuk menetapkan gender
Kemudian muncul tren genderless fashion yang membuat setiap orang memiliki kebebasan untuk mengekspresikan dirinya pada busana yang digunakan.
Dengan kata lain, kini stigma mengenai busana feminim dan maskulin pun semakin bergeser, sehingga baik laki-laki atau pun perempuan bebas mengenakan jenis pakaian apa pun.
Lebih lanjut lagi, ini bukanlah hasil adaptasi dari desainer dan merek untuk membuat pakaian dengan potongan unisex, namun inti dari genderless fashion adalah memberikan konsumen kebebasan untuk memilih jenis pakaian yang ingin dikenakan, dikutip dari laman Fashinnovation.
Hadirnya genderless fashion
Baru mencuat ke publik, namun sebenarnya genderless fashion sudah muncul sejak awal abad ke-20, lebih tepatnya sejak tahun 1970-an dikenakan oleh sejumlah musisi, seperti Annie Lenox, David Bowie, dan Prince.
Mengingat gaya fashion ini sangat awam bagi masyarakat, tentu saja tidak mudah diterima dan kerap dianggap tabu untuk digunakan, apalagi dipopulerkan.
Akhirnya, muncul gaya androgini fashion, yakni style dengan menggabungkan busana laki-laki dan perempuan untuk menjadi gaya yang khas.
Sementara di Indonesia sendiri genderless fashion mulai terserap, terlihat dari penggunaan hoodie, blazer oversized, dan kemeja flanel yang tidak lagi memandang gender.
Dilansir dari laman The Fashion Globe, pergeseran gaya fashion ini mulai hadir setelah perempuan telah bisa berkarier di dunia kerja yang didominasi pria, menurut Dawnn Karen, MA, Ed.Mc, psikolog mode dan pendiri Fashion Psychology Insitute.
Sebagai contoh pada profesi polisi yang umumnya laki-laki yang kemudian perempuan telah bisa berprofesi demikian dan menggunakan seragam yang sama.
Evolusi ini pun membuat gaya fashion kini bersifat cair atau dalam artian semakin ada keterbukaan dan kebebasan dalam bergaya.
Ditambah adanya perkembangan teknologi yang dapat membantu setiap orang untuk mengakses hal-hal yang tidak diketahui dan membuat mereka mengenal berbagai gaya fashion untuk kemudian mereka terapkan.
Seiring waktu, brand besar pun yang sebelumnya membatasi busana laki-laki dan perempuan, kini telah mengusung konsep genderless fashion, seperti Gucci, Zara, dan H&M.
(*)